Kamis, 31 Desember 2015

Bulog Diusulkan Jadi Stabilisator Gula Nasional

Pemerintah akan menugaskan Perum Bulog mengimpor 200.000 ton gula kristal putih (GKP) untuk menjaga kestabilan harga gula untuk konsumsi rumah tangga di dalam negeri. Tetapi penugasan ini sifatnya hanya sementara saja, tidak permanen.

Asosiasi Gula Indonesia (AGI) berpendapat bahwa gula termasuk komoditas yang strategis, harusnya negara turut mengambil peran. AGI meminta pemerintah tidak hanya menjadikan Bulog sebagai stabilisator beras, tapi juga menjadi stabilisator gula.

"Saat ini, Bulog tidak lebih difungsikan ad hoc saja untuk gula. Harusnya Bulog berfungsi sebagai penyeimbang pasar," kata Direktur Eksekutif AGI, Tito Pranolo, kepada detikFinance di Jakarta, Kamis (31/12/2015).

Tito meminta pemerintah memberikan kewenangan kepada Bulog untuk membentuk cadangan gula nasional. Seperti halnya yang dilakukan Bulog di beras, Bulog diusulkan juga menyerap gula produksi lokal untuk dijadikan stok. "Bulog bisa menyerap gula produksi PTPN untuk dijadikan cadangan," ucapnya.

Untuk menjadi stabilisator gula, Tito memperkirakan bahwa Bulog harus menguasai sekitar 10%-15% dari seluruh produksi gula di dalam negeri. Dengan produksi gula nasional saat ini sebesar 2,5 juta ton, maka idealnya Bulog menyerap kurang lebih 300 ribu ton gula lokal. "Kalau dia (Bulog) serap 15% saja atau 300 ribu ton, pasar pasti ‎sudah lumayan stabil," cetusnya.

Menurut dia, Bulog adalah BUMN yang paling layak untuk menjadi stabilisator gula nasional. Dari segi kapasitas, permodalan, dan infrastruktur yang dimiliki, Bulog dinilai paling siap. "Bulog kan punya infrastruktur, punya gudang di seluruh Indonesia," tutup Tito.

http://finance.detik.com/read/2015/12/31/095653/3108040/1036/bulog-diusulkan-jadi-stabilisator-gula-nasional

Rabu, 30 Desember 2015

Pemerintah Tugaskan Bulog Impor Gula Putih 200.000 Ton di 2016

Pemerintah akan mengimpor gula putih dengan tahun depan dengan kuota tak lebih dari 200.000 ton setahun. Tugas impor tersebut diserahkan kepada Perum Bulog.

Impor gula untuk konsumsi itu diputuskan dalam rapat koordinasi di kantor Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian pekan ini. Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu, dirinya sudah mengetahui informasi tentang tugas impor tersebut.

Namun, Bulog baru bisa melaksanakannya setelah mendapat surat perintah resmi dari pemerintah.

"Bagi kami baru bisa melaksanakan kegiatan itu (impor) kalau sudah ada perintah tertulis dari hasil rakor itu," ujar Wahyu kepada detikFinance, Rabu (30/12/2015).

Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan impor gula putih bertujuan untuk menjaga pasokan. Selain itu, Darmin mengatakan, impor itu akan dilakukan Perum Bulog

"Gula putih kita impor untuk jaga-jaga. "Impor akan dilakukan Bulog saja, enggak sampai 200.000 ton setahun. Enggak terlalu banyak," kata Darmin.

Wahyu menambahkan, biasanya surat perintah untuk mengimpor dikeluarkan dalam kurun waktu sepekan setelah rapat koordinasi di kantor Menko Bidang Perekonomian. Selama ini pemerintah memang menugaskan Bulog untuk mengimpor gula putih untuk konsumsi.

Namun, impor tersebut bukan untuk menjatuhkan harga gula petani, melainkan untuk stabilisasi harga dan menjaga kelancaran pasokan di pasar.

"Kalau pasokan kurang kami lempar ke pasar supaya harga stabil dan tidak terlalu tinggi. Tapi, kalau produksi petani berjalan dan pasokan cukup, maka gula impor akan ditahan di gudang," kata Wahyu

http://finance.detik.com/read/2015/12/30/104131/3107179/4/pemerintah-tugaskan-bulog-impor-gula-putih-200000-ton-di-2016

Senin, 28 Desember 2015

Bulog Minta Pemerintah Segera Bentuk Badan Otoritas Pangan Nasional

Dirut Pengadaan Bulog, Wahyu meminta pemerintah segera menuntaskan pembuatan Badan Otoritas Pangan. Dia menilai , badan tersebut sangat penting untuk menjaga stabilitas harga bahan pangan di Indonesia.

"Sudah saatnya Indonesia punya Badan Otoritas Pangan Nasional yang idealnya mengatur regulasi soal pangan secara umum. Misalnya, mengatur 11 komoditi pangan yang dikelola negara, " ujar Wahyu di hotel Grand Cempaka, Jakarta Senin (29/12/2015).

Dia mengatakan, hampir setiap negara produsen pangan memiliki badan sejenis. Dia mencontohkan Malaysia dan Filipina yang sudah memiliki badan yang serupa sejak lama.

"Di negara mana pun ada lembaga seperti ini. Misalnya di Malaysia ada Bernas," ucapnya.

Sebenarnya, kata Wahyu, hal ini sudah diatur dalam UU. Nomor 18 tahun 2012. Dalam peraturan tersebut pemerintah diwajibkan membentuk Badan Otoritas Pangan Nasional. Namun, hingga kini badan tersebut belum dibentuk.

"Harusnya sudah dibentuk pada 17 November lalu, tapi masih sana seperti ini saja," ujar dia.

Wahyu menuturkan, ketiadaan fungsi regulator yang seharusnya dijalankan oleh Badan Otoritas Pangan Nasional berdampak pada operasional Bulog selama ini. Hingga saat ini dia menilai masih banyak regulasi yang timpang tindih.

Wahyu mencontohkan UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN yang mewajibkan Bulog untuk mengejar keuntungan tumpang tindih dengan peraturan Harga Pokok Pemerintah (HPP).

"Kita membeli dari petani menggunakan pinjaman dari perbankan karena BUMN. Belum proses penyimpanan 3 sampai 4 bulan butuh biaya. Tapi pas dijual hanya Rp 8.700 karena ada HPP. Kalau dihitung mundur terus minus," ujar Wahyu.

Selain itu, sebut dia, selama ini belum ada regulasi yang jelas tentang alokasi pendanaan untuk cadangan pangan seperti beras. Padahal, regulasi yang mengatur hal tersebut sangat perlu mengingat pangan adalah hal yang sangat krusial di masyarakat.

Wahyu menyebutkan, alokasi dana untuk cadangan beras hanya Rp 1 triliun-Rp 2 triliun atau hanya cukup untuk 300 ton. Jumlah tersebut, menurut dia masih jauh dari cukup.

"Kebutuhan kita untuk antisipasi seperti bencana, gangguan produksi dan lain lain harusnya lebih dari itu. Kita butuh regulasi yang dinamis, menyesuaikan dengan situasi," ujarnya.

Terakhir, dia juga mengatakan tanpa Badan Otoritas Pangan Nasional, pekerjaan dan tanggung jawab Bulog menjadi terlalu luas. Sehingga malah membuat kinerja Bulog menjadi merosot.

"Kami jadi banyak sekali juragannya. Kementerian pertanian, perdagangan, sosial, belum menko nya. Belum kami harus audiensi dengan DPR. Malah jadi sibuk rapat ke sana ke sini," tutur Wahyu.

Dengan adanya Badan Otoritas Pangan Nasional, dia berharap akan ada pengaturan yang lebih komperhensif khususnya dalam pengadaan pangan.

