Senin, 28 Januari 2013

Sejarah Bulog dan Perkembangannya

Kehadiran lembaga pangan telah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan.
Pada saat zaman Belanda, berdiri Voeding Middelen Fonds yang bertugas membeli,
menjual, dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa Jepang VMF dibekukan dan
muncul Nanyo Kohatsu Kaisa. Pada masa peralihan sesudah kemerdekaan RI, di
bawah Kementrian Perekonomian diubah menjadi Yayasan Urusan Bahan Makanan
(YUBM), sedangkan pelaksanaan pembelian padi dilakukan oleh Yayasan Badan
Pembelian Padi (YBPP).

Berdasarkan Peraturan Presiden No.3 Th 1964 dibentuk Dewan Bahan
Makanan (DBM), sejalan dengan itu, dibentuklah Badan Pelaksanaan Urusan Pangan
(BPUP) yang bertujuan mengurus bahan pangan, pengangkutan, dan pengolahannya,
menyimpan dan menyalurkannya menurut ketentuan dari Dewan Bahan Makanan.
Memasuki operasional bahan pokok kebutuhan hidup dilaksanakan oleh Komando
Logistik Nasional (kolognas), namun peranannya tidak era orde baru, penanganan
pengendalian Campur tangan pemerintah dalam komoditas beras diawali sejak Maret
1933 yaitu di zaman pemerintahan Belanda. Saat itu, untuk pertama kalinya
pemerintah Belanda mengatur kebijakan perberasan, yaitu dengan menghapus impor
beras secara bebas dan membatasi impor melalui sistem lisensi. Latar belakang ikut
campurnya pemerintah Belanda dalam perberasan waktu itu adalah karena terjadinya
fluktuasi harga beras yang cukup tajam (tahun 1919/1920) dan sempat merosot tajam
pada tahun 1930, sehingga petani mengalami kesulitan untuk membayar pajak.
Menjelang pecahnya Perang Dunia II, pemerintah Belanda memandang perlu untuk
secara resmi dan permanen mendirikan suatu lembaga pangan.

Pembentukan suatu Badan yang menangani bahan pangan pokok pada zaman
pemerintahan kolonial Belanda dengan dibentuknya Yayasan Bahan Pangan atau
Voeding Middelen Fonds (VMF) pada tanggal 25 April 1939, di bawah pembinaan
Departemen Ekonomi. Yayasan ini diberi tugas mengadakan pengadaan, penjualan
dan penyediaan bahan pangan. Selama masa pendudukan Jepang VMF dibubarkan
dan diganti Badan baru bernama Sangyobu-Nanyo Kohatsu Kaisa yang bertugas
melakukan pembelian padi dari petani dengan harga yang sangat rendah.

Pada awal kemerdekaan (1945 s/d 1950) didirikanlah dua organisasi untuk
menangani penyediaan dan distribusi pangan yaitu dalam wilayah Republik Indonesia
terdapat Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) yang kemudian menjadi
Kementerian Penyediaan Makanan Rakyat. Sedang dalam wilayah pendudukan
Belanda dihidupkan kembali Voeding Middelen Fonds (VMF).
Lembaga pangan ini banyak mengalami perubahan nama maupun fungsi.
Secara ringkas, perkembangannya sebagai berikut:

a.       Tahun 1939 didirikan VMF yang tugasnya membeli, menjual dan mengadakan  persediaan bahan makanan.
b.      Tahun 1942-1945 (zaman pendudukan Jepang) VMF dibekukan dan diganti dengan "Sangyobu Nanyo Kohatsu Kaisha".
c.       Tahun 1945-1950, terdapat 2 organisasi, yaitu: Di Daerah RI: Didirikan Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) dan pada Tahun 1947/48 dibentuk Kementrian Persediaan Makanan Rakyat sedang di daerah yang diduduki Belanda: VMF dihidupkan kembali dengan tugas seperti yang telah dijalankan di tahun 1939. 
d.      Tahun 1950 dibentuk Yayasan Bahan Makanan (BAMA) (1950-1952) yang tugasnya yaitu membeli, menjual dan mengadakan persediaan pangan.
e.      Tahun 1952 fungsi dari Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) (19521958) ini lebih banyak berhubungan dengan masalah distribusi/pemerataan pangan. Dalam periode ini mulailah dilaksanakan kebijaksanaan dan usaha stabilisasi harga beras melalui injeksi di pasaran.
f.        Tahun 1958 selain YUBM yang ditugaskan untuk impor didirikan pula YBPP (Yayasan Badan Pembelian Padi) (1958-1964) yang dibentuk didaerah-daerah dan bertugas untuk membeli padi. Dengan meningkatnya harga beras dan terjadinya tekanan-tekanan dari golongan penerima pendapatan tetap, maka pemerintah pada periode ini meninggalkan prinsip stabilisasi melalui mekanisme pasar dan beroientasi pada distribusi fisik.
g.       Tahun 1964 Yayasan Urusan Bahan Makanan dilebur menjadi BPUP (Badan Pelaksana Urusan Pangan) (1964-1966). Tugas badan ini mengurus persediaan bahan pangan di seluruh Indonesia.
h.      Tahun 1966 BPUP dilebur menjadi Kolognas (Komando Logistik Nasional) (1966-1967). Tugas Kolognas adalah mengendalikan operasional bahan-bahan pokok kebutuhan hidup. Kebijaksanaan dan tindakan yang diambil untuk menanggulangi kekurangan stok waktu itu adalah mencari beras luar negeri.
i.         Tahun 1967 KOLOGNAS dibubarkan, diganti dengan BULOG (Badan Urusan Logistik) (1967-1969) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 114/KEP, 1967. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 272/1967, BULOG dinyatakan sebagai "Single Purchasing Agency" dan Bank Indonesia ditunjuk sebagai Single Financing Agency (Inpres No. 1/1968).
j.        Pada tanggal 22 Januari 1969 (Reorganisasi BULOG) berdasarkan Keputusan Presiden No.11/1969, struktur organisasi BULOG diubah. Tugas BULOG yaitu membantu Pemerintah untuk menstabilkan harga pangan khususnya 9 bahan pokok. Tahun 1969 mulailah dibangun beberapa konsep dasar kebijaksanaan pangan yang erat kaitannya dengan pola pembangunan ekonomi nasional antara lain : konsep floor dan ceiling price, konsep bufferstock, dan sistem serta tatacara pengadaan, pengangkutan, penyimpanan dan penyaluran.  Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, status hukum BULOG adalah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berdasarkan Keppres RI No. 39 tahun 1978, dengan tugas membantu persediaan dalam rangka menjaga kestabilan harga bagi kepentingan petani maupun konsumen sesuai kebijaksanaan umum Pemerintah.

