Kamis, 30 April 2015

Selain Tingginya Harga, Ini Penyebab Lain Bulog Sulit Lakukan Pengadaan

Tingginya harga beras di pasar yang melebihi HPP, bukan menjadi satu-satunya penyebab Bulog kesulitan melakukan pengadaan beras maupun gabah di lapangan.

Kepala Subdivre Bulog Lebak Herman Sadik membenarkan bahwa harga beras maupun gabah di lapangan memang lebih tinggi dibanding HPP, bahkan selisih yang cukup lebar sudah dimulai pada saat awal panen.

Adapun, karena di kawasannya panen dimulai lebih dini, banyak pengusaha dari luar wilayah Banten yang sudah mengantre untuk memborong gabah. Pada akhirnya, itu menjadi hambatan penyerapan. Masalah kualitas juga memiliki dampak yang membuat penyerapan agak sulit, kata Herman.

Bulog memang cukup tegas dalam penerapan standar kualitas. Berdasarkan Inpres baru tersebut, pembelian gabah kering panen diperuntukkan untuk yang memiliki kadar air maksimum 25% dan kadar hampa maksimum 10%.

Sedangkan untuk gabah kering giling, kualitas kadar air maksimum sebesar 14% dan kotoran maksimum 3%. Adapun untuk pembelian beras, kualitas kadar air maksimum sebesar 14% dan butir patah maksimum 20%.

Menurut Herman Sadik, gabah maupun beras dari petani mau tidak mau haris ditolak jika tidak memenuhi persyaratan tersebut. Peraturan kandungan kadar air sendiri berpengaruh terhadap ketahanan gabah/beras pada waktu penyimpanan.

Yang menjadi kendala adalah ketika terjadi hujan. Di Lebak, sudah 3 hari berturut-turut hujan, sehingga petani susah melakukan pengeringan, kata Herman.
+
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten Neng Nurcahyati mengatakan kondisi yang terjadi adalah, rice milling unit (RMU) yang ada masih sangat terbatas, fasilitasi RMU juga belum optimal, sementara itu kebutuhan dryer juga sangat tinggi ketika memasukimusim hujan.

Pihaknya saat ini sedang mengupayakan untuk meningkatkan fasilitas-fasilitas pascapanen tersebut melalui APBN, terutama untuk fasilitasi RMU dan lantai jemur, sebagai antisipasi masalah-masalah yang menjadi kendala saat ini.

http://indonesia.shafaqna.com/ID/ID/380533-Selain-Tingginya-Harga-Ini-Penyebab-Lain-Bulog-Sulit-Lakukan-Pengadaan




Bulog terus tingkatkan kualitas raskin

Beras murah untuk masyarakat miskin (raskin) yang selama ini didistribusikan Badan Urusan Logistik (Bulog) mendapat sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan auditor tersebut menemukan kualitas raskin yang disalurkan Bulog masih buruk. Karena itu, BPK menyarankan agar Bulog segera membenahinya.

Mendapat penilaian seperti itu, Kepala Divisi Penyaluran Perum Bulog, Basirun mengatakan, Bulog terus meningkatkan perbaikan kualitas raskin dengan melibatkan tim survei independen dan tim survei divre.

Menurutnya, Bulog selalu melakukan penyortiran sebelum penyaluran. Selain itu, juga dilakukan pengecekan kualitas oleh tim koordinasi raskin di daerah. "Pengecekan dilakukan secara rutin, misalnya mingguan," kata Basirun, Kamis (30/4).

Pelaksana pendistribusian raskin di Kelurahan Jawa Kecamatan Samarinda Ulu, Kalimantan Timur, Ribut Riyadi menambahkan, kualitas raskin yang disalurkan Bulog cukup baik dan layak dikonsumsi. Ia nilai secara umum masih baik. Ia juga membantah kalau ada beras yang berwarna hitam. Kalaupun ada, tapi jumlahnya sedikit, itu pun hanya berdebu. Ia berargumen bahwa beras tersebut memang disimpan di dalam gudang sehingga wajar kalau berdebu.

Menurut Basirun, jika kualitas raskin jelek, tentu akan ada komplain dari masyarakat. Namun, ia mengklaim hingga sekarang tidak pernah ada keluhan sama sekali. Sebaliknya, Ribut mengatakan, antusiasme warga miskin di Kelurahan Jawa sangat tinggi. Mereka selalu menunggu raskin, karena memang sangat membantu bagi keluarga miskin.