"Harapan ini sudah ada, Presiden Jokowi sudah berulangkali ingin Bulog jadi seperti itu. Tinggal menunggu tahap administrasi," kata Wahyu

 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/12/28/192000926/Bulog.Minta.Pemerintah.Segera.Bentuk.Badan.Otoritas.Pangan.Nasional

Bulog siap penuhi konversi beras premium

Perum Bulog siap memenuhi rencana pemerintah yang sedang menyiapkan langkah konversi atau pengalihan cadangan beras kualitas premium untuk dipergunakan dalam program Beras untuk Rakyat Sejahtera (Rastra).

"Terkait langkah konversi, itu masih dalam proses di pemerintah, dan selaku operator Bulog selalu siap dengan apa yang akan ditugaskan kepada kita," kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik, Wahyu Supariyono, di Surabaya, Senin.

Wahyu yang hadir di Surabaya untuk meninjau langsung pagelaran pasar murah di Kantor Bulog Jatim, Jalan Ahmad Yani Surabaya mengatakan penyerapan beras komersial untuk Rasta merupakan prestasi nasional.

Sebab, dengan adanya rencana itu diperkirakan lebih dari 700 ribu ton keberadaan beras premium milik Bulog akan terserap, dari total 1,4 juta ton stok seluruh jenis beras yang ada.

"Yang pasti harus dicatat ini adalah prestasi nasional, penyerapan beras premium mencapai lebih dari 700 ribu ton. Dan tahun depan kami sudah siap jika pemerintah memerintahkan untuk melakukan konversi," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Thomas Lembong di Jakarta mengatakan sedang menyiapkan konversi beras komersial ke beras PSO untuk dipergunakan di program Rastra.

Langkah ini, lanjutnya, sedang disusun oleh tim ekonomi terkait bagaimana prosesnya serta pemenuhan prosedur menambah subsidi.

"Tim ekonomi sekarang lagi melaksanakan proses dan memenuhi prosedur untuk menjalankan tambahan subsidi, dan memungkinkan pemindahan stok (dari premium ke medium). Pergeseran stok dari beras komersial ke beras PSO untuk Rastra," katanya.

Selain itu, kata Thomas, pemerintah juga masih menghitung berapa banyak beras yang akan dikonversi, sebab berdasarkan data beras kualitas premium yang dimiliki Perum Bulog kurang lebih sebanyak 700.000 ton dari total keseluruhan beras yang dimiliki sebanyak 1,4 juta ton.

http://www.antaranews.com/berita/537253/bulog-siap-penuhi-konversi-beras-premium

Bulog: Indonesia Masih Jauh dari Kedaulatan Pangan

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) menegaskan, hingga saat ini Indonesia masih jauh dari cita-cita sebagai negara yang berdaulat dalam bidang pangan.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu mengatakan, saat ini masyarakat di Tanah Air selalu disesatkan dengan istilah kedaulatan pangan yang berarti tidak impor. Padahal, bebas dari impor hanya salah satu dari aspek kedaulatan pangan.

"‎Kedaulatan itu bagaimana pemerintah, negara, dan rakyat bisa mengatur pola konsumsi, distribusi dan produksinya. Itu yang harus diluruskan, karena sering dikatakan kalau kita tidak impor berarti kita sudah berdaulat. Itu kata siapa?. Sampai saat ini kita masih jauh dari kata kedaulatan pangan," katanya di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Senin (28/12/2015).

Dia menuturkan, hingga saat ini petani belum memiliki kebebasan untuk memilih sarana produksi serta komoditas pangan mana yang akan di‎produksi. Selama ini, dalam memilih sarana produksi petani di Indonesia masih sangat ditentukan komoditas pangan mana yang disubsidi pemerintah.

"‎Misalnya, petani memilih sarana produksi masih sangat ditentukan oleh komoditi apa yang disubsidi pemerintah. Misalnya, pupuk. Pupuk B disubsidi pemerintah. Kalau petani enggak produksi pupuk B, maka produksinya enggak akan maksimal. Jadi petani dalam kondisi terpaksa menanam padi saja, kedelai saja," tuturnya.

Dari sisi pemerintah‎, tambah dia, belum ada kekuatan, lembaga dan regulasi pangan diatur di Tanah Air ini. Padahal, hal tersebut menjadi aspek terpenting untuk mencapai kedaulatan pangan.

"‎Aspek terpenting itu pemerintah harus mengatur bagaimana pola pengelolaan pangan. Kalau sekarang semua diserahkan ke swasta‎," tandas Wahyu.

http://ekbis.sindonews.com/read/1072674/34/bulog-indonesia-masih-jauh-dari-kedaulatan-pangan-1451276790

Bulog: Kami Selalu Disalahkan soal Impor Beras

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) mengaku selalu disalahkan oleh masyarakat ketika melakukan impor beras. Padahal, pemerintah yang memutuskan impor dan Bulog hanya ditugasi untuk menyimpan dan mendistribusikannya.

"Saat Bulog mengimpor beras semua geger. Semua salahkan Bulog," tegas Direktur Bulog Wahyu, Jakarta, Senin (28/12/2015).

Wahyu menambahkan, dalam mekanisme impor ada regulasi yang mengatur. Pemerintah pun memang telah mengatur impor beras.

"Tapi lembaga yang mengatur tidak ada. Padahal Bulog itu tugasnya sebagai stabilisator harga dan pasokan pangan (beras)," sambungnya.

Sekedar informasi, pemerintah sudah mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand untuk memenuhi kebutuhan nasional pada 2016. Namun, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengklaim, impor ini sebagai cadangan dan hanya akan dikeluarkan ke masyarakat jika memang kebutuhan sudah sangat mendesak.

http://economy.okezone.com/read/2015/12/28/320/1275950/bulog-kami-selalu-disalahkan-soal-impor-beras

Bulog Tagih Janji Pemerintah Bentuk Badan Otoritas Pangan

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu menagih janji pemerintah yang akan membentuk Badan Otoritas Pangan, untuk mengatur tata kelola pangan di Tanah Air, mulai dari kegiatan importasi, angka kebutuhan hingga konsumsi pangan di Indonesia.

Pasalnya, di negara manapun ada lembaga pangan yang mengatur seluruh tata kelola pangan di negaranya. Sementara di Indonesia hingga kini belum terbentuk badan pengatur tersebut.

"Kami usulkan, saatnya pemerintah mengatur tentang pangan. Karena di negara manapun, ada lembaga dan badan pangan yang mengatur tentang pangan. Mereka mengatur tata kelola pangan di negaranya," kata dia di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Senin (28/12/2015).

Menurutnya, dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentan Pangan juga telah diamanatkan untuk membentuk Badan Otoritas Pangan Nasional. Bahkan, badan tersebut seharusnya telah dibentuk paling lambat 17 November 2015.

"Harusnya (pembentukan badan otoritas pangan) paling lambat 17 November sudah didirikan badan itu. Badan ini juga idealnya mengatur regulasi pangan secara umum dan soal 11 komoditi pangan strategis," imbuhnya.

Wahyu menambahkan, cadangan pangan yang saat ini dikelola Bulog masih sangat minim yaitu sekitar 300 ribu ton per tahun. Padahal, Bulog juga harus menyediakan kebutuhan beras untuk mengatasi bencana alam seperti longsor, banjir, dan sebagainya.

"Harusnya (cadangan pangan) lebih dari itu. Intinya, pemerintah memang harus punya badan yang mengelola regulasi pangan, operator, serta jenis komoditi, dan jumlah cadangan pangan maksimalnya.‎ Idealnya 10%-15% dari konsumsi. Kalau 10% dari konsumsi, maka Bulog seharusnya bisa mengelola 3 juta ton, karena konsumsi beras kita 30 juta ton satu tahun‎," tandas Wahyu.

http://ekbis.sindonews.com/read/1072686/34/bulog-tagih-janji-pemerintah-bentuk-badan-otoritas-pangan-1451279580





Paceklik Awal Tahun semakin Panjang

KETAHANAN pangan Indonesia akan langsung mendapat ujian di bulan-bulan awal 2016. Yang menjadi penyebab ialah masa panen raya yang diprediksi mundur satu hingga dua bulan sebagai akibat dari terlambatnya musim hujan tahun ini.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan sawah di Indonesia merupakan tadah hujan yang sistem pengairannya sangat mengandalkan curah hujan. Bukan sawah irigasi teknis. "Maka, pada saat (musim) hujan mundur, panen ikut mundur," ujarnya kepada Media Indonesia, kemarin.

