Rabu, 31 Desember 2014

Biar Terlihat Kerja dan Kerja Pemerintah Terkesan Memaksakan Diri Ubah Kebijakan BBM Subsidi

Biar terlihat kerja dan kerja, pemerintah terkesan memaksakan diri mengubah strategi kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

“Rencana kebijakan pemerintah soal subsidi BBM yang muncul di media terlihat sangat belum siap. Belum dikaji secara matang,” jelas Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, Selasa (30/12).

Yang memprihatinkan lagi, ia mengungkap belum dikaji secara komprehensif, pemerintah sudah mengambil arah kebijakan secara gegabah.

Mengeluarkan Premium dari jenis BBM Tertentu dan melepaskan ke mekanisme pasar seperti Pertamax dan Pertamax Plus.

Sedangkan Solar dan minyak tanah masih masih disubsidi, namun kemungkinan akan dilakukan dengan subsidi tetap. Tidak lebih dari Rp1.000/liter.

Memberlakukan subsidi tetap di tengah harga minyak turun seperti beberapa bulan ini, menurutnya, memang menguntungkan masyarakat,

Namun ketika harga minyak kembali melambung ke posisi diatas 90 dolar AS/barel. Ditambah melemahnya rupiah, ia yakin masyarakat harus membayar harga BBM jauh lebih tinggi dibanding yang berlaku sekarang.
Apalagi jika BBM subsidi ditetapkan pemerintah dengan BBM RON 92, ia menegaskan akan lebih memberatkan masyarakat. “Siapa yang berani menjamin bahwa harga minyak dunia tidak akan naik?” katanya balik bertanya.
Selain itu, ia menandaskan menghapus subsidi untuk BBM Premium RON 88 ke RON 92 sama juga melanggar UU Migas. Karena sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa Pemerintah harus tetap bertanggungjawab atas harga BBM untuk golongan masyarakat tertentu.

Keputusan MK tersebut merupakan keputusan final yang menghapus pasal tentang harga BBM sesuai dengan mekanisme pasar.

Dengan kata lain, jika yang disubsidi hanya BBM jenis Solar dan untuk angkutan umum saja, pemerintah harus merevisi UU Migas terlebih dahulu.

BISA DIIMPEACH

“Kalau tidak dilakukan revisi, maka pemerintah dianggap melanggar UU. Resikonya bisa di impeach DPR. Ini berbahaya bagi pemerintah,” terangnya.

Apalagi dalam penyusunan dan penetapan subsidi BBM pada APBN 2015 tidak ditetapkan dengan pola subsidi tetap. Artinya, ketika pemerintah membuat kebijakan adanya subsidi tetap atas harga BBM bisa memancing reaksi keras dari DPR.

Sofyano juga menilai memberlakukan subsidi tetap bisa dimaknai publik, sebagai ‘Jebakan Batman’. Menguntungkan pemerintah selamanya, tapi berpotensi memberatkan masyarakat dan juga berpotensi membingungkan masyarakat.

Selama ini pemerintah terkesan terjebak pada besaran subsidi.
Padahal sejatinya, ia mengemukakan besaran subsidi sangat bergantung pada volume atau kuota BBM subsidi yang selalu meningkat dari tahun ke tahun tanpa bisa dicegah oleh pemerintah.

Memang mengacu pada UU Nomor 22 tahun 2001 atau UU Migas, pemerintah bisa membuat keputusan dengan menetapkan golongan masyarakat tertentu yang berhak atas harga BBM subsidi.

Kenyataannya, ia menambahkan pemerintah sejak masa reformasi hanya mampu berteriak saja bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran.

Seharusnya, pemerintah tidak menutup mata terhadap pengguna BBM subsidi yang nyatanya dinikmati bebas oleh siapapun yang memiliki kendaraaan bermotor jenis dan kelas apapun juga. “Sikap Ini jelas melanggar UU Migas khususnya Pasal 28,” pungkas Sofyano.

http://poskotanews.com/2014/12/30/pemerintah-terkesan-memaksakan-diri-ubah-kebijakan-bbm-subsidi/

Bakal Hapus Raskin, Jokowi-JK Menggantinya dengan Uang Elektronik

Uang Elektronik Bakal Jadi Pengganti Beras Raskin

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memastikan bakal menghapus beras miskin (raskin) secara bertahap. Subsidi beras perlahan akan dicabut sehingga bukan lagi pada barang, melainkan subsidi langsung ke orang.

"Raskin tentu nanti diganti dengan uang, sistemya kita akan perbaiki supaya menyasar pada yang berhak. Tidak lagi subsidi komoditas," tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil di Jakarta, seperti dikutip Selasa (30/12/2014).

Namun dia mengaku, penyaluran raskin masih tetap berjalan pada Januari 2015 karena sudah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Masih ada raskin Januari 2015 karena sudah ada anggarannya," jelasnya.

Meski belum mau menyebut besaran uang pengganti raskin, dikatakan Sofyan, perbaikan sistem penyaluran subsidi akan memotong mata rantai terjadinya penyelewengan. Pemerintah bakal mengganti raskin dengan uang elektronik supaya dapat digunakan membeli beras.

"Nah kita akan distribusikan beras Bulog ke warung-warung di desa supaya tumbuh usaha baru di desa, yakni menjual beras serta komoditas lain," paparnya.

Dia berharap, Indonesia dapat mengurangi impor beras. Sebab pemerintah sedang berjuang keras untuk merealisasikan swasembada beras dalam kurun waktu tiga tahun. "Jadi impor itu kalau diperlukan saja, kalau nggak, ya nggak usah impor," imbuh Sofyan.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mewacanakan penghapusan program beras untuk masyarakat miskin alias raskin. Kebijakan raskin akan dikonversi dengan uang elektronik.


http://forum.detik.com/showthread.php?p=30192998

Selasa, 16 Desember 2014

Bulog Gelar OPK Beras 230.000 Ton

Perum Bulog menggelar Operasi Pasar Khusus (OPK) beras sebanyak 230.000 ton yang ditujukan bagi 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). OPK akan dimulai bulan ini selama sebulan, dengan harga tebus Rp1.600/kg.

OPK ini untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat berpendapatan rendah, terutama untuk mengantisipasi hari raya Natal dan tahun baru. “OPK ini diharapkan bisa mengisi kekosongan beras untuk rakyat miskin (raskin) yang programnya sudah berakhir pada Oktober silam,” ujar Pelaksana tugas sementara (Plt) Dirut Perum Bulog Budi Purwanto di sela mendampingi Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel ketika meninjau gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta dan Banten di Jakarta, kemarin.