Penyempurnaan organisasi terus dilakukan. Melalui Keppres RI No. 50/1995 BULOG ditugaskan mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi global, tugas pokok BULOG dipersempit melalui Keppres No. 45 / 1997 tanggal 1 Nopember 1997 yaitu hanya mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras dan gula. Selang beberapa bulan, sesuai LOI tanggal 15 Januari 1998, BULOG hanya memonopoli beras saja. Liberalisasi beras mulai dilaksanakan sesuai Keppres RI no. 19/1998 tanggal 21 Januari 1998 dan tugas pokok BULOG hanya mengelola beras saja.

Tugas pokok BULOG diperbaharui kembali melalui Keppres no. 29/2000 tanggal 26 Pebruari 2000 yaitu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi, pengendalian harga beras dan usaha jasa logistik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas tersebut tidak berjalan lama karena mulai 23 Nopember 2000 keluar Keppres No. 166/2000 dimana tugas pokoknya melaksanakan tugas pemerintah bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keppres No. 103/2001 tanggal 13 September 2001 mengatur kembali tugas dan fungsi BULOG. Tugasnya melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan kedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Isyarat tentang perlunya perubahan bermula dari kesepakatan dengan IMF, saran dari hasil audit konsultan BULOG, pembebasan perdagangan beras internasional serta penghapusan kredit KLBI untuk BULOG. Area perubahan tersebut mencakup bidang operasional, pembiayaan, administrasi dan manajemen.

Dalam perjalanannya, BULOG mengalami berbagai proses transformasi,  semisal kelembagaan, dengan pembatasan kewenangan berkaitan dengan kegiatan operasional dan pengelolaan komoditi (hanya beras). Transformasi BULOG paling signifikan adalah akibat dari tekanan World Bank pada era liberalisasi, yang berakibat tereduksinya peran BULOG secara signifikan dalam menunjang keberhasilan subsistem distribusi pangan.
BULOG mempunyai beban untuk menjalankan fungsi komersial, ditengah fungsi sosial menjaga stabilisasi harga pangan. 32 Perubahan ekonomi global yang mengarah pada liberalisasi pasar, yang mengharuskan penghapusan non-tariff barrier seperti monopoli menjadi tariff barrier serta pembukaan pasar dalam negeri.  Dalam LOI yang  ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan IMF pada tahun 1998, secara khusus ditekankan perlunya perubahan status hukum BULOG agar menjadi lembaga akuntabel. Perubahan ekonomi global yang mengarah pada liberalisasi pasar
mengakibatkan perlunya perubahan status hukum BULOG agar menjadi lembaga
yang lebih efisien, transparan dan akuntabel.

Perubahan Pemerintah Indonesia melalui Pemilu 1999 dan tuntutan masyarakat akan reformasi, mengharuskan BULOG sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab di bidang ketahanan pangan nasional melakukan perubahan paradigma dan menempatkan diri pada suatu tatanan yang tepat.
Terwujudnya alam demokrasi yang legaliter, penegakan supremasi hukum, transparansi, bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme dan pemerintahan yang profesional dan bersih (professional and clean government), merupakan perubahan yang diharapkan dapat membawa kepada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Manajemen logistik Pangan yang awalnya merupakan pendekatan militer, berangsur-angsur berubah menjadi logistik pangan yang mempertimbangkan efisiensi dan biaya. Mula-mula sebagai lembaga logistik Lembaga Pemerintah Non Departemen yang rancu sehingga bentuk lembaga perlu dikoreksi. Kerancuan itu meliputi BULOG sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen tidak seharusnya mendapat fasilitas kredit bank (KLBI), dan berbeda dalam pertanggungjawaban keuangan, serta struktur organisasi. Sampai 1995, pegawai BULOG diperlakukan sebagai pegawai swasta, karena tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Biaya Negara. Pada 1993, waktu Kepala BULOG dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan, tanggung jawab BULOG diperluas yaitu sebagai koordinator pembangunan pangan dan peningkatan mutu gizi. Sejak krisis moneter 1997, peran dan tugas BULOG berubah secara drastis, seiring dengan komitmen Pemerintah dengan IMF yang tertuang dalam berbagai LOI. Di era reformasi yang dimulai sejak 1998, terjadi begitu banyak perubahan lingkungan strategis baik yang datangnya dari dalam negeri, maupun dari luar negeri serta tuntutan publik sehingga mendorong BULOG harus berubah secara menyeluruh.

Secara umum alasan perubahan dari sisi internal adalah :

a.       Perubahan kebijakan pangan pemerintah dan pemangkasan tugas dan fungsi BULOG sehingga hanya diperbolehkan menangani komoditas beras, penghapusan monopoli impor seperti yang tertuang dalam beberapa Keppres dan Surat Keputusan Mentri perindustrian dan perdagangan sejak tahun 1998. Keputusan Presiden Republik Indonesia terakhir tentang BULOG, yakni  Keppres RI No. 103 tahun 2001 menegaskan bahwa BULOG harus beralih status menjadi Badan Usaha Milik Negara selambat-lambatnya Mei 2003.
b.      Berlakunya beberapa Undang-Undang baru, khususnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli, dan UU No. 22 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah yang membatasi kewenangan Pemerintah Pusat dan dihapusnya instansi vertikal.
c.       Masyarakat luas menghendaki agar BULOG terbebas dari unsur-unsur yang bertentangan dengan tuntutan reformasi, bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme dan bebas dari pengaruh partai politik tertentu, sehingga BULOG mampu menjadi lembaga yang efisien, efektif, transparan dan mampu melayani kepentingan publik secara memuaskan.

Visi dan Misi Perum Bulog

1) Visi Perum Bulog
 “Menjadi lembaga pangan yang handal untuk memantapkan ketahanan pangan”
Artinya dengan visi tersebut Perum Bulog harus memiliki keunggulan daya saing,
baik dari segi kualitas komoditas, kualitas pelayanan, tingkat efisiensi maupun
efektivitas yang tinggi bila dibandingkan dengan institusi lainnya.

