Rabu, 04 Juli 2012

Bulog Harus Kuat


Awal Mei 2012, tepat saat ulang tahun ke-45, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) meresmikan unit usaha baru di bidang distribusi: BulogMart. Di samping memperkuat bisnis, BulogMart digadang-gadang mampu memperkuat operasi pasar Bulog. Bagaimana kondisi saat ini dan target-target Bulog? Berikut wawancara jurnalis KONTAN Umar Idris dengan Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso, pada Selasa (19/6) lalu.

Jangan sampai beras menuju liberalisasi. Jangan sampai pangan strategis ini diserahkan ke mekanisme pasar.
Dalam lima tahun terakhir, saya lihat, ada kecenderungan beberapa pihak yang ingin menjadikan beras menuju liberalisasi. Beberapa komoditas yang sudah ke arah liberalisasi contohnya gula, kedelai, jagung, dan minyak goreng.

Indonesia dibilang produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Nyatanya, kita tidak bisa mengatur harga. Nah, apa beras mau begitu? Mau dikuasai kapitalis?
Oleh karena itu, sebenarnya, pemerintah itu mengharapkan Bulog bisa lebih berperan, terutama dalam menjaga stabilitas pangan nasional kita. Tugas utama Bulog ini menjaga stabilisasi harga, baik di tingkat konsumen maupun tingkat produsen. Jadi, seharusnya key performance indicators (KPI) Bulog terkait stabilisasi itu: sejauh mana stabilisasi harga itu sudah terjadi
.
Cuma, Bulog ini juga perusahaan umum. KPI Bulog otomatis juga berdasarkan keuntungan. Nah, karena bukan hanya punya tugas utama stabilisasi, tapi juga punya KPI keuntungan, Bulog ini punya risiko kerugian sebagai perusahaan.

Pemerintah tak membolehkan Bulog rugi. Jadi, Bulog berbentuk perum ini pokoknya tidak boleh merugi, sekaligus bisa menjalankan tugas stabilisasi harga. Ini sesuatu yang kontradiktif.
Maka dari itu, mestinya ada semacam backup.
Pertama, pemerintah harus mem-back up anggaran Bulog. Tentu anggaran yang dilandasi oleh aturan perundang-undangan yang berlaku. Mesti begitu.

Kedua, masih sesuai perundang-undangan yang berlaku, kalau mau berilah kewenangan yang fleksibel dan terukur untuk Bulog. Sebab, selama ini untuk operasi pasar, Bulog harus menunggu keputusan beberapa kementerian. Atau, beras untuk rumahtangga miskin (raskin).

Ketiga, Bulog harus menunggu keputusan beberapa menteri juga. Ini lama. Jadi, Bulog tidak diperintah oleh banyak kementerian.

 Bulog komersial
Karena KPI yang juga sebagai perusahaan itu, Bulog punya kegiatan atau fungsi komersial. Bulog sudah memulainya sejak 2003. Ada empat produk pengembangan komersial Bulog, yaitu industri, jasa, perdagangan, dan peluang kerja sama.

Nah, dalam kerangka komersial itu, kami membangun distribution center untuk bahan pangan. Produk komersial kami yang baru ini namanya BulogMart. Kami sudah meresmikan lima BulogMart di Kota Bandung, Semarang, Malang, Lampung, dan Makassar. Peresmian pertama dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2012 lalu.

Target kami, tahun ini ada 100 gerai BulogMart. Investasinya tidak besar. Berapa persisnya, masih kami hitung. Biaya setiap unit berbeda. Yang jelas, tidak mahal. Kami bisa memanfaatkan kantor-kantor Bulog yang kebetulan cenderung strategis. Kan, kami tinggal memoles kantor-kantor yang ada.

Di samping investasi tidak mahal, BulogMart ini didukung jaringan 1.751 unit gudang di seluruh Indonesia. Akhirnya, BulogMart kan juga bisa menjadi bagian distribution channel pangan di seluruh indonesia.

Tapi tak hanya itu, Bulog punya 131 unit pengolahan gabah dan beras (UPGB). Ratusan UPGB Bulog ini nanti kami revitalisasi sehingga menjadi UPGB plus. Sekarang ini kan UPGB hanya mengurusi penggilingan gabah. Nanti, UPGB juga punya traktor, mesin pemotong, dan lain-lain.
Untuk apa? Kami akan mengadakan kerja sama dengan petani dengan sistem sewa. Harganya pakai harga wajar. 