Budi menambahkan, OPK beras dilakukan atas permintaan dari beberapa pemerintah daerah (pemda). Kendati demikian, OPK akan digelar merata di semua daerah dengan menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP). Sebagai catatan, realisasi penyaluran operasi pasar CBP sudah mencapai 51.944 ton, sebanyak 3.360 ton dioperasikan selama bulan Desember ini.

Budi menambahkan, saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 1,7 juta ton yang cukup untuk kebutuhan tujuh bulan ke depan. Mendag Rachmat Gobel tidak menampik adanya kemungkinan kenaikan harga beras menjelang Natal dan tahun baru. “Kalau naik (harga beras) ada lah, biasa pedagang yang ingin untung. Cuma, kita jaga kenaikan itu jangan sampai di luar batas yang ditentukan,” ujar Rachmat Gobel.

Berdasar catatan Kemendag, kenaikan harga beras saat ini masih berkisar 0,75% di tingkat ritel dan kurang dari 3% di tingkat grosir. Pantauan Kemendag di pasar-pasar seluruh Indonesia menunjukkan tidak terjadi kenaikan harga beras yang signifikan. Rata-rata harga beras medium secara nasional saat ini, dibandingkan minggu lalu, hanya naik 0,75% dari Rp9.274/kg menjadi Rp9.344/kg.

Mendag menambahkan, kenaikan harga jelang Natal dan Tahun Baru biasanya tidak signifikan dibanding kondisi harga jelang Puasa dan Idul Fitri. Kalaupun terjadi kenaikan harga pada periode Desember- Januari, biasanya dipicu minimnya pasokan ke pasar sebagai dampak dari panen yang mulai berkurang di sentrasentra produksi seperti komoditas hortikultura.

Di tempat terpisah, pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Koekoeh Santoso mengungkapkan bahwa para peneliti IPB telah meneliti pengaruh raskin terhadap indeks yang diterima dan dibayarkan petani serta pengaruh beras terhadap inflasi di Jawa Barat. Berdasarkan hasil estimasi menggunakan regresi berganda, keberadaan raskin berpengaruh signifikan terhadap penurunan harga beras yaitu peningkatan jumlah raskin sebesar 1% akan menurunkan harga beras sebesar 0,02%.

“Kalau dibalik, ketiadaan raskin sebesar 1%, berpengaruh pada kenaikan harga beras sebesar 0,02%. Jika raskin dihapuskan sepenuhnya, akan menimbulkan gejolak harga berasyangberimbasinflasi,” ujar Koekoeh dalam dialog publik bertajuk “Stop Liberalisasi Beras“ yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) di Jakarta kemarin.

Selain itu, program raskin bukan hanya menjadi jaring pengaman pangan bagi rakyat miskin dan mengendalikan inflasi namun juga memberikan dampak positif bagi petani. Karena, raskin menjadikan petani mempunyai jaminan kepastian harga dan serapan hasil produksi. Atas dasar itu, pemerintah harus berpikir seribu kali sebelum mencabut raskin yang bukan hanya memenuhi kebutuhan pokok rakyat miskin dan dampak sosial di negeri ini.

Koekoeuh juga menyebut, program raskin juga merupakan implementasi komitmen pemerintah untuk menaati kesepakatan internasional terkait pangan. “Kerangka operasional raskin ini tidak hanya efektif memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat miskin, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen ketahanan pangan, juga penjaga stabilitas harga beras dan mengendalikan populasi warga miskin,” paparnya.

Keberadaan raskin juga memberikan akses kepada warga miskin di mana pun mereka berada untuk memperoleh beras. Penghapusan raskin, dalam penelitian IPB, akan menutup 80% akses untuk mendapatkan beras bagi rumah tangga miskin, yang memiliki anak usia di bawah 18 tahun, di mana sebanyak 4,3 juta jiwa merupakan balita.

“Jadi, penghapusan raskin tidak hanya meningkatkan kerentanan yang tinggi terhadap kerawanan pangan,” paparnya. 


http://www.koran-sindo.com/read/937872/150/bulog-gelar-opk-beras-230-000-ton

Bahaya Penghapusan Kebijakan Beras Miskin Menurut Mantan Wakil Menteri Perdagangan

Mantan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi menilai, rencana penghapusan Raskin sebagai tindakan gegabah yang berisiko tinggi terhadap peningkatan jumlah masyarakat miskin.
Bayu yang baru kembali dari lawatannya ke Perancis dan Belgia mengungkapkan, Pemerintah Perancis dan kawasan Eropa dan Amerika, sedang mempelajari mekanisme program raskin untuk diterapkan di negaranya masing-masin

"Eropa melihat Raskin lebih efektif dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. Mereka heran, bagaimana Indonesia menjaga stabilitas pangan rakyatnya. Karena stamp food ternyata kurang efektif," ujar Bayu dalam diskusi bertema "Stop Liberalisasi Beras" yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Senin (15/12/2014).

Dikatakan Bayu, program Raskin merupakan jaring pengaman sosial (JPS) yang mempunyai delapan fungsi sekaligus. Yakni  sebagai pengadaan beras dan gabah bagi petani; stok pangan pemerintah; penjamin ketersediaan pangan bagi warga miskin; penyedia bantuan darurat pada saat bencana atau keperluan mendadak lainnya; penjaga stabilitas harga beras; 'injeksi dana pemerintah ke pedesaan, yang saat ini jumlahnya mencapai sekitar 18 triliun rupiah; instrumen peningkatan likuiditas masyarakat desa; serta pengendali inflasi nasional.

"Raskin ini sejatinya telah berlaku sejak tahun 1970. Di mana pemerintah menyediakan beras untuk PNS dan ABRI," ungkap Bayu.

Bayu menilai gejolak penghapusan Raskin tidak hanya berimbas pada inflasi, tetapi juga kekacauan di tengah masyarakat. Karena penghapusan Raskin memberi peluang bagi para spekulan untuk bermain.

"Kalau Raskin dihapus, fluktuasi harga bisa tinggi," papar Bayu.

Tentang adanya penyimpangan Raskin di beberapa sektor, menurut Bayu, seharusnya diselesaikan pemerintah dengan membenahi penyalurannya. Tidak dengan menghapus Raskin. "Terlepas dari masalah penyimpangan itu sendiri, perputaran hasil beras penyimpangan Raskin itu tetap di kelompok masyarakat berpendapatan rendah," kata Bayu. 


http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/12/16/bahaya-penghapusan-kebijakan-beras-miskin-menurut-mantan-wakil-menteri-perdagangan

Penghapusan Raskin Upaya Liberaliasi Beras

Pakar ekonomi pangan Bustanul Arifin menilai penghapusan beras masyarakat miskin (raskin) sebagai upaya liberalisasi kebutuhan bahan pokok.