2) Misi Perum Bulog
a.       Menyelenggarakan tugas pelayanan publik untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan kebijakan pangan nasional.
b.      Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di bidang pangan secara erkelanjutan yang memberikan manfaat kepada perekonomian nasional.
c.       Menyelenggarakan kegiatan ekonomi dibidang pangan dan usaha lain secara berkelanjutan dan bermanfaat kepada stakeholders.
d.      Menjalankan usaha dalam bidang produksi, pemasaran dan jasa dibidang komoditi pangan guna mendukung program pengembangan hasil pertanian khususnya pangan dan bidang lainnya efisiensi dan kemampuan menghasilkan laba.

Di awal berdirinya pada 10 Mei 1967, lembaga tersebut sebagai penyedia dan
pendistribusi pangan bagi rakyat. Dengan kewenangan lebih luas plus stabilisasi
harga, menetapkan pemasok, dan menjaga ketahanan pangan, BULOG akhirnya
menjadi mesin uang. Posisinya sebagai lembaga yang langsung di bawah presiden
menjadikan BULOG bisa menikmati dana nonbujeter di luar anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN). Itu yang menyebabkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sulit menjamah BULOG. Wakil Presiden
(Wapres) M. Jusuf Kalla yang pernah menjabat kepala BULOG selama enam bulan
sebelum dipecat Presiden Abdurrahman Wahid menyebut jabatan kepala (direktur
utama) BULOG sebagai hot seat alias kursi panas.
Adanya keinginan luas yang menghendaki agar BULOG terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan pengaruh dari partai politik tertentu, sehingga BULOG mampu menjadi lembaga yang efisien, efektif, transparan dan mampu melayani kepentingan publik secara memuaskan. Lembaga Pemerintah Non Departemen dalam Pemerintahan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. Lembaga Pemerintah Non Departemen berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga Pemerintah Non Departemen mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BULOG saat LPND merupakan sebuah lembaga yang diciptakan khusus, baik dari bentuk usaha, jenis usaha dan pelaporan keuangannya.
Kedudukannya adalah sebagai sebuah lembaga pemerintah strategis yang sifatnya “otonom” dan berada di luar pengawasan departemen. Secara administratif BULOG berada di bawah koordinasi Sekretariat Negara sejak tahun 1973, tetapi dalam prakteknya, KaBULOG bertanggung jawab langsung kepada Presiden.  Hak istimewa BULOG ini mengakibatkannya mempunyai suatu kewenangan khusus  sehingga tidak tersentuh oleh peraturan pemerintah, dan terus terjadi hingga keluarnya Keppres No.103/2001. Jadi, BULOG menikmati masa istimewanya selama  28 tahun. Pada dasarnya, posisi istimewa BULOG disebabkan oleh tugas dan fungsinya yang penting, yakni menguasai hajat hidup rakyat banyak.

Pembentukan suatu STE oleh suatu negara, baik dalam bentuk State-owned
Enterprise (Badan Usaha Milik Negara) , perusahaan swasta atau dalam bentuk
lainnya dilakukan melalui pemberian hak istimewa oleh Pemerintah untuk orang atau
badan hukum tertentu .
Sejak tanggal 6 Desember 1993 Pemerintah melalui Perwakilan Tetap Republik
Indonesia di Jenewa telah melakukan notifikasi BULOG sehingga BULOG memperoleh status sebagai sole importer atau sole exporter yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk melaksanakan monopoli impor/ekspor terhadap komoditaskomoditas pertanian tertentusesuai dengan penggarisan kebijakan pangan oleh Pemerintah.
Segala persyaratan Pasal II ayat (4) jo. Pasal XVII telah dipenuhi oleh BULOG. Dengan demikian, BULOG memperoleh pengakuan dunia internasional untuk dapat tetap melaksanakan kegiatannya dalam rangka melaksanakan kegiatannya dalam rangka melaksanakan tugas pokok Pemerintah dalam bidang pangan. Dengan notifikasi status BULOG, maka hanya BULOG lah yang boleh melaksanakan impor atau ekspor yang menyangkut komoditas beras, tepung terigu, gandum, kedele, gula pasir dan karung goni tanpa harus terikat secara mutlak dengan ketentuan tarifikasi.
Meskipun memegang monopoli impor/ekspor untuk komoditas tertentu, kegiatan operasional BULOG harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu:
         i.            harus memberi perlakuan yang sama terhadap seluruh mitra dagang (non diskriminasi)
       ii.            kegiatan impor/ekspor harus dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan komersial yang meliputi harga, kualitas, ketersediaan, biaya transpor, dan lain-lain (commercial considerations)
      iii.            efek monopoli terhadap harga domestik tidak boleh melebihi schedules of commitmens
     iv.            kegiatannya harus transparan sehingga senantiasa dapat diikuti dan dievaluasi oleh Komite Kerja dan mitra dagang lainnya. Kegiatan BULOG harus memenuhi keempat syarat tarsebut diatas.

Munculnya pemikiran untuk memisahkan Bulog sebagai badan yang berstatus Lembaga Pemerintah Non Departemen menjadi badan yang berorientasi bisnis terus mendapat respond dan pengkajian yang mendalam. Sebagai lembaga pangan yang berstatus Lembaga Pemerintah Non Departemen, Bulog memang memiliki kekhususan antara lain sumber pendanaannya berasal dari Kredit Lembaga Bank Indonesia  bukan dari anggaran pembangunan.  Sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen, status kepegawaian karyawannya pun harus disesuaikan dengan peraturan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh karena itu berbagai alasan yang melatarbelakangi mengapa Bulog harus berbentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen, mengapa pegawai Bulog harus Pegawai Negeri Sipil dan mengapa pembiayaan Bulog patut dicermati dengan seksama.

Bulog didirikan sejak awal sebagai lembaga Pemerintah yang bertanggung  jawab dalam stabilisasi harga bahan pangan pokok melalui penguasaan stok pangan nasional. Pendirian Bulog terkait dengan sejarah lembaga pangan sebelumnya, dari Kementrian Bahan Makanan, Yayasan Urusan Bahan Makanan sampai dengan Komando Logistik Nasional. Kehadiran lembaga pangan yang berkedudukan sebagai lembaga Pemerintah non-departemen diperlukan karena kegiatan Bulog memerlukan koordinasi dengan instanti Pemerintah lainnya. Oleh karena itu kedudukan sebagai lembaga Pemerintah yang sejajar dengan instansi Pemerintah lainnya diperlukan. Di samping itu di masa lalu bentuk khusus ini dipilih karena memiliki fleksibilitas dalam pengambilan keputusan, mengingat tugas stabilisasi harga harus cepat dan dapat segera melaporkan hasil operasinya kepada pimpinan nasional.