Dampaknya cukup mengkhawatirkan. Mundurnya panen akan berakibat musim paceklik pada awal tahun menjadi semakin panjang. Menurut Djarot, mundurnya musim tanam yang berdampak ke musim panen juga akan menimbulkan gap produksi dengan konsumsi.

Masa paceklik diperkirakan berlangsung pada periode Januari-Maret sehingga puncak masalah amat mungkin terjadi pada Februari hingga Maret. Djarot pun menargetkan pengadaan cadangan beras harus dapat memenuhi kebutuhan selama periode puncak tersebut.

Saat dihubungi terpisah, pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin meminta agar konsekuensi dari mundurnya musim hujan yang berdampak ke musim tanam dan panen diperhatikan serius. Pemerintah, kata dia, mesti mempertahankan jumlah produksi pertanian agar ketahanan tetap terjaga.

"Pemangku kepentingan harus mengantisipasi naiknya harga beras sebagai potensi mundurnya masa panen dengan terus menjaga pasokan," tegasnya.

Terkait dengan itu, Bustanul mengingatkan supaya Perum Bulog mampu memaksimalkan perannya sebagai representasi pemerintah dengan fungsi manajemen stok ataupun operasi pasar.

Senada, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyebut fungsi Bulog sebagai penyangga pangan harus dimaksimalkan dengan cara mengumpulkan seluruh produksi yang tidak merata karena perbedaan masa tanam dan panen.

Ia mencatat, saat ini ada sebagian wilayah sudah memulai masa tanam karena telah memasuki periode musim hujan. Sebagian daerah lain belum memulai aktivitas karena masih kemarau.

Lebih jauh, Henry meminta pemerintah memperbaiki atau memaksimalkan data, baik itu konsumsi maupun kategori lahan. Alhasil kegiatan spekulasi pun bisa ditekan.

Stok 1,2 juta ton 

 
Di sisi lain, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina memastikan bahwa kondisi stok barang kebutuhan pokok termasuk beras relatif aman. "Stok beras di Bulog untuk PSO saat ini sekitar 1,2 juta ton yang masih mencukupi untuk empat bulan ke depan," tukas Srie di Kupang, NTT, kemarin.

Bulog sendiri, menurut Djarot Kusumayakti, tak menampik adanya kemungkinan ketika pasokan berkurang, harga beras akan naik sehingga menyulitkan masyarakat maupun Bulog dalam menyerap beras.

"Kalau itu yang terjadi, Bulog akan melaporkannya kepada regulator untuk segera disikapi dengan keputusan. Setiap keadaan harus menjadi indikator untuk menghindari keterlambatan sikap (pemerintah)," tegasnya.

http://mediaindonesia.com/mipagi/read/18210/Paceklik-Awal-Tahun-semakin-Panjang/2015/12/28

Harga Pangan Naik, Kementan Tuding Bulog Tak Maksimal

Hubungan Kementerian Pertanian dan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) kembali memanas.

Pencetusnya: apalagi kalau bukan kenaikan harga pangan jelang akhir tahun sekarang ini.

Hampir seluruh komoditas pangan yang ditugaskan pemerintah kepada Bulog mengalami kenaikan harga pada akhir tahun ini, yakni mulai dari harga beras, daging sapi, dan hortikultura seperti cabai merah dan bawang merah.

Kementerian Pertanian (Kementan) menuding Bulog tidak gesit dalam membeli produksi pangan dari petani dan kalah bersaing dengan perusahaan swasta.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Spudnik Sujono seperti dikutip Kontan pekan lalu, mengaku kecewa karena harga cabai merah dan bawang merah naik sekitar 40 persen di pasaran.

Padahal, hitungan Spudnik, Kementan telah menggenjot produksi pangan pada tahun ini, namun Bulog tak mampu menyerap dengan baik.

Rapor merah dalam penyerapan pangan ini membuat Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Gardjita Budi mengusulkan agar peran Bulog dalam kerangka pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN) menjadi pelaksana pangan saja.

"BPN menjadi regulator, fungsi pelaksana di tangan Bulog," ungkap Gardjita.

Tak ingin bermasalah

Tak ingin kena cap gagal, Bulog mengaku telah menjalankan fungsi dan peran sesuai penugasan. Direktur Pengadaan Bulog Wahyu memengaku Bulog telah berupaya semaksimal mungkin bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya yang diberikan pemerintah. Bulog semisal, menggandeng 3.996 mitra yang tersebar di seluruh Indonesia.

Namun, penyerapan komoditas di luar beras, sesuai dengan Rencana dan Kerja Anggaran Perusahaan Perum Bulog (RKAP), tak dapat dilakukan Bulog.

Bulog membutuhkan penugasan pemerintah. Itulah sebabnya, Bulog tida bisa asal membeli karena berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

"Kalau bergerak tanpa RKAP, kami bisa salah nanti karena penugasan tertulis tidak ada," ujarnya.
Bulog mengaku, hingga kini belum mendapatkan Peraturan Presiden terkait tugas penyerapan sejumlah komoditas seperti jagung, daging sapi, dan hortikultura.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/12/28/080900326/Harga.Pangan.Naik.Kementan.Tuding.Bulog.Tak.Maksimal

Sabtu, 26 Desember 2015

Bulog minta surat penugasan penyerapan komoditas

Perum Bulog kerap mendapatkan serangan dari Kementerian Pertanian (Kemtan) akhir-akhir ini. Serangan-serangan tersebut ditujukan kepada Bulog karena dinilai lelet dalam mengeksekusi pembelian berbagai komoditas pangan di lapangan.

Sebab Kemtan mengklaim pasokan pangan sebenarnya cukup untuk konsumsi dalam negeri, tapi Bulog tidak gesit dalam membeli produk tersebut sehingga kalah dari swasta. Terkait serangan tersebut, Direktur Pengadaan Bulog Wahyu membantahnya. Ia mengatakan Bulog telah berupaya semaksimal mungkin bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Bulog menggandeng 3.996 mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun untuk penyerapan komoditas di luar beras, sesuai dengan Rencana dan Kerja Anggaran Perusahaan Perum Bulog (RKAP), Bulog tidak dapat bergerak sendiri, tapi butuh penugasan dari pemerintah. Itulah sebabnya, Bulog tidak bisa asal membelinya karena berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

"Kalau kami bergerak tanpa RKAP maka kami bisa salah nanti. Jadi bukan karena Bulog tidak siap, kami siap mengerjakannya. Tapi bagaimana bisa kalau penugasan tertulis saja tidak ada," ujar Wahyu kepada KONTAN Rabu (13/12).

Selain itu, Bulog juga belum mendapatkan Peratuarn Presiden (Perpres) terkait tugas yang harus dijalankan. Bila perpres itu sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo, maka Bulog akan bergerak cepat.

"Kalau Perpres sudah diteken, penugasan komoditas apa saja kami siap kerjakan," imbuh Wahyu.

Terkait keluhan Dirjen Hortikultura Spudnik Sujono yang menilai Bulog kalah dengan perusahaan swasta dalam menyerap produk-prodok Hortikultura, Wahyu bilang hal itu tidaklah benar. Ia bilang sejak awal negara ini dibentuk pemain swasta itu sudah ada.