Dia juga menyoroti kompleksitas akses gizi pangan masyarakat jika beras masyarakat miskin (raskin) dihapus.

Menurut Bustanul, saat ini kontribusi harga beras pada laju inflasi mencapai 25% dan sangat berpengaruh bagi masyarkat miskin.

“Disparitas harga eceran beras domestik dengan harga dunia telah menciptakan kerumitan tersendiri pada pengadaan beras. Selama ini, harga beras kita tidak terpengaruh oleh harga dunia, karena adanya stok raskin," ujarnya, Senin.

"Kalau beras diliberalisasi, tidak hanya gejolak pasar yang muncul, tapi juga bisa ancaman kekurangan gizi masyarakat dengan jumlah massal,” lanjut Bustanul.

Rencana penghapusan raskin juga dinilai sebagai upaya memuluskan agenda liberalisasi yang melemahkan kedaulatan pangan negara Republik Indonesia, menjelang pelaksanaan pasar bebas ASEAN (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015).

“Konversi raskin dalam bentuk e-money, akan membuat komoditi beras sepenuhnya masuk ke pasar bebas dan tidak bisa dikontrol oleh pemerintah. Ini sama saja dengan meliberalisasi beras," katanya.

"Jika raskin dihapus, bukan hanya ancaman inflasi yang akan melanda Indonesia, tetapi juga kehancuran bagi para petani lokal, terlebih saat menghadapi MEA 2015,” papar Bustanul.

Rencana konversi raskin ke e-money yang terkesan meniru program kupon makanan di AS, dinilai sulit dilaksanakan di Indonesia dan hanya akan melahirkan sejumlah persoalan baru selain keuntungan sepihak bagi industri perbankan.

Pemerintah dinilai luput mengkaji sisi sosial, ekonomi dan politik dalam strategi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia yang berbasis kepulauan dan berkultur agraris.

Raskin bukan sekadar program untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, melainkan terkait pertumbuhan sumber daya manusia dan pertahanan bagi distribusi produk para petani lokal dari serbuan impor.


http://ekbis.sindonews.com/read/937701/34/penghapusan-raskin-upaya-liberaliasi-beras-1418651683

Pemerintah Hapus Raskin

Ganti dengan Voucher E-Money

Pemerintah terus mematangkan rencana menghapus program beras untuk masyarakat miskin (raskin). Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, skema pembagian raskin seperti selama ini akan dihapus dan diganti dengan uang elektronik atau e-money.
“Ini akan diintegrasikan dengan program pemerintah lainnya,” ujarnya saat ditemui di Kantor Wakil Presiden kemarin (15/12).

Menurut Rini, selama ini banyak masyarakat penerima raskin yang tidak memakan beras yang diterimanya karena kualitasnya dinilai kurang bagus. Karena itu, dengan skema e-money, masyarakat bisa menggunakannya untuk membeli beras sesuai dengan selera atau keinginannya. “Beras itu kan kualitasnya (ber)macam-macam, jadi nanti masyarakat sendiri yang memilih,” katanya.

Bagaimana jika uang dalam bentuk e-money nantinya tidak digunakan untuk membeli beras? Rini mengatakan, hal itu sudah diantisipasi. Karena itu, e-money yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk kartu hanya bisa dibelikan beras di cabang-cabang Bulog maupun toko kelontong yang bekerjasama dengan Bulog.

“Jadi semacam voucher, uang dalam kartu itu tidak bisa digunakan beli rokok, pulsa, atau lainnya, hanya bisa beli beras,” ucapnya.

Selama 16 tahun pelaksanaannya, program raskin memang banyak mendapat sorotan. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2013 lalu merilis dugaan penyimpangan program raskin yang disalurkan kepada 15,5 juta kepala keluarga tersebut.

Diantaranya, ada indikasi kartel yang melibatkan tengkulak untuk membeli beras-beras yang diterima masyarakat miskin dengan harga murah, lalu menjualnya kembali ke pasar. KPK juga menilai program raskin tidak memenuhi unsur 6T, yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi. Karena itu, KPK sudah meminta agar pemerintah mendesain ulang program ini.

Meski dinilai belum sempurna, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir tidak setuju jika program raskin dihapus dan diganti dengan e-money. Menurut dia, raskin selama ini tidak hanya menjamin kebutuhan pangan masyarakat miskin, tapi juga menjaga harga beras di pasaran. “Kalau harga beras menjadi mahal, uang yang diberikan juga tidak akan cukup,” ujarnya.

Dia menyebut, masyarakat miskin menerima 15 kilogram raskin dengan harga Rp 1.600 per kilogram. Sementara harga beras termurah di pasaran sekitar Rp 6.000 per kilogram. Karena itu, jika alasan pemerintah ingin memberikan uang agar masyarakat bisa membeli beras sesuai dengan keinginannya, maka anggaran raskin harus ditambah.

“Apalagi di papua, selama ini raskin juga Rp 1.600 per kilogram. Kalau beras biasa, bisa lebih dari Rp 10.000 (per kilogram),” katanya.

Selain itu, pemberian e-money yang bisa dibelikan beras juga bisa menjadi kendala. Menurut Winarno, apakah uang tersebut bisa ditukarkan di semua toko kelontong, atau hanya di Bulog dan toko-toko tertentu yang jumlahnya terbatas, sehingga masyarakat kesulitan untuk membeli beras. “Jadi, kami mohon pemerintah agar mempersiapkan dulu dengan matang, jangan terburu-buru,” ucapnya.

Rini Soemarno sendiri mengakui, penghapusan raskin untuk diganti dengan e-money memang ditargetkan bisa dilaksanakan pada 2015. Namun, dia menyatakan jika detil waktu pelaksanaannya akan menunggu kesiapan, termasuk kesiapan infrastruktur teknologi informasi dan e-money. “Juga kesiapan kementerian lain seperti Kementerian Sosial,” ujarnya.

http://www.radarbanyumas.co.id/pemerintah-hapus-raskin/

Kamis, 11 Desember 2014

Dampak Berantai Penghapusan Raskin

Khudori  Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat;
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), dan Peminat Masalah Sosial-Ekonomi Pertanian dan Globalisasi
KORAN SINDO,  09 Desember 2014
                                                                                                                        



Pelbagai terobosan dan gebrakan dilakukan oleh menteri Kabinet Kerja Presiden Jokowi. Salah satunya Menteri BUMN Rini Soemarno. Baru beberapa hari dilantik, Rini menggulirkan wacana panas: menghapus program beras untuk rakyat miskin (Raskin). Menurut Rini, agar tepat sasaran, program tidak lagi diberikan dalam bentuk barang, tetapi diganti bantuan uang dalam rekening (e-money). Dengan uang itu, warga penerima bantuan bisa membeli beras sesuai selera dan kualitas yang dikehendaki.