Bulog melakukan usaha sesuai tugasnya sebagai lembaga yang menjamin stabilisasi haga sehingga perlu melakukan pembelian dan penyaluran ke pasar serta kegiatan pendukung lainnya. Dengan demikian operasi Bulog tidak dapat disamakan dengan Badan Usaha Milik Negara karena sebenarnya tugas utamanya adalah tugas administrasi Pemerintah dan administrasi pembangunan di bidang stabilisasi harga pangan. Pelaksanaan kegiatan Bulog tidak selalu berwujud operasi langsung, tetapi juga sering dalam bentuk koordinasi yang bertujuan menjamin kelancaran arus penyediaan barang yang dapat memelihara kestabilan harga. Di masa-masa mendatang dengan semakin baiknya mekanisme pasar, maka tugas Bulog untuk menjalankan aministrasi pemerintahan dan hal yang mengalami hambatan.

Ditinjau dari segi pembiayaan sebenarnya sistem kredit yang sekarang ini diberlakukan karena ketika Bulog lahir keuangan negara belum belum mampu mendukung tuntutan operasi lembaga itu. Di masa lalu lembaga lembaga pangan juga dibiayai melalui mekanisme anggaran Pemerintah. Sistem pembiayaan melalui kredit yang diberlakukan kepada Bulog dengan jaminan pemerintah pada dasarnya merupakan model baru pembiayaan lembaga pangan yang akhirnya diakui sebagai model lembaga pangan yang efisien (pengakuan tersebut antara lain oleh sejumlah ahli organisasi pangan internasional. Bulog harus beroperasi di negara kepulauan yang sangat luas dimana mekanisme pasar belum mampu menjamin penyediaan pangan secara merata dan dalam pelaksanaan kegiatannya Bulog tidak semata-mata menekankan pada usaha niaga. Dalam keadaan semacam itu bentuk Badan Usaha Milik Negara bagi Bulog yang penilaiannya didasarkan pada RLS (rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas) semata dapat menghambat pencapaian misinya. Apalagi bila dikaitkan dengan tugas pengamanan menghadapi bencana alam dan penyediaan pangan di daerah terpencil seperti perbatasan timur Irian jaya dan lain-lain.

Bentuk BUMN untuk Bulog yang organisasinya sudah sangat besar yang mungkin lebih besar dari seluruh BUMN perdagangan akan membuat Bulog kurang efektif dalam melaksanakan tugas mengamankan stabilisasi harga, terutama di daerah perdesaan yang didalamnya terlibat jutaan petani. Dengan hadirnya lembaga Menteri  Negara urusan Pangan yang memerlkan aparat sampai ke daerah justru menempatkan Bulog pada posisi yang sangat penting. Status Bulog sebagai BUMN akan menyulitkan dalam pembinaan ketahanan pangan masyarakat yang menjadi salah satu tugas Menteri Pangan. Dengan berbagai pertimbangan tersebut status Bulog sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen akan semakin diperlukan.

Sebenarnya perlu dikaji secara mendalam dan dipertimbangkan pemisahan Bulog sebagai LPND dan BUMN Pangan yang berada di bawah pembinaan langsung Bulog. Kedudukan Menpangan sebagai Kepala Bulog akan mempermudah dan mempekuat jaringan kelembagaan pangan dan kompatibel dengan tantangan yang semakin berkembang.
Dalam rangka pengelolaan usaha logistik pangan pokok nasional secara
mandiri, baik yang bersifat pelayanan masyarakat maupun bersifat komersial, dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 yang berlaku sejak tanggal 20 Januari
2003, didirikan Perusahaan Umum Bulog (PERUM BULOG ).
Sehubungan dengan adanya tuntutan untuk melakukan perubahan,  BULOG telah melakukan berbagai kajian-kajian baik oleh intern BULOG maupun pihak ekstern  
seperti :

1.       Tim intern BULOG pada tahun 1998 telah mengkaji ulang peran BULOG sekarang dan perubahan lembaganya di masa mendatang. Hal ini dilanjutkan dengan kegiatan sarasehan pada bulan Januari 2000 yang melibatkan BULOG dan Dolog selindo dalam rangka menetapkan arahan untuk penyesuaian tugas dan fungsi yang kemudian disebut sebagai "Paradigma Baru BULOG".
2.       Kajian ahli dari Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1999 yang menganalisa berbagai bentuk badan hukum yang dapat dipilih oleh BULOG, yakni LPND seperti sekarang, atau berubah menjadi Persero, Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Perjan atau Perum. Hasil kajian tersebut menyarankan agar BULOG memilih Perum sebagai bentuk badan hukum untuk menjalankan dua fungsi bersamaan, yaitu fungsi publik dan komersial.
3.       Kajian auditor internasional Arthur Andersen pada tahun 1999 yang telah mengaudit tingkat efisiensi operasional BULOG. Secara khusus, BULOG disarankan agar menyempurnakan struktur organisasi, dan memperbaiki kebijakan internal, sistim, proses dan pengawasan sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan memperkecil terjadinya Kolusi Korupsi Nepotisme di masa mendatang.
4.       Kajian bersama dengan Bernas Malaysia pada tahun 2000 untuk melihat berbagai perubahan yang dilakukan oleh Malaysia dan merancang kemungkinan penerapannya di Indonesia.
5.       Kajian konsultan internasional Price Waterhouse Coopers (PWC) pada tahun 2001 yang telah menyusun perencanaan korporasi termasuk perumusan visi dan misi serta strategi BULOG, menganalisa core business dan tahapan transformasi lembaga BULOG untuk berubah menjadi lembaga Perum.
6.       Dukungan politik yang cukup kuat dari anggota DPR RI, khususnya Komisi III dalam berbagai hearing antara BULOG dengan Komisi III DPR RI selama periode 2000-2002.