Selain itu, pada tahun 2015, di dalam RKAP Bulog tidak ada tanggungjawab untuk menyerap produk-produk hortikultura kecuali itu ada penugasan tertulis dari pemerintah kepada Bulog. Selain itu, Wahyu juga menjawab tudingan Kemtan yang menilai Bulog hanya mau bekerjasama dengan pengusaha besar di daerah.
"Dari 3.996 mitra Bulog, sebanyak 99% adalah perusahaan kecil," tutur Wahyu.

http://industri.kontan.co.id/news/bulog-minta-surat-penugasan-penyerapan-komoditas

Senin, 21 Desember 2015

Gunakan Sistem Online, Persetujuan Impor Beras Terbit 3 Hari

Kemudahan impor beras yang diberikan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong melalui Peraturan Nomor 103/M-DAG/PER/12/2015 tidak hanya sebatas memangkas enam syarat yang harus dipenuhi importir. Untuk mempercepat proses impor, Thomas juga mengizinkan para importir untuk mengurus perizinan impor secara online.

Kebijakan tersebut otomatis menganulir Permendag sebelumnya nomor 19/M-DAG/PER/12/2015 yang mensyaratkan seluruh dokumen permohonan persetujuan impor dan ekspor diajukan secara tertulis kepada Kementerian Perdagangan.

"Selain itu penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor dari sebelumnya paling lambat lima hari dipangkas menjadi tiga hari terhitung sejak diterimanya permohonan secara lengkap dan benar,” ujar Thomas dikutip dari aturan tersebut, Senin (21/12).

Dalam peraturan yang ditekennya pada 8 Desember 2015 dan berlaku efektif 1 Januari 2016, Thomas menyatakan impor beras bisa dilakukan untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan.

Kegiatan impor beras juga bisa dilakukan untuk keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri.

“Keperluan tertentu dapat dilakukan dengan ketentuan terkait kesehatan/dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu, serta beras yang bersumber dari hibah,” kata Thomas.

Kualitas Beras

Meskipun mempermudah syarat dan prosedur memperoleh persetujuan impor, namun pemerintah mewajibkan jenis beras yang dapat dibeli dari luar negeri harus memenuhi kualitas tertentu:

1. Beras dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25 persen,
2. Beras pecah dengan tingkat kepecahan 100 persen,
3. Beras ketan pecah dengan tingkat kepecahan 100 persen,
4. Beras Japonica dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 persen,
5. Beras ketan utuh,
6. Beras Thai Hom Mali dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 persen,
7. Beras kukus,
8. Beras Basmati dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 persen.

Sementara untuk ekspor, pemerintah hanya mengizinkan kegiatan tersebut dilakukan bila persediaan beras di dalam negeri melebihi kebutuhan.

Adapun jenis beras yang dapat diekspor meliputi beras yang tidak diproduksi melalui sistem pertanian organik, beras ketan hitam, dan beras organik dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25 persen.

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151221113505-92-99540/gunakan-sistem-online-persetujuan-impor-beras-terbit-3-hari/

Kemendag Permudah Syarat Impor Beras Mulai 2016

Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong mempermudah syarat untuk melakukan impor beras dengan menerbitkan aturan bernomor 103/M-DAG/PER/12/2015, sebagai pengganti Permendag Nomor 19/M-DAG/PER/12/2015. Aturan yang ditandatangani Thomas pada 8 Desember 2015 tersebut akan berlaku mulai 1 Januari 2016 mendatang.

Dalam pasal 3 peraturan baru tersebut, penetapan jumlah beras yang dapat diekspor dan diimpor ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.

“Menimbang bahwa untuk mendorong peningkatan daya saing nasional, perlu melakukan penyederhanaan perizinan di bidang perdagangan, khususnya ekspor dan impor," tutur Thomas dikutip dari aturan tersebut, Senin (21/12).

Dalam Permendag Nomor 103, enam syarat untuk memperoleh persetujuan ekspor yang dihapus adalah:

1. Syarat fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
2. Dokumen rekomendasi dari Tim Koordinasi untuk Ekspor Beras sehingga syaratnya menjadi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP),
3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP),
4. Sertifikat organik,
5. Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk,
6. Pernyataan pesanan dari calon pembeli di luar negeri.

Semakin Mudah Impor

Sementara untuk mempermudah impor, Mendag Thomas menghapuskan sebanyak enam syarat yaitu:

1. Keharusan sebagai importir terdaftar Produsen Beras (IP-Beras) maupun Importir Terdaftar-Beras (IT-Beras).
2. Importir beras untuk bahan baku/penolong tidak perlu diakui sebagai IP Beras untuk mendapatkan Persetujuan Impor tetapi cukup melampirkan akta pendirian perusahaan beserta perubahannya,
3. Keharusan memiliki Izin Usaha Industri (IUI) perusahaan yang mengimpor beras sebagai bahan baku/penolong,
4. Keharusan memiliki Angka Pengenal Importir Produsen (API-P),
5. Pemberitahuan impor barang (PIB) bagi importir yang telah mendapatkan Persetujuan Impor sebelumnya,
6. Keharusan menyertakan surat pernyataan dari pemohon yang mencantumkan kapasitas produksi industri berbahan baku beras.

Sementara bagi importir beras untuk keperluan tertentu yang terkait dengan kesehatan/dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu importir tidak perlu mendapatkan penetapan Importir Terdaftar Beras (IT-Beras). Namun cukup melampirkan akta pendirian perusahaan beserta perubahannya, Angka Pengenal Importir Umum (API-U), bukti penguasaan gudang sesuai dengan karakteristik produknya berupa Tanda Daftar Gudang (TDG), PIB bagi perusahaan yang telah mendapatkan Persetujuan Impor sebelumnya.

Pembeli juga cukup menyerahkan surat bermaterai yang menyatakan tidak memiliki afiliasi atau hubungan kepemilikan dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang perberasan, dan rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertanian atau pejabat yang ditunjuk. 

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151221101515-92-99516/kemendag-permudah-syarat-impor-beras-mulai-2016/

RI Banjir Impor Beras dari Negara Ini

El Nino mendatangkan kekhawatiran terhadap produksi dan pasokan beras dalam negeri. Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) telah mengimpor sekitar 1,5 juta ton beras dari Vietnam yang akan didatangkan secara bertahap untuk memenuhi cadangan beras di gudang Bulog hingga tahun depan.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterima Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (21/12/2015), terjadi kenaikan pasokan beras impor ke Indonesia selama periode November 2015.

Pada bulan kesebelas lalu, total impor beras Indonesia dari beberapa negara, seperti Vietnam, Thailand, Pakistan, India dan negara lainnya mencapai US$ 125,98 juta dengan berat 318,02 juta kilogram (kg).

Realisasi tersebut naik dibanding periode Oktober 2015 yang sebesar US$ 10,51 juta dengan berat 21,09 juta kg. Sementara di akhir November 2014, realisasi impor beras sebanyak 177,87 kg dengan nilai US$ 83,58 juta.

Impor beras pada November 2015, dipasok dari Vietnam dengan peningkatan berat maupun nilai sangat signifikan sebesar US$ 110,68 juta seberat 278,75 juta kg. Sedangkan di Oktober ini hanya US$ 367,50 ribu dengan berat satu juta kg.

Adapula beras yang berasal dari Thailand dengan nilai impor US$ 1,98 juta seberat 3,45 juta kg, lalu dari Pakistan yang mengirimkan beras ke Indonesia senilai US$ 11,34 juta seberat 32,27 juta kg. Kemudian India dengan pasokan impor US$ 1,98 juta seberat 4,45 juta kg pada bulan kesebelas ini.

"Ada beras yang masuk dari Vietnam ke gudang Bulog 277,70 juta kg senilai US$ 110,12 juta di November 2015," ucap Kasubdit Statistik Impor BPS, Rina D. Sulastri.

Secara akumulatif, impor beras sepanjang Januari-November 2015 mencapai US$ 236,37 juta dengan berat 569,62 juta kg. Jumlah ini lebih rendah atau turun dari realisasi periode yang sama 2014 senilai US$ 275,64 juta dengan berat 611,74 juta kg.

Rincian impor beras menurut negara asal pada sebelas bulan tahun ini, paling besar dari Vietnam dengan nilai impor beras ke Indonesia sebesar US$ 121,21 juta seberat 304,07 juta kg. Dari Thailand, Indonesia mengimpor beras senilai US$ 52,71 juta seberat 96,77 juta kg.