Perubahan ini selaras visi dan misi Presiden Jokowi agar warga miskin produktif, bukan konsumtif. Sampai saat ini program Raskin memang belum lepas dari masalah. KPK bahkan meminta pemerintah untuk mendesain ulang program Raskin. Dari kajian KPK ada enam temuan tidak tepat: tidak tepat sasaran, jumlah, mutu, waktu, harga, dan administrasi.

KPK bahkan mencium indikasi ada indikasi jaringan kartel penyaluran Raskin. Raskin yang seharusnya diterima rumah tangga sasaran justru dijual ke pengepul. Ironisnya, beras yang berada di tangan pengepul itu akhirnya dijual lagi ke rumah tangga sasaran. Survei penyaluran Raskin oleh BPS, Januari-Maret 2013, menemukan Raskin dinikmati 31,23 juta rumah tangga.

Padahal, sasaran Raskin hanya 15,5 juta rumah tangga. Artinya separuh penerima itu tidak berhak. Dari lima lapisan masyarakat versi BPS, lapisan 1 atau termiskin yang berjumlah 12,5 juta rumah tangga seharusnya semua menerima Raskin. Kenyataannya hanya 9,41 juta rumah tangga (75%) yang menerima jatah rata-rata bulanan 13,79 kg beras atau 92% dari seharusnya (15 kg).

Tiga juta rumah tangga penerima Raskin sisanya ada di lapisan 2. Kenyataannya, di lapisan ini penerima Raskin berjumlah 8,4 juta rumah tangga atau 66,27% dari jumlah rumah dengan jatah 13,31 kg. Ironisnya, lapisan 3-5 yang seharusnya tidak kebagian justru mendapatkan Raskin: 6,85 juta rumah tangga atau 54,25% dari rumah tangga lapisan 3; 4,88 juta rumah tangga (38,6% dari lapisan 4); dan 1,71 juta rumah tangga (13,63% dari lapisan 5).

Pertanyaannya, apakah kemudian Raskin dihapus dan digantikan bantuan uang? Mengganti beras dengan uang boleh jadi lebih tepat sasaran. Namun, mengganti beras dengan uang justru berpotensi besar membuat tujuan awal program Raskin melenceng. Pertama-tama tujuan Raskin adalah transfer energi untuk meningkatkan kualitas nutrisi, kesehatan, pendidikan dan produktivitas SDM.

Selama setahun mereka mendapat 15 kg beras per keluarga dengan menebus Rp1.600/kg. Dengan bantuan itu, diasumsikan 40-60% total kebutuhan beras bulanan keluarga miskin dan rawan pangan bisa dipenuhi. Lewat subsidi ini, kelompok miskin akan bisa mempertahankan tingkat konsumsi energi dan protein.

 Rawan pangan tak terjadi. Mereka tidak mengurangi biaya pendidikan dan kesehatan untuk dialihkan ke keranjang pangan karena ada Raskin. Berbeda apabila tidak ada Raskin. Ketika harga beras naik, warga miskin yang 60-70% pengeluarannya tersedot untuk pangan akan merealokasi keranjang belanja rumah tangga: pos kesehatan dan pendidikan akan dialihkankepangan.

Bukan mustahil kelaparan akan meruyak. Saat ini jumlah penduduk miskin masih besar: 28,07 juta jiwa (11,37%). Pelbagai upaya telah dilakukan, tetapi penurunan jumlah penduduk miskin kian lambat sejak tahun 2000-an. Selain itu, jumlah penduduk yang defisit energi (kurang kalori) mencapai 30 juta jiwa. Status gizi anak di bawah lima tahun (balita) juga tidak mengalami perbaikan signifikan dalam 10 tahun terakhir.

Tahun 2013, balita stunting mencapai 37,2%, dan yang kekurangan gizi 19,6% yang 5,7% di antaranya berstatus gizi buruk. Boleh jadi karena ini Indeks Kelaparan Global Indonesia tak kunjung membaik. Tahun 2013 indeks Indonesia mencapai 10,1 yang berarti termasuk indeks “kelaparan serius”, sama seperti tahun 2012. Penggantian beras dengan uang berpeluang memperburuk indeks kelaparan.

Bukan mustahil uang dibelikan pulsa atau rokok, bukan untuk belanja beras (pangan). Jadi, berbeda dengan program lain, Raskin punya kaitan kuat dengan program pengembangan SDM (horizontal integration) dan program ketahanan pangan (vertical integration). Sebagai program transfer energi, keberhasilan Raskin akan membantu program lain seperti peningkatan kualitas nutrisi, kesehatan, pendidikan dan produktivitas SDM. Raskin bisa dipandang sebagai investasi SDM yang lebih tahan pelbagai risiko.

Raskin juga bisa dipandang sebagai indirect income transfer. Beras itu dibeli dari produksi petani kecil yang rentan oleh fluktuasi harga saat panen raya. Pembelian hasil produksi petani oleh Bulog lewat harga yang ditetapkan pemerintah (baca: harga pembelian pemerintah atau HPP) merupakan bentuk perlindungan pada petani kecil agar mereka mendapatkan insentif.

Jadi, ada kaitan kuat antara program kesejahteraan petani melalui pembelian pemerintah dan pemberian subsidi beras murah lewat Raskin pada kelompok miskin dan rawan pangan. Apabila bantuan beras diganti dengan uang, tidak ada lagi kewajiban Bulog membeli gabah/beras petani untuk memenuhi pagu Raskin.

Akibatnya, tak ada lagi instrumen stabilisasi harga gabah/petani. Harga rentan fluktuasi. Ujungujungnya, inflasi sulit dikendalikan karena beras penyumbang terbesar inflasi. Selain itu, hilang sudah mekanisme penyerapan gabah/beras domestik terbesar oleh Bulog. Bukan mustahil cadangan beras pemerintah akan sepenuhnya dipenuhi dari impor. Padahal, produksi beras domestik jauh dari memadai.

Sampai saat ini harga beras domestik masih lebih mahal dari beras impor. Karena itu, tidak terhindarkan apabila ada yang berpikiran nakal: jangan-jangan rencana penggantian beras dengan uang dalam program Raskin itu untuk memuluskan impor beras? Bukankah insentif ekonomi impor beras tinggi? Tanpa penjelasan yang masuk akal, kecurigaan semacam ini akan muncul.