Berdasarkan hasil kajian, ketentuan dan dukungan politik DPR RI, disimpulkan bahwa status hukum yang paling sesuai bagi BULOG adalah PERUM (Perusahaan Umum).
Perubahan organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponenkomponen
organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi.
Mengingat begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak cepat
sudah saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan
menghadapkan organisasi pada proses kemunduran. Akan tetapi perlu diingat bahwa
tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga perlu diupayakan agar perubahan tersebut diarahkan kearah yang lebih baik
dibandingkan dengan kondisi yang sebelumnya.  Berubahnya menjadi Perum, BULOG tetap dapat melaksanakan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam pengamanan harga dasar pembelian gabah, pendistribusian beras untuk masyarakat miskin yang rawan pangan, pemupukan stok nasional untuk berbagai keperluan publik menghadapi keadaan darurat dan kepentingan publik lainnya dalam upaya mengendalikan gejolak harga. Di samping itu, BULOG dapat memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi.

Dengan kondisi ini gerak lembaga BULOG akan lebih fleksibel dan hasil dari aktivitas usahanya sebagian dapat digunakan untuk mendukung tugas publik, mengingat semakin terbatasnya dana pemerintah di masa mendatang. Dengan kondisi tersebut diharapkan perubahan status BULOG menjadi Perum dapat lebih menambah manfaat kepada masyarakat luas.

Secara umum sasaran perubahan Lembaga BULOG menjadi Perusahaan
Umum terutama adalah:

Pertama; tetap dapat melaksanakan tugas publik yang dibebankan.

Kedua; dapat juga melaksanakan fungsi bisnis yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi. Ruang gerak lembaga akan lebih fleksibel, misalnya, dengan merancang berbagai kerjasama operasional (joint venture)/penyertaan modal dalam badan usaha lain.

Ketiga; hasil dari aktivitas bisnis sebagiannya dapat mendukung tugas publik.
Hal ini tentu akan berdampak positif terhadap dana Pemerintah, mengingat semakin
terbatasnya dana Pemerintah di masa mendatang, sehingga lembaga baru ini dapat
berperan untuk membantu dan meringankan beban Pemerintah.

Keempat; di samping itu, Bulog dapat memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaedah transparansi.
Dengan kondisi ini gerak lembaga BULOG akan lebih fleksibel dan hasil dari aktivitas usaha sebagian dapat digunakan untuk mendukung tugas publik.
Kelima; reward and punishment (penghargaan dan hukuman) akan lebih mudah diterapkan, sehingga akan menumbuhkembangkan insentif buat pegawai untuk bekerja secara professional.

Keenam; optimalisasi pemanfaatan semua aset yang kini dikuasai termasuk di dalamnya SDM. Sejak 1998 pemanfaatan aset dan SDM menjadi kurang optimal (idle capacity), karena terkendala oleh berbagai peraturan operasional dan pendanaan yang melekat di LPND.

Secara hukum, BUMN yang berbentuk PT dengan sendirinya juga harus tunduk pada UU No.40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Di sana sudah diatur tentang prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Namun, bagi perusahaan yang berbentuk Perum, maka UU PT tidak sepenuhnya bisa diacu, karena mereka memiliki tugas tambahan melayani kepentingan masyarakat.
Meskipun begitu, pinsip-prinsip GCG sebagaimana tertuang dalam UU PT tetap relevan untuk diterapkan. Dengan kata lain, dalam rangka membangun “Good Governance”, BUMN bisa mengacu pada prinsip-prinsip yang sama dengan sektor swasta. Persoalan berikutnya adalah membangun sistem, struktur dan kultur yang sebanding (compatible) dengan sektor swasta, dalam rangka mencapai kinerja dan daya saing yang memadai.
Penerapan protokol Good Governance diharapkan mampu mendukung usaha keterbukaan dan ketersediaan informasi yang pada gilirannya akan mendukung pengambilan keputusan yang beorientasi pada efisiensi biaya, produktifitas dan penciptaan nilai (value creation).
Dengan begitu, apapun pilihan kebijakan yang akan ditempuh, akan memberi nilai tambah yang berarti, dan bukan justru memunculkan masalah baru.
Governance yang baik merupakan sebuah prasyarat kelembagaan, terhadap pilihan
kebijakan apapun yang akan diambil.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN No. Kep-117/MMBU/2002, GCG merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Corporate Governance merupakan suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya, resiko secara lebih efisien dan efektif dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham maupun stakeholder lainnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 yang berlaku sejak sejak tanggal 20 Januari 2003 yang merupakan Pedoman Pendirian Perusahaan Umum Bulog, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usaha pangan pokok dan usaha lainnya yang sifatnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perusahaan. Dalam rangka mencapai  maksud dan tujuan Perusahaan dengan persetujuan Mentri Keuangan, Perusahaan dapat melakukan kerjasama usaha atau patungan (joint Venture) dengan badan usaha lain dan dapat juga melakukan penyertaan modal dalam usaha, dengan melakukan kegiatan komersial dengan melakukan Perjanjian Kerjasama dalam bidang usaha tertentu yang dapat memberikan hasil maksimal bagi perusahaan khususnya ditinjau dari sisi nilai tambah ekonomi.

Jumat, 25 Januari 2013

Manfaat Sedekah di Dunia dan Akhirat



Sedekah yang dikeluarkan, baik banyak maupun sedikit akan mendapatkan ganjaran mulia baik ketika di dunia lebih-lebih di akhirat. 

Manfaatnya di dunia antara lain.

Pertama,Membersihkan harta. Rasul bersabda, “Lindungi harta kamu dengan zakat, obati sakitmu dengan sedekah, dan hadapi gelombang hidup dengan tawadhu kepada Allah  dan doa.“ (Al Baihaqi). 

Kedua, Membersihkan-badan.“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka“ (Taubah 103). 