Dari sewa alat, panen petani juga lebih optimal. Nah, hasilnya nanti bisa dijual ke Bulog atau ke BulogMart. Jadi, tinggal mengalirkan. Sehingga, kami bisa punya basis unit pengolahan gabah dan beras sekaligus punya BulogMart sebagai basis yang memasarkannya.
Ini juga merupakan channeling. Dari hulu sampai ke hilir, kami bisa kami kerjakan. Kami sambungkan dari yang hulu sampai ke hilir.

Sumber dananya bisa kredit dari bank. Lagi pula, selama ini bisnis Bulog juga ditopang kredit. Kami masih dipercaya oleh bank karena punya aset. Intinya, BulogMart ini tampaknya seperti bisnis ritel, tapi sebenarnya bukan hanya ritel. Lebih besar dari itu. BulogMart adalah semacam distribution center.

Jadi, misalnya orang butuh minyak goreng atau butuh beras dalam jumlah besar atau grosir, mereka bisa membeli di BulogMart. Tentu saja, harganya memakai harga grosir. Pembelinya bisa koperasi, warung-warung di desa, bahkan konsumen end user. Semua masih tetap dengan harga grosir.

Saat ini, kami masih dalam tahap pembenahan, termasuk manajemen dan infrastruktur teknologinya. Ke depan, BulogMart ini bisa juga diakses dari internet. Produk-produk utamanya beras, gula, minyak goreng. Mungkin nanti ada juga kedelai, kopi, dan sebagainya.

Soal pasokan, barang bukan dari kami sendiri. Bisa juga kerja sama dengan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Contohnya, PT Perkebunan Nusantara di Jawa Tengah punya produk Kopi Banaran. Kalau ada Starbucks, kenapa BulogMart tidak bisa menyediakan kopi banaran?

Tapi, untuk sementara pengelolaan bisnis masih kami lakukan sendiri. Belum ada kesempatan kemitraan.
Untuk pemasok, iya. Kerja sama akan kami lakukan, entah dengan perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta. Siapa tahu, jika suatu saat ada orang jualan susu, kami akan terima. Pokoknya, produk-produknya nanti berupa kebutuhan pangan.

Bulog harus kuat
Di balik produk BulogMart ini sebenarnya ada nilai lebih lagi, yaitu penguatan Bulog sebagai stabilisator harga. Jika ada yang berniat mengarahkan beras ke arah liberalisasi, bisa jadi muncul pemain besar yang kemudian menguasai pasar.

Kebutuhan beras nasional dalam sebulan itu sekitar 2,6 juta ton. Dari jumlah itu, Bulog menjual hanya sekitar 10% atau 260.000 ton–300.000 ton. Sisanya, para pedagang.
Kalau Bulog tidak punya kekuatan atau tidak lebih kuat daripada pedagang besar, dia bisa mainkan harga. Makanya, Bulog harus lebih kuat. Menjual 10% dari kebutuhan itu sudah luar biasa. Kapasitas gudang Bulog itu sebesar 4 juta ton. Sekarang, isi gudang kami sekitar 2,3 juta ton lebih.

Kondisi sekarang, harusnya Bulog memang sudah kuat dan akan kuat lagi setelah Bulog Mart sukses karena menyambungkan dari hulu ke hilir. Ada dua strategi utama Bulog, yaitu sistem dorong tarik dan jaringan semut.

Pertama, sistem dorong tarik memanfaatkan sinergi dengan pemerintah daerah yang punya sekitar 40.000 penyuluh pertanian. Mereka akan mendorong petani untuk menjual hasil panen ke Bulog. Jadi, pemerintah daerah mendorong, Bulog menarik. Bayangkan, pegawai bulog di lapangan hanya sekitar 3.000 dari total pegawai Bulog yang hanya 4.700 orang. Padahal, Bulog harus menyebarkan raskin di 50.000 titik distribusi termasuk membeli beras dari hasil panen petani.

Kedua, jaringan semut. Saat ini, masih 15% mitra Bulog yang kecil-kecil. Ke depan, kami akan mengembangkan porsinya menjadi porsi ideal 50%–50% dengan mitra yang besar.
Oleh : Sutarto Alimoeso - Rabu, 04 Juli 2012
Sumber : KONTAN