Terakhir, beras adalah satusatunya komoditas yang pengelolaan stok, cadangan pemerintah, harga, dan eksporimpornya diserahkan kepada Bulog. Beras merupakan portofolio bisnis terbesar yang dikelola Bulog. Bahkan, pelbagai infrastruktur BUMN ini (mulai gudang, penggilingan, hingga yang lain) hampir semua terkait beras.

Ketika beras dalam program Raskin diganti uang, tidak relevan lagi Bulog terlibat dalam penyaluran. Bisa dipastikan, jika rencana itu direalisasikan sama saja membonsai Bulog pelan-pelan. Pada saat yang sama, ketika Bulog tak lagi menerima mandat melakukan kegiatan publik (PSO) dalam pembelian gabah/ beras domestik, menjaga harga dan ironstock, menyalurkan Raskin dan mengelola cadangan beras pemerintah tidak ada lagi badan dan instrumen stabilisasi harga gabah/beras.

Gabah/beras sepenuhnya diserahkan ke pasar dan swasta akan mengambil alih peran negara sebagai stabilisator harga. Inilah sejumlah dampak berantai yang muncul ketika Raskin dihapus. Inikah yang kita kehendaki?.

http://budisansblog.blogspot.com/2014/12/dampak-berantai-penghapusan-raskin.html


 

Selasa, 09 Desember 2014

Bulog Ditantang Sistem Baru Penyaluran Raskin

Bulog belum dihubungi kementerian/lembaga lain ihwal rencana perubahan sistem penyaluran raskin dari distribusi konvensional ke sistem e-money. Kalaupun sistem baru dipakai, Bulog masih bisa menjaga kedaulatan pangan.

VARIA.id, Jakarta — Sistem penyaluran beras bagi rakyat miskin (raskin) melalui e-money harus dipersiapkan masak-masak. Jangan sampai masyarakat yang disasar malah kebingungan memanfaatkannya.
Pengamat ekonomi digital Joseph Lumban Gaol mengatakan, pemerintah harus mengecek betul peranti lunak hingga prosedur e-money dan memastikannya tidak crash saat digunakan. Pemerintah juga mesti membentuk ekosistem e-money karena sistem itu tak bisa berdiri sendiri. Konkretnya, perlu penyediaan merchant-merchant yang bekerja sama untuk pelayanan e-money. Misalnya, kantor pos sebagai tempat penukaran beras.
“Dengan begitu, masyarakat penerima raskin akan dapat mengakses e-money dengan mudah,” kata Joseph, di Jakarta, Minggu, 7 Desember 2014.
Bila sistemnya lancar, e-money alias uang elektronik memang bisa jadi solusi untuk menghindari kebocoran raskin. Selain karena si penerima tidak mendapatkan uang tunai, rekam jejak pengggunaan e-money dapat dilacak oleh server.
Namun, persoalan e-money bukan sekadar menyangkut hal teknis. Berkaca pada kebijakan Joko Widodo saat masih menjabat gubernur DKI Jakarta, berbagai kartu berbasis e-money yang dikeluarkan pemerintah justru membingungkan masyarakat. Salah satu sebabnya, masyarakat kelas bawah belum mendapatkan sosialisasi yang cukup tentang penggunaan hingga teknis pelayanan kartu-kartu tersebut.
Pihak Bulog pun mengingatkan, pembagian raskin bakal kacau jika tak dipersiapkan dengan baik. Apalagi kalau sistemnya diubah secara mendadak. Menurut dia, sosialisasi pembagian raskin dengan sistem baru membutuhkan waktu sedikitnya tiga bulan.
“Tidak boleh mendadak. Harus ada sosialisasi terlebih dahulu. Nanti kalau mendadak akan membingungkan masyarakat penerima raskin,” kata Agusdin Fariedh, Direktur Pelayanan Publik Bulog.
Agusdin mengatakan, pihaknya belum dihubungi kementerian dan lembaga pemerintah lainnya terkait wacana ini. Alhasil, Bulog belum punya gambaran jelas tentang metode pengucuran beras raskin yang diinginkan pemerintah melalui sistem e-money. Padahal, kata dia, penanganan raskin tak boleh dianggap remeh karena menyangkut upaya stabilisasi pangan.
Ia mengungkapkan, dalam satu tahun warga Indonesia membutuhkan beras 124 kilogram per kapita. Kebutuhan terhadap raskin mencapai sekitar 10 persen dari total kebutuhan beras nasional sebanyak 2,6 juta ton per bulan. Sementara Bulog kebagian tugas menyalurkan 230 ribu ton setiap bulan.
Menurut dia, raskin masih dibutuhkan untuk menekan laju inflasi. Terlebih persediaan beras di masyarakat diperkirakan berkurang 10 persen. Selama ini inflasi di Indonesia dipengaruhi berbagai faktor, mulai dari kebijakan pemerintah hingga gangguan distribusi. Tak heran, banyak kalangan mempertanyakan maksud pemerintah menyalurkan raskin melalui e-money.
raskintabel

Konsep yang didengungkan pemerintah adalah distribusi beras secara konvensional diubah melalui e-money atau uang elektronik. Dengan uang non-tunai, masyarakat dapat membeli beras yang mereka kehendaki untuk dikonsumsi. Namun, uang tersebut tak boleh digunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga selain beras.
Bulog jelas pikir-pikir panjang jika sistem distribusi raskin diganti dengan e-money. Bukan apa, sekitar 70 ribu pegawai yang terlibat dalam pengadaan raskin selama ini bakal terancam kehilangan pekerjaan. Meski begitu, Agusdin menegaskan, Bulog siap saja mengikuti sistem baru bila pemerintah menghendaki demikian.
Pengamat ekonomi Andreas Dwi Santosa menenangkan hati Bulog. Menurut dia, Bulog tak perlu khawatir kehilangan fungsi jika raskin tak urung disalurkan lewat e-money. Bulog justru bisa memanfaatkan jejaringnya di seluruh Indonesia untuk menaikkan posisi tawar.
“Apa yang perlu dikhawatirkan? Bulog punya jaringan di seluruh Indonesia. Tidak ada yang bakal menandingi Bulog dalam penyaluran raskin,” kata Andreas, sapaan akrab Guru Besar Pertanian IPB ini, Senin, 8 Desember 2014.
Jejaring itu bisa digunakan Bulog untuk mengintervensi pasar. Dengan begitu, fungsi kedaulatan pangan yang selama ini dijaga Bulog akan tetap bisa dijalankan. Bulog masih dapat membeli beras dari petani, lalu menjualnya kembali ke masyarakat. Tentu saja hal itu akan berjalan kalau Bulog berani melakukan intervensi pasar dan mau berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain.
Lagi pula, mestinya Bulog tak perlu bergantung pada beras raskin yang harganya rendah. Toh, masih ada komoditi lain seperti jagung dan kedelai yang bisa disalurkan oleh Bulog. “Justru dengan adanya penyaluran raskin lewat e-money, Bulog bisa melakukan kedaulatan pangan dari komoditi lain,” katanya.*