Ketiga, Menolak bencana dan penyakit. Rasul bersabda “Obatilah orang sakit di antara kalian dengan bersedekah.“ (HR.Baihaqi).
Hadist lain, Rasul menegaskan “Sedekah akan menutup tujuh puluh pintu keburukan“ (HR.Thabrani ). Tutur Ibnul Qayyim, “Sedekah mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam menolak bencana, meskipun berasal dari orang yang suka berbuat maksiat atau kezaliman, bahkan dari seorang kafir sekalipun. Hal ini diketahui oleh semua orang. Mereka semua mengakuinya karena telah mencobanya.“

Keempat, Memberikan kegembiraan kepada orang-orang miskin dan meringankan kesusahan mereka. Rasul bersabda “Amal yang paling disukai Allah ialah kegembiraan yang engkau masukkan dalam hati seorang Muslim, menghilangkan kesusahannya, melunasi utangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku untuk suatu hajat lebih aku sukai daripada  beriktikaf di masjid ini selama sebulan.“ Sebagian ulama menyatakan, “Sedekah merupakan sarana pendekatan diri kepada Allah Ta’ala yang paling utama. Sedekah lebih utama daripada jihad, terlebih bersedekah di saat paceklik melanda,apalagi bersedekah kepada keluarga dan kerabat. Sedekah juga lebih utama daripada haji, karena haji bersifat individual, sedangkaan sedekah bersifat sosial.” 

Kelima, Mendatangkan keberkahan harta dan kelapangan rezeki. “Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya.“ (Saba 39). 

Keenam, Mengundang rezeki. Setiap pagi  malaikat berdoa,  “Ya Allah berikan ganti kepada orang yang berinfak.“  Rasul bersabda “Undanglah rezeki kalian dengan bersedekah.“ Nabi memberi nasehat kepada Bilal, salah seorang sahabat yang tergolong miskin. “Nafkahkanlah, wahai Bilal, dan jangan takut dikurangi oleh Penguasa Arsy“ (HR.Al Bazzar). “Nafkahkanlah, maka Allah memberi nafkah kepadamu“ (HR.Thabrani). Juga dalam hadis lain Rasul menerangkan, “Sedekah tidak mengurangi harta. Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba dengan ampunan, melainkan  kemuliaan. Dan tidaklah seseorang bertawadhu karena Allah, melainkan Dia meninggikan derajatnya“ (HR.Muslim).

Ketujuh, Menjadi orang yang beruntung. Allah berfirman “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,mereka itulah orang-orang yang beruntung“ (Al Hasyr 9). Rassul SAW bersabda “Memberi sedekah, menganjurkan kebaikan, berbaktti kepada orang tua, dan silaturrahmi dapat mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan,menambah berkah umur, dan menolak kejahatan“ (HR.Abu Na’im). 

Kedelapan, Menolak kematian yang buruk. asul bersabda “ Sedekah itu dapat meredam murka Rabb dan menolak kematian yang buruk(HR.Tirmizi).

Manfaatnya di akhirat,antara lain. 

Pertama, Meringankan hisab. 

Kedua, Memberatkan timbangan kebaikan (Simak Al Hadid 18 dan al Baqarah 261). 

Ketiga, Menjadi naungan bagi orang yang melakukannya dari dahsyatnya panas hari kiamat. Rasul bersabda “Setiap orang berada dalam naungan sedekahnya hingga diputuskan perkara diantara manusia.” “Naungan Mukmin pada hari Kiamat adalah sedekahnya,“ kilah Putra Luqman al Hakim. “

Keempat, Dimudahkaan melewati ash-shirath. 

Kelima,  Menaikkan derajat di surga. 

Keenam, Menghapuskan dosa dan kesalahan. Rasul SAW bersabda, “Puasa adalah perisai, dan sedekah itu memadamkan kesalahan seperti air memadamkan api.” Nasehat Luqman al Hakim kepada anaknya, ”Jika engkau melakukan suatu kesalahan, maka bersedekahlah“

Ketujuh, Memadamkan murka Rabb. Rasul bersabda, “Sedekah secara diam-diam dapat meredam murka Rabb.“ Imam Zainal Abidin RA berkata, “Sedekah di malam hari akan memadamkan murka Rabb.“ Adi bin Hatim RA, ia berkata, ‘Aku mendengar Nabi SAW  bersabda “Barang siapa diantara kalian mampu berlindung dari neraka walau hanya dengan separoh kurma, maka hendaklah ia melakukannya (bersedekah)“ (HR. Muslim). Rasul SAW  berpesan pada kaum wanita, “Wahai kaum wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristighfar karena aku melihat kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka“ (HR.Bukhari dan Muslim).

Kedelapan, Salah satu amal yang bisa mendatangkan manfaat setelah seseorang meninggal. Rasul SAW bersabda,  “Jika anak Adam mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang senantiasa mendoakannya.“ (HR.Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi). 

Kesembilan, Mendapat pujian dari Allah. 

Kesepuluh, Mendapat rahmat Allah. Allah berfirman “Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat kebaikan.“ Wallahualam. **

Memangkas Gurita Importir Pangan

Gurita importir pangan kian menenggelamkan potensi Indonesia yang seharusnya menjadi pemasok pangan dunia. Komite Ekonomi Nasional (KEN) — yang sebagian besar anggotanya adalah para pengusaha dan ekonom—pun geram dan mengadukan kondisi buruk ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kartel itu tak hanya menimbulkan kerusakan dahsyat bagi pertanian nasional dan merugikan petani. Industri pengolahan hingga ekonomi secara umum juga sangat dirugikan. Alih-alih memberi makan dunia (feed the world), impor pangan justru kian melonjak. Indonesia sebagai negara agraris makin terperangkap dalam ketergantungan pada pangan impor. Mulai dari beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu, hingga daging, Indonesia mengimpor pangan besar-besaran.

Pada 2008, impor pangan masih sekitar US$ 5 miliar. Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tahun 2011 impor tujuh komoditas pangan itu sudah mencapai 17,6 juta ton, senilai US$ 9,4 miliar atau sekitar Rp 90 triliun. Defisit pangan pun menembus 17,35 juta ton, senilai US$ 9,24 miliar, dengan ekspor hanya 250 ribu ton senilai US$ 150 juta.

Jika keuntungan yang diraup importir 10% saja, ini berarti kartel pangan setidaknya mempertebal kocek Rp 9 triliun tiap tahun. Jumlah itu membuat segelintir importir terus ketagihan dan mampu menggoda para pengambil keputusan negeri ini. Ada sejumlah nama, seperti trio PT Teluk Intan (PT Gerbang Cahaya Utama), PT Sungai Budi, dan PT Cargill yang ditengarai menguasai impor kedelai. Ada pula empat produsen gula rafinasi terbesar yang menguasai pangsa pasar 65%.