Tidak hanya kualitas, Ribut juga mengatakan bahwa jadwal penyaluran juga selalu tepat waktu. Terkait data penerima raskin, Ribut menjamin bahwa selalu terjadi pemutakhiran data. Karena pendataan, lanjutnya, dilakukan langsung oleh RT yang bersangkutan yang mengetahui kondisi masing-masing warga.

Basirun membeberkan bahwa dari tingkat RT, data tersebut diverifikasi di tingkat kelurahan. Dan setelah itu, data diteruskan ke kecamatan dan kemudian dilanjutkan ke Bappeda. Dari sanalah kemudian data yang sudah diperbarui tersebut diberikan kepada Bulog, sehingga Bulog bisa menyesuaikan pendistribusian raskin.


http://nasional.kontan.co.id/news/kualitas-raskin-masih-buruk-bulog-janji-perbaikan/2015/04/30

Direktur: Bulog Berupaya Penuhi Target Pengadaan Beras

Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Perum Bulog Herman Hidayat mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan Bulog di daerah untuk berupaya melakukan terobosan guna memenuhi target pengadaan gabah dan beras yang ditetapkan pemerintah. "Setiap Divisi Regional (Divre) Bulog di daerah, termasuk Sulteng harus bisa memenuhi target pengadaan," katanya di Palu, Rabu (29/4).

Herman mengatakan jika target tidak terpenuhi, dipastikan berpengaruh besar terhadap target nasional. "Makanya, agar target pengadaan gabah dan beras nasional bisa terealisasi, setiap daerah harus maksimal melakukan pembelian," jelasnya.

Untuk bisa menyerap produksi petani, Bulog di masing-masing daerah di Tanah Air perlu melakukan terobosan. Terobosan dimaksud, antara lain menjalin kerja sama dengan pengusaha penggilingan padi yang ada di sentra-sentra produksi. "Kemitraan dengan pengusaha penggilingan padi perlu diperkuat." ujarnya.

Begitu pula dengan gabungan kelompok petani (gapoktan) dan instansi terkait, yakni Dinas Pertanian tingkat provinsi, kabupaten dan kota. "Karena yang lebih tahu soal sebaran sawah dan panen adalah Dinas Pertanian yang ada di provinsi itu," kata Herman.

Selain itu, Bulog juga harus jemput bola. Artinya, kata Herman, Bulog turun langsung ke sawah dan mengajak petani untuk menjual gabah atau beras kepada Bulog. Satgas-satgas Bulog yang ada dioptimalkan melakukan pembelian gabah dan beras.

"Jika terobosan dimaksud dapat dilakukan Bulog, niscaya target pengadaan terpenuhi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan justru melampaui target," katamya.

Sementara Kepala Perum Bulog Sulteng Mar'uf mengatakan bahwa selama ini telah berkerja sama dengan kelompok tani, gapoktan dan instansi terkait dalam merealisasi pengadaan beras di daerah ini. "Terobosan itu sudah kami lakukan. Hanya saja petani di Sulteng enggan menjual gabah," katanya.

Selama beberapa tahun terakhir, pengadaan gabah nihil. "Kami pernah membeli gabah dan ada realisasi, tetapi sangat kecil pada 2003," kata dia.

Bulog Sulteng pada 2015 ini menargetkan pembelian beras sebanyak 36 ribu ton dan realisasi sampai sekarang baru 1.800 ton.

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/04/30/161242/direktur-bulog-berupaya-penuhi-target-pengadaan-beras/#.VUJM5lKrEjQ

Bulog-BPS Diminta Bersinergi Update Data Raskin

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan bahwa penggunaan data 2011 terhadap penyaluran raskin adalah mutlak tanggung jawab Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut dia, meski butuh peningkatan sinergi antar kedua belah pihak, Bulog tidak bisa disalahkan, karena hanya merupakan user data dari BPS. Oleh sebab itu perbaikan metode pemutakhiran data memang sangat penting karena menyangkut efektivitas penyaluran raskin itu sendiri.

"Yang jelas, Bulog tidak bisa disalahkan jika BPS tidak melakukan update data," ungkap Jankung melalui siaran persnya, di Jakarta, Kamis (30/4/2015).

Dalam konteks itulah Jangkung menyikapi positif pembaruan data yang dilakukan di beberapa daerah. Menurutnya, sebagai sebuah itikad baik, tentu saja hal itu harus diapresiasi. Hanya saja, mekanisme perbaikan data seperti itu harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ada, untuk menghindari adanya konflik kepentingan.