Senin, 08 Desember 2014

Raskin Dihapus, Inflasi Melonjak

Rencana pemerintah menghapus program beras untuk rakyat miskin (Raskin) dikhawatirkan berimbas pada kelangkaan beras di pasar dan menimbulkan inflasi yang cukup tinggi.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, Minggu (7/12) mengatakan, jika Raskin hilang, bisa diperkirakan penyediaan beras di masyarakat berkurang sepuluh persen.

"Karena beras termasuk komoditas yang mendekati in-elastis, maka hilangnya Raskin sangat berpengaruh pada harga beras umum," ujarnya.

Sasmito mengungkapkan, konsumsi Raskin sejak tahun 2003 lalu mencapai sepuluh persen dari total konsumsi beras nasional.

Dengan komposisi tersebut, tambahnya, maka bisa dipastikan penghapusan Raskin akan mendongkrak inflasi, sehingga menyebabkan kejutan bagi perekonomian masyarakat.

Sementara itu, pakar Ekonomi UI, Prof. Sulastri Surono menilai, rencana penghapusan Raskin hanya akan menguntungkan kalangan perbankan dan belum tentu bisa mengentaskan sekitar 90 juta jiwa penduduk miskin yang selama ini terbantu kebutuhan pangannya oleh raskin.

Anggaran subsidi pangan sebesar Rp 20 triliun, tambahnya, bisa dikelola perbankan, ada perputaran uang di sana, dan jelas perbankan sangat diuntungkan.

"Tapi bisa nggak e-money ini mengentaskan rakyat miskin? Saya ragu. Tetapi dengan program Raskin selama ini, sudah jelas bisa menjamin kebutuhan pangan masyarakat terjamin," katanya.

Ia juga mengungkapkan berbagai kendala penerapan e-money yang tidak hanya merepotkan pemerintah pusat maupun daerah, tetapi juga bisa meresahkan masyarakat.

"Kalau pun e-money ini hanya dikhususkan untuk membeli beras, tempat membelinya di mana? Apa di desa-desa terpencil bisa nyampe? Di India toko pemerintah sampai ke desa pelosok juga ada. Di Indonesia, dengan daerah kepulauan bakal banyak kendala," katanya.

Menurut dia, pemerintah sepertinya ingin meniru program food stamp (kupon makanan) yang diberikan secara cuma-cuma di Amerika, yang mana warga diberi kartu dan bisa membeli susu, kacang, telur dan bahan makanan lain dengan disubsidi pemerintah.

Tetapi, tambahnya, di Amerika, infrastrukturnya telah siap tersedia.

Dikatakannya, kalau food stamp memberi subsidi pangan bagi warganya. Kalau Raskin kan memberi subsidi buat warga miskin, sekaligus menjaga stabilitas harga pangan dan membantu penjualan beras petani juga yang dilakukan oleh Bulog.

"Kalau Raskin diganti e-money, selain kendala infrastruktur, juga akan menghilangkan fungsi Bulog dan stabilitas harga pangan," katanya.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penggantian raskin dengan e-money, karena menurut Guru Besar Raskin cukup efektif dalam menjaga kebutuhan pangan masyarakat.

"Hanya perlu dibenahi kualitas Raskin dan pola distribusinya saja," ujarnya.


Ancaman kehancuran petani lokal

Sementara itu Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Arif Satria mengungkapkan, program Raskin yang berjalan sejak 2003 merupakan jaringan pengaman sosial (JPS) yang multi fungsi.

Menurut dia, Raskin tidak hanya efektif dalam mengendalikan inflasi, tetapi juga memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat miskin, sekaligus menjamin ketersediaan pasar bagi petani lokal.

Jika Raskin dihapus, lanjutnya, maka bukan hanya ancaman inflasi yang akan melanda Indonesia, tetapi juga kehancuran bagi para petani lokal, terlebih saat menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.

"Kalau dengan e-money, berarti masyarakat miskin bebas membeli beras apa pun di pasar," katanya.

Selama ini, tambahnya, ada stabilisator harga beras yang dilakukan Bulog sehingga kalau raskin dihapus, maka petani harus mampu bersaing dengan produk luar akibat MEA.

"Sementara besar kemungkinan harga beras dimainkan di pasaran. Misalnya saat beras langka, harga bisa meningkat drastis. Ini bisa memicu inflasi, katanya.

Ia menyarankan agar Raskin tetap dipertahankan sebagai mekanisme perlindungan petani dan masyarakat miskin dalam menghadapi MEA 2015.

http://harnas.co/2014/12/08/raskin-dihapus-inflasi-melonjak

Jumat, 05 Desember 2014

Akademisi Tolak Penghapusan Program Raskin

Wacana pemerintahan Jokowi-JK untuk mengkonversi program beras untuk rakyat miskin (raskin) menjadi e-money, mendapat kritik dam kecaman publik. Penghapusan program ini, bisa berimbas pada kelangkaan beras di pasar dan inflasi cukup tinggi.

“Jika raskin hilang, bisa diperkirakan penyediaan beras di masyarakat berkurang sepuluh persen. Beras itu termasuk komoditas yang mendekati in-elastis, maka hilangnya raskin sangat berpengaruh pada harga beras umum,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Menurut dia, dari hasil penelitian BPS, diketahui karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Apalagi konsumsi raskin sejak 2003 lalu, mencapai 10 persen dari total konsumsi beras nasional.

Dengan komposisi tersebut, imbuh Sasmito, maka bisa dipastikan penghapusan raskin akan mendongkrak inflasi, sehingga menyebabkan kejutan bagi perekonomian masyarakat. “Ini perlu menjadi perhatian. Kami khawatir uang sebagai pengganti raskin, malah dapat membuat rakyat miskin tak bisa membeli beras karena harganya meningkat akibat inflasi,” tuturnya.