Kekuatan oligopoli yang beroperasi sebagai kartel ini telah mendikte pasar dalam negeri. Pasar menjadi tidak efisien, sehingga harga gampang dikerek tinggi. Ini tentu saja sangat memberatkan masyarakat umum maupun industri pengolahan. Petani lokal pun terpuruk dipermainkan kekuatan modal besar.

Memang secara hukum keberadaan kartel ini sulit dibuktikan. Namun, nyata-nyata masyarakat dan usaha kecil menengah (UKM) kian tercekik. Jika harga gula pada 2009 masih sekitar Rp 6.300 per kilogram (kg), harga kemudian terus naik. Saat ini, harga sudah dua kali lipat lebih, menembus Rp 13.000 per kg. Selain beras, harga kedelai dan daging sapi terus naik. Para perajin tahu tempe dan pedagang bakso pun banyak yang gulung tikar.

Tak bisa ditawar lagi, pemerintah harus segera memecah kekuatan oligopoli komoditas pangan. Pemerintah harus menciptakan iklim persaingan yang sehat dan memperkuat institusi pengawas persaingan. Pemerintah harus memberi insentif dan membangun infrastruktur pertanian, guna mendorong petani dan investor bermitra untuk mendongkrak produksi pangan. Kemitraan ini bisa mencontoh skema inti-plasma perkebunan sawit yang saling menguntungkan.

Pengembangan sentra produksi seperti beras, gula, kedelai, dan peternakan sapi harus disegerakan. Selain mendukung pendanaan yang dibutuhkan, pemerintah pusat dan daerah harus kompak untuk menyediakan lahan yang dibutuhkan. Misalnya untuk gula, lahan tambahan yang dibutuhkan hanya 300.000 hektare, namun ini tak kunjung tersedia hingga investor mundur teratur.

Pemerintah juga harus membangun pusat lelang komoditas di sentra-sentra produksi, sehingga petani mendapatkan tambahan keuntungan yang selama ini dimakan tengkulak. Petani pun akan terdorong untuk meningkatkan kualitas dan produksi. Impor pangan juga harus dikendalikan secara tepat waktu dan tepat jumlah.

Dengan demikian, petani yang tengah panen tidak makin terpukul. Untuk menjaga kepentingan konsumen dan petani secara seimbang, pemerintah juga harus turun tangan dengan menerjunkan langsung Perum Bulog. Dengan pengalaman dan sumber daya besar, BUMN logistik pangan ini sudah siap menjadi stabilisator, tak hanya beras, tapi juga komoditas pangan yang lain.

Nah, kini tinggal ketegasan pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan presiden (perpres) untuk merevitalisasi Bulog. Payung hukum yang kuat ini diperlukan guna menebas kartel yang menggurita di negeri ini, yang melibatkan para politisi hingga pejabat tinggi.

http://www.investor.co.id/tajuk/memangkas-gurita-importir-pangan/53083

Politisasi HPP Beras

TAHUN 2014 makin dekat, meski kita baru memasuki 2013. Jauh sebelumnya, banyak pihak menyiapkan segalanya  menyongsong tahun Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014. Publik sangat faham bahwa segala sesuatu yang dilakukan aktor politik pada tingkat manapun akan semakin intensif digarap menurut skenario suksesnya dalam kontes paling akbar bagi kemenangan kelompok politiknya. Karena, semuanya mau menang.
Jargon semua mau menang memang sering menyesatkan. Segala program pembangunan dan kebijakan dalam kewenangan setiap kelompok, pasti disusun berdasarkan skenario pemenangan pemilu, tetapi senantiasa dibungkus bumbu politik kesejahteraan populis. Realitasnya, mendekati hari H, sungguh semakin tidak jelas apakah proyek, program dan kebijakan pembangunan itu politik kesejahteraan atau politik citra semata.
Ketidakjelasan nyaris nampak di seluruh urusan pembangunan, termasuk kebijakan Pemerintah tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk beras dan gabah petani. Tidak seperti yang terjadi pada setiap akhir tahun beberapa waktu terakhir yang selalu diwarnai pembahasan tentang kenaikan HPP sebagai penyesuaian harga bagi kesejahteraan petani. Akhir 2012 justru diwarnai penegasan pemerintah bahwa HPP 2013 tidak dinaikkan. Alasannya? HPP RI sudah tertinggi se Asia Tenggara.
Tidak naik, artinya Inpres 3/2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah tetap berlaku. Berdasarkan Inpres yang mulai berlaku 27 Februari 2012, HPP beras adalah Rp 6.600 per kilogram dan HPP  Gabah Kering Panen (GKP), Rp 3300 dan Rp 3350 per kilogram pada tingkat petani dan penggilingan. Sementara HPP  Gabah Kering Giling (GKG) Rp 4150 dan Rp 4200 per kilogram untuk tingkat penggilingan dan gudang Bulog. Semua itu terkait dengan kualitas medium.
Ada beberapa kejanggalan dari keputusan tentang HPP yang tahun 2013 tidak naik ini. Pertama, tidak naiknya HPP berarti selama 2013 petani dipaksa menerima HPP yang nominalnya sama dengan HPP 27 Februari 2012. Kedua, berbasis catatan makroekonomi bahwa inflasi RI mencapai 6% -7%  per tahun, maka HPP beras yang Rp 6.600 per kilogram, sudah pasti memiliki nilai riel yang merosot.
Ketiga, bukankah ini menimbulkan pertanyaan: bahwa komoditas lain boleh naik harganya dan inflationary, tetapi harga beras tidak boleh naik selama dua tahun? Memangnya beras pengaman inflasi? Keempat, mengingat petani beras adalah konstituen terbesar Pemilu 2014, sungguh tidak bisa dipahami bahwa mereka harus berkorban menerima nasib berasnya makin murah, dalam nilai riel. Bukankah ini sebuah kezaliman pembangunan nasional, justru bagi mayoritas warga?
Kelima, alasannya HPP beras Indonesia sudah tertinggi se Asia Tenggara. Ini keputusan sangat sembrana dalam urusan berbangsa. Satu sisi, harga komoditas strategis teramat terkait dengan kebijakan moneter-fiskal-tataniaga negara masing-masing. Sehingga kalkulasinya tidak bisa sekedar kalkulasi finansial belaka, seperti alasan bahwa Indonesia tertinggi. Kita harus berani berhitung tentang derajat proteksi efektif, termasuk mengukur pengaruh kebijakan moneter, fiskal dan tataniaga tiap negara yang dirujuk dalam hal ini.
Pada sisi lain, nilai sebuah komoditas sangatlah tergantung pada kepentingan politik dan strategis setiap negara. Bagi RI, sungguh tidak cerdas ketika menilai beras sekadar dari tinjauan finansial belaka, dengan mengatakannya lebih tinggi atau lebih murah. Karena, sebutir beras senantiasa memiliki makna politik, makna sosial, berurusan dengan keadilan dan kedaulatan lokal, dan bahkan bermakna spiritual. Adalah kebodohan besar memaknai beras sebagai komoditas ekonomis, apalagi finansial semata.
Uraian singkat yang disampaikan jelas sekali membuktikan bahwa urusan HPP ini sudah terjebak politisasi 2014, mempermainkan isu kesejahteraan rakyat tani, meski senyatanya kepentingan citra lebih menonjol. Sama sekali tidak masuk akal ketika HPP yang sudah berusia satu tahun tidak akan diubah pada tahun 2013. Tidak masuk akal karena mencederai mayoritas pemilik contrengan RI. Ini hanyalah permainan politik murahan?
Politisasi HPP dalam hal ini nampaknya angon wajah. Kapan waktu naik yang tepat sekaligus memunculkan ‘pahlawan’, mendongkrak citra politik. Untuk membuktikan, mari kita amati panggung politik. Kita saksikan sampai kapan HPP tidak naik menghadapi hari H, 2014? Memangnya nggak butuh contrengan petani?
(M Maksum Machfoedz, Guru Besar TIP-FTP UGM, Ketua PB NU)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/1699/politisasi-hpp-beras.kr