"Harusnya mekanisme pengumpulan data seperti ini bisa menjadi tantangan bagi BPS. Bukan saja agar pemutakhiran bisa dilakukan dalam periode yang singkat, namun juga melibatkan perangkat terendah, semisal RT. Jika itu dilakukan, maka data yang dipergunakan Bulog ke depan akan lebih mutakhir lagi," ujarnya.

Sementara itu, pelaksana pendistribusian raskin di Kelurahan Jawa Kecamatan Samarinda Ulu, Ribut Riyadi, di Samarinda, Kalimantan Timur pemutakhiran di kotanya memang selalu dilakukan setiap tahun. Pemutakhiran data dilakukan langsung oleh RT yang bersangkutan, yang memang mengetahui kondisi masing-masing warga.

“Jadi Alhamdulillah, untuk masalah distribusi tidak ada masalah. Kecil kemungkinan, jika raskin diberikan kepada warga yang salah. Juga kecil kemungkinan, ada warga miskin yang tidak menerima," jelas Ribut.

Di sisi lain, Ribut juga memuji kualitas raskin yang disalurkan Bulog. Kualitas raskin, menurutnya cukup baik dan layak dikonsumsi. Bahkan, tidak ada raskin berwarna hitam, seperti yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Secara umum masih baik. Tidak benar kalau ada yang berwarna hitam. Kalaupun sedikit berdebu saya kira wajar, karena beras tersebut memang disimpan di dalam gudang," pungkasnya.


http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/04/30/392898/bulog-bps-diminta-bersinergi-update-data-raskin


Jumat, 24 April 2015

Serap beras petani, Bulog bersaing dengan spekulan

Meski tantangannya cukup berat, Perum Bulog diminta untuk tetap berperan dalam menyerap gabah dan beras petani. Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) lampung Medi Istianto mengatakan, salah satu tantangan itu adalah harga pasar yang saat ini yang jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Menurut Medi, dengan adanya perbedaan harga tersebut, petani tentu memilih menjual kepada pembeli di luar Bulog karena Bulog tidak bisa membeli dengan harga di atas HPP. Apalagi di Lampung, menurut Medi, banyak sekali berkeliaran para spekulan yang membeli gabah dari petani dengan cara ijon. Dengan begitu, langkah Bulog untuk mencapai target serapan padi dan gabah sangat berat.

“Kami saja yang perusahaan penggilingan merasakan benturan dengan para pembeli ijon, apalagi Bulog. Tentu kendala yang mereka hadapi lebih besar. Tetapi di tengah kondisi seperti itulah, Bulog memperlihatkan upaya yang luar biasa. Sesulit apapun tantangan yang dihadapi, mereka terus berusaha memacu penyerapan,” katanya, Jumat (24/4).

Tidak hanya turun ke petani, Bulog juga melakukan jemput bola hingga ke perusahaan penggilingan padi. Bahkan, Bulog juga kerap mendatangi penggilingan kecil yang memiliki peralatan dan modal terbatas.

 Begitupun, Medi mengaku bahwa tidak semua beras bisa diserap Bulog. Karena sesuai Inpres Nomor 5 tahun 2015 tentang penetapan HPP gabah dan dan beras petani, Bulog tidak bisa membeli harga di atas HPP atau membeli gabah atau beras yang di bawah standar. Salah satu syarat kualitas yang harus dipenuhi adalah kadar air 14%.

Di tengah cuaca yang tidak menentu, dimana hujan sering turun, tak jarang beras yang dihasilkan justru memiliki kadar air 15%-15,5%. “Ini kendala buat penggilingan, karena Bulog tidak bisa menyerap beras dengan kadar air tinggi. Makanya kami berharap, ada bantuan perlatan oven untuk mempercepat proses pengeringan. Tidak usah terlalu besar, cukup yang berukuran 15-20 ton,” kata Medi.

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Profesor Mashuri tidak menepis bahwa saat ini Bulog menghadapi tantangan yang sangat besar. Berbagai tantangan tersebut, membuat Bulog mau tidak mau harus bekerja ekstra keras dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Mereka harus punya usaha yang lebih tinggi dan harus lebih gigih,” katanya.