Sementara itu, ekonom UI Sulastri Surono menilai, rencana penghapusan raskin hanya akan menguntungkan kalangan perbankan dan belum tentu bisa mengentaskan sekitar 90 juta jiwa penduduk miskin. Padahal, sudah sangat jelas bahwa selama ini, mereka terbantu kebutuhan pangannya oleh program raskin.

Pemerintah Jokowi-JK, tegas dia, sepertinya ingin meniru program food stamp (kupon makanan) yang diberikan secara cuma-cuma di Amerika Serikat (AS). Warga AS diberi kartu dan bisa membeli susu, kacang, telur dan bahan makanan lain dengan disubsidi pemerintah. Tetapi kalau di AS itu, infrastukturnya telah siap tersedia.

Kualitas Raskin

Ia pun meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penggantian raskin dengan e-money. Alasannya, raskin cukup efektif dalam menjaga kebutuhan pangan masyarakat. “Hanya perlu dibenahi kualitas raskin dan pola distribusinya saja,” ujar Sulastri.

Sedangkan Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Arif Satria mengungkapkan, program raskin yang berjalan sejak tahun 2003 itu, merupakan jaringan pengaman sosial (JPS) yang mutli fungsi. Jika raskin dihapus, maka bukan hanya ancaman inflasi yang akan melanda Indonesia, tetapi juga kehancuran bagi para petani lokal.

Dirinya pun menyarankan, agar program raskin tetap dipertahankan. Kebijakan ini sebagai mekanisme perlindungan petani dan masyarakat miskin dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada  2015 nanti.

“Saya sangat mengkhawatirkan bahwa penghapusan raskin bakal meningkatkan permintaan beras di pasar. Dengan begitu, secara  otomatis akan memicu kenaikan harga beras. Bahkan, juga akan berakibat pada kelangkaan beras di pasaran. Makin terpuruk saja rakyat miskin,” tandasnya.

http://porosberita.com/2014/12/05/akademisi-tolak-penghapusan-program-raskin/#sthash.AFAinAy0.dpbs

Bulog Tak Beli Beras Petani, DPR: Terjadi Revolusi Sosial

Pemerintah berencana mengganti beras untuk masyarakat miskin alias raskin dengan uang melalui e-Money. Dengan begitu, beras yang diproduksi petani dengan kategori raskin, tidak akan dibeli oleh Perum Bulog.

Anggota DPR Komisi IV dari fraksi PAN Viva Yoga Mauladi mengungkapkan jika masyarakat miskin hanya mendapatkan kartu-kartu sakti dari presiden Jokowi, tidak akan menyelesaikan masalah kelaparan dan kemiskinan.

Hal itu juga berdampak kepada nasib produksi petani yang terbuang sia-sia. "Bertahan berapa lama, diganti kartu apalah, banyak kartu sakti nanti terjadi revolusi sosial," ujar Yoga, Rabu (3/12/2014).

Yoga mengungkapan jika produksi hasil petani tak dibeli Bulog, otomatis para spekulan yang akan membeli semua beras jenis apapun dari petani.

Hal itu membuat semua beras di dalam negeri diekspor ke mancanegara untuk dibeli kembali oleh pemerintah.

"Karena Bulog tidak membeli beras petani, yang beli spekulan dengan kondisi seperti itu membeli dibawah harga pembelian pemerintah untuk dijual lagi," kata Yoga.

Yoga mengaku tidak setuju jika komoditas pangan seperti raskin diganti dengan kartu milik Jokowi. Karena pasokan di dalam negeri tidak bisa diprotek, sehingga mengancam pasokan dalam negeri.

"Dampaknya ke dampak politik, bisa memicu revolusi sosial. Tidak cukup menghentikan raskin lalu bagaimana penanganan di tingkat bawah untuk pasokan," papar Yoga.

http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/12/05/bulog-tak-beli-beras-petani-dpr-terjadi-revolusi-sosial

Kamis, 04 Desember 2014

Penghapusan Raskin Jadikan Indonesia Paling Liberal

Penghapusan program beras untuk orang miskin (raskin) dinilai akan menjadikan Indonesia sebagai negara paling liberal di dunia dalam mengembangkan kebijakan pangannya.

Hal itu juga akan berdampak terhadap menurunnya pendapatan 14 juta rumah tangga petani dan target pencapaian swasembada beras 2017 sulit tercapai.

"Hal itu juga pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan petani," kata Dr. Ir. Arif Satria, MSc, Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (Pispi) dalam pernyataan sikapnya, di Jakara, Rabu (3/12/2014).

Hadir pada kesempatan itu Ir. Winarno Tohir (Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Indonesia), Viva Yoga Mauladi (Anggota DPR RI, Komisi IV), dan Rito Angky Wibowo (Direktur Perum Bulog).

Menurut Winarno Tohir, isu penghapusan raskin sudah sering terdengar, bahkan lembaga Bulog-nya juga akan ditiadakan. "Saya juga mendengar dari seorang anggota DPR bahwa Presiden Jokowi akan menghapusnya pada Desember 2015," katanya.

Karena, saat itu sudah berlaku Masyarakat Ekonomi ASEAN dimana pasokan beras akan sangat banyak dari negara lain.

Dikatakan, nanti tidak ada lagi kedaulatan pangan, ketahanan pangan, dan swasembada pangan. "Tapi yang harus dipikirkan adalah nasib petani. Bagaimana kesejahteraanya dan masa depannya. Pemerintah tentu harus memikirkan," ujar Winarno.

Menurut Pispi, penghilangan Raskin akan berdampak terhadap meningkatkan harga beras di masyarakat, karena 100 persen tataniaga beras diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini menjadikan negara Indonesia sebagai negara paling liberal di dunia dalam mengembangkan kebijakan pangan nya.

Kemudian, penghilangan Raskin akan berdampak berkurangnya akses masyarakat di perdesaan dan pelosok yang bukan berada di wilayah sentra produksi dalam mendapatkan beras dengan harga dan kualitas yang baik.

"Kami menilai, Raskin dari sudut pandang sosial, ekonomi dan politik sangat tidak layak untuk dihilangkan. Yang diperlukan adalah upaya perbaikan yang komprehensif yang meliputi aspek data sasaran keluarga, kualitas, administrasi, manajemen stock, dan distribusi untuk memberikan pelayan yang baik kepada masyarakat miskin dan memberi rasa aman berusaha bagi petani padi di Indonesia, demi tegaknya kedaultan pangan," katanya

"e-Money bisa diterapkan hanya sekedar sebagai alat pembayaran yang tidak menghilangkan program Raskin nya," kata Arif.