Negara lain yang memasok beras ke RI adalah Pakistan. Total impor sepanjang Januari-November ini senilai US$ 44,54 juta dengan berat 127,30 juta kg, lalu India dengan berat 33,78 juta kg impor senilai US$ 13,53 juta.

Sementara impor beras dari Myanmar dan negara lain, masing-masing senilai US$ 1,81 juta dan US$ 2,57 juta dengan berat impor sebanyak 5,77 juta kg dan 1,92 juta kg.

http://bisnis.liputan6.com/read/2394607/ri-banjir-impor-beras-dari-negara-ini

Rabu, 16 Desember 2015

Ini Cara Bulog Perbaiki Kualitas Beras untuk Warga Miskin



Perum Bulog akan memperketat beras yang masuk ke gudang guna menjaga kualitas beras tetap baik hingga di tangan penerima bantuan beras masyarakat sejahtera (rastra). BUMN tersebut akan membuat standardisasi proses pemeriksaan beras sebelum masuk ke gudang dan disimpan Bulog, sehingga kualitas beras tetap baik hingga ke tangan masyarakat penerima. Standar baru akan diterapkan mulai tahun depan.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu mengatakan, selama ini pihaknya mendapat tuduhan kualitas beras yang Bulog salurkan untuk bantuan rastra tidak layak konsumsi atau buruk. "Memang ada beberapa kasus. Karena itu harus dievaluasi, dari mana asalnya beras tersebut, siapa mitra yang memasok dan bagaimana kondisinya. Jadi ini yang kami harus jawab ke masyarakat sekarang ini," katanya saat Sosialisasi Pengadaan Tahun 2016 di Jakarta, Selasa (15/12).

Dia mengakui, dalam pengadaan gabah/beras banyak menghadapi masalah, misalnya, masih ditemukan beras tidak sesuai standar masuk ke gudang Bulog, mitra kerja tidak aktif dan royal, sistem pemeriksaan kualitas tidak standar. Kendala lainnya, jumlah petugas yang melakukan pengawasan terhadap kualitas gabah/beras tidak cukup jumlah dan kualitas, infrastruktur juga tidak memadai dan harga di lapangan yang kerap terjadi gejolak.

Karena itu, Bulog akan membuat standarisasi proses pemeriksaan sebelum masuk ke gudang dan disimpan Bulog, untuk menjaga kualitas beras agar tetap baik hingga ke tangan masyarakat penerima. "Pertanyaan ini yang harus dijawab. Jadi kami perbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pemeriksaan. Karena itu, kami buat sistemnya," ujarnya.

Wahyu mengungkapkan, proses yang dilalui yakni beras dari mitra kerja harus diperiksa tim khusus, di ruang khusus yang tertutup, sehingga tidak ada kontak langsung dan kolusi dengan pemilik barang. Selama ini pemeriksa beras berada di gudang, sehingga pemilik barang bisa bertemu langsung dengan pemilik barang.

"Ini salah satu perubahan dalam proses pemeriksaan kualitas beras Bulog. Kami akan mulai ketat dalam pemeriksaan. Tim pemeriksa juga tidak bisa berkomunikasi dengan yang punya barang. Kebijakan ini akan kami mulai tahun depan," tuturnya.

Menurut Wahyu, ke depan gabah maupun beras tidak bisa keluar masuk gudang Bulog dari satu daerah ke daerah lain. Karena itu jika satu tempat/gudang tidak bisa masuk karena tidak memenuhi standar, maka di seluruh Indonesia tersebut tidak akan bisa masuk. Selama ini, karena pemerikasaan tergantung SDM yang di gudang, maka kerap terjadi beras yang tidak masuk di salah satu gudang, bisa masuk ke gudang lain di wilayah yang berbeda. "Karena itu persoalan lain yang kami perbaiki adalah petugas pengadaan dan pemeriksa. Selama ini memang SDM kita tidak cukup jumlah dan kualitas," ujarnya.

Kebijakan lain yang akan diterapkan Perum Bulog guna menjaga kualitas, menurut Wahyu, beras yang masuk atau disimpan di gudang dalam kemasan 15 kilogram hanya untuk keperluan penyaluran dua bulan, sisanya dalam kemasan 50 kg. "Kalau kita menyimpan beras dalam kemasan 15 kg dalam jumlah banyak seperti sekarang ini sulit dikawal dan dipertanggungjawabkan kualitasnya. Apalagi kita juga tidak pernah tahu asal-usul beras tersebut," katanya.

Dengan cara itu diharapkan akan lebih terjaga kualitasnya, ujarnya, apalagi ke depan, sebelum beras tersebut disalurkan akan dilakukan reproses lagi guna membersihkan kotoran seperti batu, kemudian baru dikemas dalam karung 15 kg. "Memang akan ada tambahan biaya bagi mitra kerja. Jangan takut, Bulog yang akan bayar. Semua ini untuk menjawab keluhan terhadap kualitas beras Bulog. Kami sekarang konsen terhadap kualitas," katanya.

Sementara itu untuk mengatasi kendala infrastruktur, pihaknya akan membantu memperbaiki kemampuan penggilingan padi yang menjadi mitra Bulog. Kerja sama dengan mitra Bulog nantinya juga akan dilengkapi beberapa persyaratan administrasi, termasuk kemampuan produksi, data pembelian gabah ke petani, petani dimana, luasannya berapa. Selama ini, Bulog tidak pernah mengetahui asal-usul gabah/beras yang disetor mitra BUMN tersebut, karena itu jika kualitas berasnya kurang baik, maka sulit untuk dilakukan penelurusan asal-usulnya. "Ini untuk menjawab bahwa kita membeli gabah/beras di petani. Target kami tahun depan tidak ada lagi rakyat terima beras yang di bawah sandar," tegas Wahyu.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/331851-ini-cara-bulog-perbaiki-kualitas-beras-untuk-warga-miskin.html

Minggu, 13 Desember 2015

Bulog Gerojok 800 Ribu Ton Beras Impor Awal Tahun Depan

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan akan ada stok beras impor tambahan pada awal tahun depan. Tambahan pasokan beras impor itu untuk mengantisipasi beras dari sawah tadah hujan yang diperkirakan baru panen besar pada April 2016.

"Pengiriman impor yang belum masuk kan ada 800 ribu lagi, tapi ada pemakaian Januari hingga Maret yang harus di-manage dengan baik," kata Djarot saat dihubungi Tempo hari ini, 13 Desember 2015.

Djarot menjelaskan, dengan adanya El-Nino sawah nonirigasi kemungkinan besar baru dapat menanam pada Desember. Ia memperkirakan panen besar baru dapat dilakukan pada April mendatang. Oleh karena itu, pengelolaan distribusi beras perlu dilakukan dengan baik selama jeda waktu Januari hingga Maret.

Menurut Djarot, saat ini Bulog masih mengantongi stok beras 1,2 juta ton. Ia memprediksi stok ini akan dipakai hingga menyisihkan lebih-kurang 500 ribu ton. Stok ini ditambah dengan stok 700 ribu ton beras impor yang ditargetkan akan dikirimkan semua pada akhir tahun ini.

Saat ini memang baru 350 ribu ton beras yang sudah terealisasi. Djarot mengatakan jika 700 ribu ton beras impor dari Vietnam ini terealisasi, akan meningkatkan stok dalam negeri.

Apabila ditotal, Djarot mengatakan akan ada stok 1,2 juta ton beras untuk stok Januari hingga Maret mendatang. Hal ini akan ditambah dengan impor beras 800 ribu ton dari Thailand dan Vietnam yang akan dikirim berangsur-angsur selama Januari hingga Maret.

Djarot mengakui data produksi di masing-masing daerah yang minim memang menyulitkan Bulog untuk melakukan pengelolaan yang maksimal. Oleh karena itu, Bulog juga akan melakukan pemantauan berdasarkan harga pasar.