Sabtu, 19 Januari 2013

Lembaga Pangan Harus Efektif

UU Pangan | DPR Usulkan Dibentuknya Kementerian Pangan/Bulog
 
Pemerintah sebagai pemegang amanah UU Pangan No 18 Tahun 2012 perlu memperjelas status kelembagaan pangan, termasuk kewenangan soal urusan pangannya. Posisi regulator dan operator pangan juga harus jelas.

"Pemerintah harus menjelaskan status lembaga pangan baru, apakah setara kementerian atau hanya seperti komisi yang sekarang jumlahnya banyak tetapi kinerjanya tidak efektif,"kata pengamat ekonomi pertanian, Khudori, Jumat (18/1).

Menurut Khudori, sekarang bola ada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan kebijakannya akan menentukan seberapa kuat kewenangan lembaga pangan tersebut. Saat ini, lembaga yang mengurus pangan tersebar mulai dari Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Bulog, Dewan Ketahanan Pangan, hingga kementerian teknis yang jumlahnya mencapai 17 unit.

Meskipun pengelola pangan cukup banyak, koordinasinya lemah. Akibatnya, kata Khudori, manajemen pangan menjadi tidak jelas. Bahkan persoalan-persoalan krusial terkait pangan harus termentahkan di level koordinasi.

"Maunya pemerintah seperti apa? Itu harus dijelaskan. Memang ada tenggat tiga tahun, tetapi harus sudah dijelaskan regulatornya siapa dan apakah Bulog tetap menjadi operator. Presiden harus mulai memaparkan kelembagaan dan kewenangan pengelolaan pangan itu karena sekarang masyarakat, termasuk DPR, posisinya juga menunggu,"ungkap dia.

Khudori mengakui Presiden memiliki kewenangan untuk memutuskan soal kelembagaan itu, tetapi perlu diperjelas apakah level lembaga itu setingkat menteri atau hanya lembaga/komisi yang tidak memiliki kemampuan koordinasi.
Jadi, kata Khudori, harus sudah jelas siapa pemegang kewenangan sebagai penentu kebijakan pangan, termasuk regulator pangan, dan siapa yang menjadi operatornya. Hal itu nantinya terkait dengan kewenangan pengelolaan pangan dari pusat hingga daerah.

"Badan otorita pangan itu seharusnya kuat dalam pengelolaan pangan, sebagai penentu kebijakan pangan sekaligus regulator, sedangkan operator bisa jadi menunjuk BUMN seperti Bulog sebagai operatornya,"ungkap dia.

Lebih lanjut, Khudori mengatakan kewenangan soal pangan bisa dijadikan sentralistis. Artinya, pemerintah pusat masih memiliki kekuatan untuk mengatur pangan hingga daerah. Pasalnya, saat ini, pemerintah daerah, sesuai UU No 34, memiliki kewenangan yang besar terkait dengan otonomi. Pemerintah pusat saat ini hanya memiliki lima kewenangan untuk mengatur, yakni agama, pertahanan keamanan, hukum, moneter, dan fiskal.

Padahal pangan menjadi sangat strategis dan menyangkut hajat hidup mayoritas masyarakat. Jadi jangan sampai jika diserahkan ke pemda dan masing-masing berpegang pada otonomi daerah, distribusi pangan bisa terkendala.
"Pusat harus masih mengendalikan soal stok pangan, distribusi, hingga ekspor dan impor walaupun nanti tetap diterjemahkan hingga ke daerah,"ujar dia.

Cek Kosong
Sementara itu, Ketua Panja UU Pangan, yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, mengatakan awalnya mayoritas fraksi di Komisi IV DPR mengusulkan peleburan lembaga. Badan Ketahanan Pangan (BKP) menjadi regulator pangan, dan Bulog sebagai operatornya. Akan tetapi, usulan tersebut ditolak pemerintah.

Herman menyebutkan dua lembaga itu awalnya mau langsung disatukan dalam UU Pangan tersebut. Namun, di UU Kementerian Aparatur Negara, ada aturan yang menyebutkan tentang ketentuan dan syarat penambahan lembaga baru. Akibat kendala itu, usulan tersebut tidak masuk UU Pangan.

Padahal jika usulan tersebut dipenuhi, bisa terbentuk Kementerian Pangan/Bulog yang merupakan peleburan dua lembaga pengelola pangan itu. Tetapi karena ditolak pemerintah, UU Pangan hanya memberikan cek kosong dan menyerahkan soal pembentukan lembaga tersebut kepada Presiden.

"Kita akan kawal kelembagaan pangan itu karena pangan itu urusan penting yang harus diprioritaskan. Akan tetapi, pangan masih di posisi pemerintah di peringkat kelima dalam pembangunan, jauh di bawah urusan reformasi birokrasi dan pendidikan,"imbuh dia.

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/110601