Dia mengingatkan, pelaksanaan Raskin merupakan amanah pelaksanaan Undang Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam undang undang tersebut, Raskin merupakan instrumen pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Raskin telah berkonstribusi terhadap kestabilan harga beras baik ditingkat produsen maupun di tingkat konsumen. Dalam tiga tahun terakhir ini, pasokan dan harga beras stabil dan tidak menimbulkan keresahan sosial dan politik. Harga pembelian gabah di tingkat petani stabil pada level yang menguntungkan.

Raskin juga telah membuat kelompok masyarakat miskin memiliki akses yang sangat mudah dalam memperoleh beras murah yang berkualitas. Setelah pencabutan subsidi BBM, program Raskin merupakan jaring pengaman sosial yang dapat memberikan rasa aman 15 juta lebih penduduk miskin dan tidak mampu terhadap kekurangan pangan.

"Dengan adanya raskin, semua masyarakat baik masyarakat di perkotaan, di perdesaan hingga di wilayah pelosok Indonesia mendapatkan akses yang sama dalam membeli beras dengan harga yang sama," tutur Arif.

Dikataka, Raskin memiliki efek domino dalam menjamin kesejahteraan 14 juta rumah tangga petani padi di Indonesia, dan memberikan andil terhadap 3.000 ribu lebih rumah tangga yang terdapat dalam semua rantai pasok raskin di Indonesia.

Raskin juga sudah terbukti berkonstribusi dalam menekan efek spekulasi dalam mempermainkan harga gabah. Pada saat stok raskin meningkat, harga beras di tingkat konsumen stabil, akan tetapi pada saat stok raskin berkurang atau habis, harga beras di masyarakat cenderung meningkat.

Dia menambahkan, Raskin juga sudah terbukti memiliki kontribusi dalam menurunkan inflasi. Terdapat kecenderungan dengan semakin besar stok raskin, kontribusi beras terhadap laju inflasi sangat kecil. Jika stok raskin berkurang atau bahkan dihilangkan akan berdampak terhadap kontribusi beras terhadap laju inflasi besar.

"Dalam pelaksanaannya, Raskin memang mengalami berbagai masalah, yang sangat mungkin untuk diperbaiki dan dibenahi dimasa yang akan datang," katanya.

http://www.pikiran-rakyat.com/node/307083

Rabu, 03 Desember 2014

Bulog Merugi, Sutarto Beberkan Alasannya

Sutarto Alimoeso, mantan Direktur Utama Perum Bulog menjelaskan alasan mengapa beberapa BUMN seperti Bulog merugi. Sehingga membuat setoran deviden BUMN tidak mencapai target.
Salah satunya, adalah karena pemerintah tidak memberikan keuntungan kepada Bulog. Sutarto mencontohkan, PLN mendapatkan keuntungan berupa tarif yang didapat per-kWh listrik yang dikonsumsi. "Bulog tidak mendapat keuntungan semacam itu," jelasnya kepada Republika, Selasa (2/12).

Padahal menurut Sutarto, fungsi Bulog sesungguhnya adalah sebgai penjaga stabilitas harga pangan. Dalam Undang-undang pun, lanjut Sutarto, jelas tertuang bahwa pemerintah harus memberikan keuntungan kepada BUMN. "Namun sampai saya lengser minggu lalu, Bulog pernah diuntungkan," ujarnya.

Selain karena tidak diuntungkan, Sutarto menyebut alasan lain yang membuat BUMN ini merugi. Dia beranggapan bahwa pemerintah tak mau menanggung beberapa biaya operasional yang harusnya menjadi kewajiban pemerintah.

"Salah satunya adalah biaya penyusutan gudang. Gudang Bulog ada banyak, dan pemerintah tidka mau menanggungnya," lanjutnya. Akibatnya, Sutarto mengaku Bulog harus menanggung biaya penyusutan sebesar Rp. 150 miliar pertahunnya. "Itu belum biaya lainnya lagi. Padahal bila pemerintah mau menanggung, Bulog sangat diuntungkan," ujarnya.

Sutarto juga menambahkan, bahwa PSO (public service obligation) seharusnya dibayarkan pemerintah, bukan oleh BUMN. "Bulog harusnya diberikan margin fee. Kaitannya dengan PSO, karena tidak mendapat margin fee dan terdapat kegiatan yang tidak diperhitungkan sehingga hal tersebut mengurangi pendapatan secara komersial BULOG. BUMN Tidak boleh merugi," lanjutnya.

Sebelumnya, diberitakan penerimaan setoran deviden dari perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun ini ternyata tidak mencapai target. Penerimaan deviden tahun 2014 yang tadinya ditargetkan sebesar Rp 40 triliun, ternyata hanya mampu menyetor Rp 36,2 triliun.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/14/12/02/nfyaau-bulog-merugi-sutarto-beberkan-alasannya

Selasa, 02 Desember 2014

Rini akan Rombak Manajemen 8 Perusahaan BUMN

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno akan kembali merombak pengaturan manajemen di delapan perusahaan pelat merah.

Kedelapan perusahaan yakni Perum Navigasi, PT Garuda Indonesia Airlines (GIAA), PT Angkasa Pura 2 (Persero), PT Pindad (Persero), PT Telkom (Persero), PT PLN (Persero), Perum Bulog, dan PT Semen Indonesia Tbk.

"Perusahaan yang kami assess manajemennya apakah sudah tepat atau perlu perbaikan," ujar Rini Soemarno di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (2/12/2014).

Ia menjelaskan, alasan assessment atau penilaian tersebut berbeda-beda tiap perusahaan. Dimana ada yang memang sudah saatnya dilakukan assessment, atau seperti Garuda lantaran kinerjanya sedang menurun.

"Karena ada yang memang sudah saatnya. Garuda memang sudah dijadwalkan RUPSLB. Karena performance kurang baik, beberapa pemegang saham minta ada RUPSLB. Dengan performance Garuda perlu assessment," jelas dia.

Ia menuturkan assessment perlu dilakukan lantaran Direktur Utama (Dirut) Telkom, Arief Yahya yang menjadi salah satu Menteri dalam Kabinet Kerja.

Serta Bulog perlu dilakukan assessment karena memang sudah waktunya para direksi untuk pensiun. Dan memang secara operasional, Bulog sedang dalam posisi assessment secara menyeluruh.

"Karena kami ingin para petani bisa disejahterakan, dengan optimalisasi Bulog. Bulog bisa jadi pembeli akhir yang dihasilkan petani kita. Ini secara menyeluruh sedang dianalisa, tidak terlepas tipe manajemen seperti apa yang bisa operasikan Bulog," tuturnya.

http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2159198/rini-akan-rombak-manajemen-8-perusahaan-bumn#.VH23GMlGRyw