Djarot mencatat telah terjadi pergerakan harga hampir di seluruh wilayah Indonesia. Bulog juga telah melakukan intervensi pasar dalam rangka mengantisipasi lonjakan harga di daerah.


http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/12/13/090727347/bulog-gerojok-800-ribu-ton-beras-impor-awal-tahun-depan

Minggu, 06 Desember 2015

Kemtan usulkan Bulog jadi Penyokong Badan Pangan

Pemerintah saling lempar tanggungjawab soal bentukan Badan Pangan Nasional (BPN). Pasalnya, berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Pangan No 18 Tahun 2012, BPN harusnya sudah terbentuk sebelum 17 November 2015 lalu.

Namun setelah batas waktu pembentukan itu, Kementerian Pertanian (Kemtan) melempar tanggungjawab kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PANRB).

Sebab saat ini, draf pembentukan BPN yang disusun Kemtan telah sampai di Kementerian PAN-RB dan belum diproses sampai ke meja presiden. Dalam draf usulan tersebut, Kemtan menawarkan sejumlah alternatif pembentukan BPN. Salah satunya adalah dengan menjadikan Bulog sebagai penyokong logistik BPN.

Kemtan mengusulkan agar BPN berwenang dalam melakukan pengaturan stok pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, kualitas pangan serta kewenangan menerbitkan rekomendasi untuk ekspor dan impor pangan. Selain itu, BPN juga berwenang melakukan pengawasan keamanan pangan dan memantau harga.

Hal itu dikatakan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kemtan Gardjita Budi akhir pekan lalu. "Salah satu yang diusulkan BPN berfungsi sebagai regulator dan Bulog sebagai pelaksana," ujar Gardjita.

Ia menegaskan tidak ada salah satu institusi saling membawahi. "Jadi tidak ada statement yang mengatakan membawahi Bulog atau dibawahi Bulog," tambahnya.

Gardjita menjelaskan kalau BPN yang diusulkan Kemtan itu mirip dengan BPOM yang langsung di bawah presiden. Dalam usulan tersebut, Kemtan juga membuka alternatif BPN bekerjasama dengan kementerian teknis bila menyangkut hal-hal teknis. Sehingga sinergi antar lembaga pemerintah dalam membentuk BPN lebih kuat.

Sejauh ini, draf usulan pembentukan BPN sudah dalam tahap finalisasi dan ada beberapa koreksi yang dilakukan Kementerian Koordinator Perekonomian dan ditargetkan selesai sebelum tutup tahun. Atau paling banter awal tahun 2016 sudah diteken presiden.

http://nasional.kontan.co.id/news/kemtan-usulkan-bulog-jadi-penyokong-badan-pangan

Jumat, 04 Desember 2015

Dirut Bulog : Penguatan Infrastruktur untuk Perkecil Gerak Spekulan Pangan

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengungkapkan, penguatan infrastruktur pascapanen, penyimpanan, dan distribusi mutlak diperlukan bagi Bulog untuk menjalankan penugasan stabilisasi harga dari pemerintah. Dengan infrastruktur yang memadai, pangan akan melimpah, sehingga ruang gerak para spekulan pangan bisa diminimalkan.

Dalam menjalankan penugasan stabilisasi harga pangan dari pemerintah, kata Djarot, setidaknya terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi Bulog. Yakni, ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas harga itu sendiri.

Dari sisi ketersediaan, Bulog harus bisa menyimpan pangan dalam jumlah yang cukup sehingga apabila sewaktu-waktu diperlukan maka Bulog bisa menyediakan. Apabila ketersediaan melimpah, tentu harga yang wajar bisa dijaga. “Di sinilah infrastruktur diperlukan, tujuannya agar pangan melimpah sehingga harga terjangkau. Kalau sudah melimpah, tentu spekulan tidak bisa main. Memang tidak bisa sempurna, tapi paling tidak dengan penguatan infrastruktur maka bisa memperkecil ruang gerak spekulan,” jelas dia kepada Investor Daily, kemarin.

Djarot menuturkan, ketersediaan pangan yang harus disiapkan Bulog bervariasi tergantung komoditas pangan yang dijadikan mandat dari pemerintah. Ketersediaan pangan di Bulog tergantung pergeseran waktu yang diinginkan tentunya dengan melihat kondisi suplai pangan di lapangan. “Ketersediaan atau stok pangan yang harus kami siapkan tergantung komoditas, itu naturenya beda-beda. Misalnya, produksi kedelai hanya 700 ribu ton, sementara kebutuhan 2,5 juta ton, lalu yang 1,8 juta ton dari mana, kalau ingin menjaga kebutuhan sampai satu bulan dengan hanya dua minggu tentu jumlah untuk menutupi yang 1,8 juta ton itu beda,” jelas dia.

Dalam menjalankan stabilisasi harga misalnya, kata Djarot, Bulog mendapat penugasan menyerap jagung petani agar harga stabil, untuk itu dibutuhkan fasilitas pengering agar komoditas yang dibeli dari petani tersebut tidak rusak. Pun demikian untuk komoditas lain, mulai dari beras hingga komoditas hortikultura.

“Untuk melaksanakan penugasan dari pemerintah, infrastruktur pascapanen, warehouse seperti gudang dan silo, hingga outlet sangat diperlukan. Namanya komoditas pangan tidak boleh ndibeli lalu rusak, jangan sampai sudah susah-susah beli jagung dari petani tapi tidak punya fasilitas pengering,” kata Djarot.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/327373-dirut-bulog-penguatan-infrastruktur-untuk-perkecil-gerak-spekulan-pangan.html

PMN Tak Cair, Bulog Bisa Cari Pinjaman Komersial

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengakui pihaknya memang berharap bisa mendapatkan dana penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2 triliun dari APBN 2016. Saat ini, pembahasan PMN tersebut tertunda di DPR, padahal sedianya PMN itu akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur pangan Bulog tahun depan.

Namun demikian, apabila dana PMN tersebut tidak bisa didapatkan, Bulog akan menggunakan dana cadangan investasi yang dimiliki perusahaan. “Apabila dana investasi perusahaan tidak juga mencukupi, kami akan melakukan kerja sama dengan investor atau perusahaan lain, misalnya menyewa drying center, opsi terakhir tentu dengan mencari pinjaman komersial. Tapi ditunggu dulu nanti awal tahun depan bagaimana,” jelas Djarot kepada Investor Daily di Jakarta, kemarin.

Perum Bulog menyiapkan belanja modal (capital expenditures/capex) sebesar Rp 2,3 triliun untuk tahun depan. Sebanyak Rp 2 triliun akan bersumber dari penyertaan modal negara (PMN) yang pembahasannya saat ini mandek di DPR dan Rp 300 miliar sisanya dari kas internal. Dana tersebut sepenuhnya akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur pengelolaan pascapanen, penyimpanan, maupun distribusi pangan.

Untuk opsi sewa misalnya, Bulog akan bekerja sama dengan PT Pertani dan PT Sang Hyang Sri (SHS) dalam penggunaan drying center. Pertani tercatat memiliki 65 drying center dengan kapasitas per unitnya 30 ton per dua hari penggunaan. Begitupun dengan SHS.

Direktur Keuangan Perum Bulog Iryanto Hutagaol mengungkapkan, tahun ini pihaknya mengalokasikan Rp 400 miliar untuk belanja modal. Dana itu juga untuk membenahi sejumlah infrastruktur. “Kami mau tahun depan ada capex Rp 2,3 triliun. Sebanyak Rp 2 triliun dari PMN, kami yakin nanti bisa kami dapatkan.

Semuanya untuk infrastruktur, mulai dari pembangunan gudang pendingin (cold storage), revitalisasi mesin penggilingan, pengadaan mesin pengering (dryer) gabah, juga tempan penyimpan (silo) jagung dan gabah,” kata dia, baru-baru ini.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/327372-pmn-tak-cair-bulog-bisa-cari-pinjaman-komersial.html

Bulog Siapkan Belanja Modal Rp 2,3 Triliun Tahun Depan

Perum Bulog menyiapkan belanja modal (capital expenditures/capex) sebesar Rp 2,3 triliun untuk tahun depan. Sebanyak Rp 2 triliun akan bersumber dari penyertaan modal negara (PMN) yang pembahasannya saat ini mandek di DPR dan Rp 300 miliar sisanya dari kas internal. Dana tersebut sepenuhnya akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur pengelolaan pascapanen, penyimpanan, maupun distribusi pangan.

Selain beras, Bulog pada 2016 juga mengelola gula, kedelai, jagung, daging sapi, bawang, cabai, dan ikan.
Direktur Keuangan Perum Bulog Iryanto Hutagaol mengungkapkan, tahun ini pihaknya mengalokasikan Rp 400 miliar untuk belanja modal. Dana itu juga untuk membenahi sejumlah infrastruktur. “Kami mau tahun depan ada capex Rp 2,3 triliun. Sebanyak Rp 2 triliun dari PMN, kami yakin nanti bisa kami dapatkan.

Semuanya untuk infrastruktur, mulai dari pembangunan gudang pendingin (cold storage), revitalisasi mesin penggilingan, pengadaan mesin pengering (dryer) gabah, juga tempan penyimpan (silo) jagung dan gabah,” kata dia, baru-baru ini.

Pada 2016, Perum Bulog menargetkan pengadaan beras dari dalam negeri sebanyak 4 juta ton, rinciannya 3 juta ton untuk beras subsidi (PSO) dan 1 juta ton beras komersial. Selain beras, tahun depan Bulog juga melakukan pengadaan gula, kedelai, jagung, dan daging sapi secara komersial. Di sisi lain, Bulog juga kemungkinan akan mendapatkan mandat untuk melakukan pengadaan cabai, bawang merah, bawang putih, ayam, garam, dan ikan, yang juga secara komersial.

Sedianya, Bulog akan membangun 14 unit cold storage, 25 unit silo jagung, 50 unit silo gabah, di samping melakukan modernisasi mesin penggilingan. Saat ini dari 130 unit penggilingan gabah dan beras (UPBG) yang dioperasikan Bulog hanya setengah yang beroperasi penuh. Saat ini total kapasitas gudang yang dimiliki Bulog sudah mencapai 4 juta ton, sedangkan Bulog juga sudah memiliki cold storage di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, namun kapasitas masih minim.

Dari sisi distribusi, Bulog akan menambah Bulog Mart dari saat ini yang sudah berjumlah 300 unit, menambah Rumah Pangan Kita dari saat ini 100 unit, dan menambah jaringan Toko Tani Indonesia (TTI) dari saat ini di 162 titik menjadi 1.000 titik pada tahun depan, itu baru di Pulau Jawa. Bulog Mart, Rumah Pangan Kita, dan TTI, adalah outlet distribusi Bulog yang langsung menyasar konsumen akhir. Dengan cara ini, selain stabilitas harga tercapai, tata niaga pangan menjadi lebih efisien karena beberapa lapis jalur distribusi akan terpangkas.

Menurut Iryanto, bulan lalu PMN sebesar Rp 3 triliun dalam APBN-P 2015 telah dicairkan pemerintah. Hal inilah yang juga membuat Bulog meyakini PMN sebesar Rp 2 triliun yang dianggarkan dalam APBN 2016 bisa didapatkan perusahaan pelat merah tersebut, meski kini pembahasannya ditunda. “Kami baru saja mendapatkan pencairan PMN Rp 3 triliun dari pemerintah melalui APBN-P 2015. Kami akan gunakan untuk tambahan modal kerja, tepatnya untuk pengadaan gabah/beras subsidi saat panen raya tahun depan. ” ungkap Iryanto.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/327370-bulog-siapkan-belanja-modal-rp-23-triliun-tahun-depan.html

Rabu, 02 Desember 2015

Bulog Siapkan 100.000 Ton Beras

Operasi Pasar Diadakan di Sejumlah Daerah

 Perum Bulog menyiapkan 100.000 ton beras untuk operasi pasar di daerah-daerah yang harga berasnya cenderung naik. Perum Bulog juga akan melibatkan pedagang pasar untuk menyalurkan beras dengan harga eceran Rp 8.300 per kilogram. Operasi pasar akan dilakukan hingga Januari 2016.

Direktur Komersial Perum Bulog Fadzri Sentosa kepada Kompas, Selasa (1/12), di Jakarta, mengatakan, operasi pasar (OP) dilaksanakan di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang harga beras cenderung naik. Daerah-daerah itu antara lain Sumatera Utara, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan, dan Sulawesi.

Perum Bulog menargetkan akan mendistribusikan 100.000 ton hingga akhir Desember 2015 atau Januari 2016 sampai terlihat ada kestabilan harga. Apabila masih belum stabil dan OP masih diperlukan, Bulog siap menambah.

"Untuk Jakarta, kami akan bekerja sama dengan pedagang pasar melalui PD Pasar Jaya. Selain itu, kami menyalurkan juga melalui saluran mitra. Kami juga akan mendistribusikan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIC) seharga Rp 8.300 per kg dengan kemasan 5 kg dan 50 kg melalui pedagang di sana," kata Fadzri.

Berdasarkan data Perum Bulog, stok beras yang dimiliki Bulog sebanyak 1,3 juta ton. Adapun stok beras impor yang telah datang dari Vietnam sebanyak 227.000 ton dari total 1 juta ton.

Sementara itu, pedagang beras di PIBC, Jakarta, meminta Perum Bulog menggelar operasi pasar (OP) di pasar yang menjadi pusat beras tersebut. Pedagang telah meminta agar Bulog memasok beras sebanyak 7.200 ton.

Ketua Persatuan Pedagang Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi) DKI Jakarta Nellys Soekidi mengemukakan, pasokan beras di PIBC, yaitu rata-rata 3.000 ton per hari. Hanya saat ini stok yang langka adalah beras murah atau beras IR 64 kualitas III.

Kalaupun ada, jumlahnya terbatas dan harganya Rp 8.900 per kg-Rp 9.000 per kg. Padahal, harga normal beras tersebut Rp 8.300 per kg-Rp 8.500 per kg.

"Kelangkaan beras tersebut menyebabkan harga beras medium terkerek tinggi, yaitu menjadi di atas Rp 9.500 per kg. Agar tidak berlarut-larut, Bulog perlu memasok beras sebagai pengganti beras kelas murah tersebut," ujarnya.

Menurut Nellys, pasokan 7.200 ton itu bisa untuk seminggu lebih. Pasokan itu nantinya akan dibagi kepada lebih kurang 300 pedagang beras PIBC untuk dijual dengan harga Rp 8.300 per kg. "Kami akan memasang spanduk penjualan harga beras OP dari Bulog tersebut agar para pembeli tahu," katanya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengemukakan, Ikappi melihat stok di PIBC masih ada dan stabil. Meskipun begitu, harga beras masih tinggi.
"Kami masih mendalami apakah ada permainan pedagang dalam kenaikan harga beras tersebut," ujarnya.

OP, lanjutnya, juga belum efektif menurunkan harga beras. Hal itu terjadi karena OP dilakukan di luar pasar. Bulog perlu memasukkan beras kepada pedagang, bukan kepada masyarakat umum.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Thomas Lembong telah mengeluarkan surat yang mengintruksikan Perum Bulog menggelar OP. Hal itu dilakukan untuk menstabilkan harga beras medium di pasar yang saat ini rata-rata nasionalnya menembus Rp 10.620 per kg.

Sejak pekan kemarin, Bulog telah melakukan OP. Namun, OP masih belum merata dan jumlah beras OP yang didistribusikan masih sedikit sehingga harga belum turun.

Sinyal spekulasi

Di tempat terpisah, pengamat pertanian yang juga mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo mengatakan, lonjakan harga beras yang terjadi sekarang akibat Perum Bulog yang tidak mampu menjadi stabilisator harga beras.

Sepanjang 2015 pengadaan beras Bulog rendah. Fakta itu memberi sinyal pada para pelaku pasar untuk berspekulasi.

Apabila pengadaan beras Bulog tinggi, spekulasi akan berkurang. Pelaku pasar akan memperhitungkan kemampuan Bulog dalam menjaga harga.

Sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap musim paceklik atau pada November-Desember harga beras naik. "Yang mengherankan negara tidak pernah belajar dari kondisi masa lalu dan kondisi ini terus berulang," katanya. Kondisi itu harusnya bisa diantisipasi dengan membuat kebijakan yang tepat. 

http://print.kompas.com/baca/2015/12/02/Bulog-Siapkan-100-000-Ton-Beras

Selasa, 01 Desember 2015

Menakar Sejuta Hektare Sawah Bulog

Tiga langkah itu niscaya menjadikan on-farm Bulog sebagai penyangga kedaulatan pangan, yang memerdekakan bangsa ini dari beras impor.  


Boleh jadi, pada 2015 merupakan tahun kegagalan sekaligus kebangkitan untuk Badan Urusan Logistik (Bulog). Dikatakan gagal, terutama karena realisasi jumlah pengadaan cadangan beras dari produksi domestik pada 2015 sangat rendah.

Sampai 18 November 2015, realisasi pengadaan cadangan beras subsidi hanya 1,93 juta ton dari target 3,2 juta ton. Akibatnya pemerintah terpaksa mengambil langkah antikedaulatan pangan, yaitu impor beras 1,5  juta ton dari Vietnam dan Thailand untuk mengantisipasi defisit pada 2016.

Timbul kontroversi. Sejumlah pengamat menilai kegagalan Bulog itu direkayasa untuk legitimasi impor beras, demi perburuan fee yang sangat besar. Membela diri, Bulog menunjuk penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sesuai Inpres No. 5/2015 yang lebih rendah dari harga pasaran sebagai biang kegagalan pencapaian target pengadaan beras domestik.

Presiden Joko Widodo menengahi kontroversi itu dengan menegaskan impor beras pada tahun ini hanya untuk menutup defisit cadangan beras awal 2016. Selanjutnya, untuk menjamin pengadaan cadangan beras sepenuhnya domestik, mulai musim tanam 2015/2016, Bulog akan menjalankan  program on-farm berupa pengelolaan klaster padi sawah 1 juta ha.

Program tersebut merupakan revolusi proses bisnis, sehingga tepat disebut sebagai langkah kebangkitan Bulog. Pertanyaannya seperti apa on-farm Bulog itu, apa kendala implementasinya dan bagaimana solusinya?

Kegagalan Bulog mencapai target cadangan beras 2015 berpangkal pada implementasi proses bisnis pengadaan gabah atau beras yang tergantung pada produksi petani (98,4%) melalui jaringan mitra kerja pengadaan (MKP).

Dalam proses itu Bulog tak berkontribusi pada pembentukan harga gabah atau beras. Bulog hanya menjadi penerima harga yang umumnya di atas HPP.

Program on-farm Bulog dirancang sebagai solusi untuk keluar dari masalah tersebut. Melalui program itu, Bulog turut membentuk harga dan mutu gabah atau beras, sehingga pengadaan cadangan beras pemerintah akan lebih terjamin.

Untuk musim tanam 2015/2016 dan tahun depan, target luas tanam program on-farm Bulog itu ditetapkan 1 juta ha sawah. Seluas 250.000 ha di antaranya akan dikelola Bulog sendiri, lalu seluas 250,000 ha bersinergi dengan BUMN lain, dan 500.000 ha bermitra dengan petani atau mitra kerja pengadaan (MKP).
Target produktivitasnya  8 ton gabah kering panen (GKP)/ha sehingga dari 1 juta ha akan dihasilkan 8 juta ton GKP atau 4 juta ton beras.

Produktivitas tinggi dijamin melalui aplikasi paket teknologi budidaya modern dan perlindungan gagal panen. Untuk itu on-farm Bulog dijalankan pada areal yang difasilitasi Kementerian Pertanian dengan bantuan atau subsidi teknologi budidaya unggul(benih/pupuk/alsintan) dan asuransi usaha tani.

Di bawah kendali manajemen Bulog,  aplikasi teknologi unggul dan asuransi pada areal 1 juta ha akan meningkatkan efisiensi usaha tani, selain produktivitas dan mutu hasilnya. Itulah cara Bulog ikut memben-tuk har ga, yaitu menekan harga pokok produksi GKP/beras menjadi lebih rendah, sehingga sesuai daya beli pemerintah tapi tetap menguntungkan petani.

PELAJARAN GP3K

Di atas kertas rencana on-farm Bulog itu sangat baik, tetapi realitasnya bisa lain di hamparan sawah. Untuk itu, kegagalan program Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) dari Kementerian BUMN (2011-2013), layak menjadi pelajaran.

Seperti on-farm Bulog, program GP3K bertujuan meningkatkan produktivitas usaha tani padi minimal 1 ton/ha, untuk mendukung realisasi surplus beras 10 juta ton pada 2014.

Dilaksanakan lima BUMN (Sang HyangSeri, Pertani, Pupuk Indonesia, Perhutani, Bulog), program itu memfasilitasi petani padi dengan pinjam-an paket teknologi bu di daya unggul (benih, pupuk, pes tisida) secara bayar panen plus dampingan teknis. Program GP3K gagal mencapai target peningkatan produktivitas dan produksi akibat dua masalah dasar.

Pertama, tidak ada unit operasional yang berdaya-tata (steering capacity) dan berdayalaksana (delivery capacity) mumpuni untuk mengelola kebun padi skala ratusan ribu atau bahkan jutaan hektare di lima BUMN pelaksana. Akibatnya target luas areal, presisi paket teknologi, peningkatan produktivitas dan pendapatan petani gagal dicapai.

Kedua, tidak ada organisasi pelaksanaan yang mengikat BUMN pelaksana dan petani sebagai sebuah kesatuan. Akibatnya, antara kedua pihak bukan saja tak terbangun sinergi agribisnis yang kuat dan efisien, tetapi komitmen petani mensukseskan GP3K juga sangat lemah.

Program on-farm Bulog juga mengandung dua masalah dasar tersebut. Karena itu, agar terhindar dari kegagalan, pemerintah/Bulog perlu diambil langkah-langkah solutif.

Pertama, membentuk kelembagaan Sistem Kedaulatan Pangan Nasional (SKPN) yang mensinergikan fungsi-fungsi keseluruhan stakeholder pangan nasional (pemerintah, petani, korporasi), secara horizontal maupun vertikal dari tingkat pusat sampai desa.

Program on-farm  Bulog lalu ditetapkan sebagai salah satu implementasinya di lapangan.

Kedua, membentuk organisasi on-farm Bulog yang mengintegrasikan para stakeholder perberasan dengan struktur yang terentang dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Organisasi ini setidaknya melibatkan Bulog (koordinator), BUMN pertanian (manajemen), BUMN perbank-an (pembiayaan), dan organisasi tani (operator lapangan).

Organisasi ini idealnya berupa sirkuit tertutup untuk mencegah kebocoran transaksi (dana dan hasil) ke luar sistem. Ketiga, mereorganisasi organisasi ta ni atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) pelaksana on-farm Bulog menjadi “Badan Usaha Milik Petani” (BUMP), sebagai prasyarat integrasi organisasi agribisnis.
Dengan demikian interaksi antar pemangku kepentingan da lam organisasi on-farm Bulog dapat sepenuhnya bersifat business to business.

Tiga langkah itu niscaya menjadikan on-farm Bulog sebagai penyangga kedaulatan pangan, yang memerdekakan bangsa ini dari beras impor.

*) M.T. Felix Sitorus, Doktor Sosiologi Pedesaan dari IPB & Direktur Center for Smart Agribusiness, Politeknik Agroindustri Subang

http://koran.bisnis.com/read/20151201/251/497284/menakar-sejuta-hektare-sawah-bulog