Mashuri bilang, setidaknya terdapat tiga hal yang membuat perjuangan Bulog lebih berat. Pertama, karena penetapan HPP yang agak terlambat. Jika saja HPP ditetapkan sejak awal, tentu Bulog bisa lebih cepat bergerak. Kedua, adanya isu bahwa tidak boleh impor. Menurutnya, isu tersebut sangat merugikan Bulog dan berpotensi mengundang spekulan. Dan, ketiga, adanya usulan sebelum ini tentang penghapusan raskin.

“Semua kondisi tersebut sangat merugikan bagi Bulog dan berimbas sampai sekarang,” katanya.

Menurut Mashuri, pemerintah seharusnya memberi dukungan yang lebih besar kepada Bulog. Apalagi, di tengah masyarakat yang masih menghendaki kondisi harga beras stabil, bukan harga yang semata-mata ditentukan harga pasar. Dalam kaitan itu pula, Mashuri menilai bahwa usulan Mendagri Tjahjo Kumolo bahwa Bulog akan dibubarkan, sebagai usulan yang tidak masuk akal. “Itu kan ngalor ngidul. Ingin ke utara, tetapi berjalan ke selatan. Inginnya harga stabil, namun malah Bulog akan dibubarkan. Bagaimana mungkin. Kan Bulog yang memiliki peran dalam stabilisasi harga,” kata Mashuri.


http://indonesia.shafaqna.com/ID/ID/321414-Serap-beras-petani-Bulog-bersaing-dengan-spekulan

Dukung Bulog Untuk Ketahanan Pangan

Pemerintah harus mendukung Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam rangka memperkuat ketahanan pangan khususnya beras. Sebab Bulog selama ini menjadi pengendali ketersediaan kebutuhan pokok dan harga-harga agar terjangkau oleh rakyat.

Selama Bulog tidak diperkuat dan pasar masih dikuasai oleh tengkulak, calo, kartel dan sebagainya, maka sulit bisa mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan sekaligus tak bisa mensejahterakan petani.

“Meski produksi kita mencapai 100 juta ton pun per tahun, maka sulit mensejahterakan petani dan juga sulit mengendalikan harga beras dan kebutuhan pokok lainnya apabila Bulog tidak didukung,” kata Ketua Fraksi Partai Gerindra MPR RI, Edhy Prabowo dalam Dialog bertajuk “Pelemahan Nilai Rupiah dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pangan” di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).

Ketua Komisi IV DPR RI ini mengatakan sesungguhnya kita tidak perlu khawatir dengan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) tersebut, sepanjang pangan rakyat terjaga dengan baik.

“Kalau swasembada pangan yang tidak saja terbatas untuk beras, tapi juga jagung, gandum, kedelai dan lain-lain terwujud, maka tidak masalah dengan dollar AS. Bayangkan kita impor 7 juta gandum pertahun, tapi satu hektar pun tak ada lahan gandum di sini. Jadi, kita menjadi bangsa yang konsumtif,” ujarnya.

Leih lanjut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini mengatakan ada lima hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, diantaranya infrastruktur pertanian yang buruk seperti irigasi yang hancur sejak tahun 1980-an. Selain itu, benih sulit diterima petani kecuali yang abal-abal, pupuk salah sasaran, penyuluh pertanian dari 75 ribu yang dijanjikan menjadi PNS ternyata sampai hari ini malah ada moratorium PNS, dan terakhir masalah alat pertanian yang modern.

Selain itu, kata Edhy, jumlah lahan pertanian sekarang sudah banyak berubah menjadi mall, pertokoan, perumahan, pabrik dan sebagainya.

Meski begitu, Edhy mengapresiasi kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang berkomitmen untuk tidak impor beras dari Thailand maupun Vietnam. Bahkan jika ada yang mengizinkan impor, dia akan mundur.

“Komitmen itu yang kita perlukan, karena pada April ini ada panen raya,” katanya.
Untuk Jawa Timur saja yang semula targetnya 13 juta ton menjadi 15 juta ton, Jawa Barat 6 juta ton, Jawa Tengah juga surplus 3 juta ton dan seterusnya. Karena itu, dia berharap kebijakan itu harus memiliki standar dan strategi pangan yang tepat khususnya terkait data statistik yang benar. Seperti bawang putih 95 persen adalah impor.

“Jangan sampai bawang merah yang melimpah di negeri ini juga impor. Buruknya lagi importirnya bukan Bulog atau berdikari. Jadi, importirnya juga harus dibenahi,” ucapnya.

Menurutnya, sektor perkebunan sawit dan karet juga besar, tapi kita tak mempunyai satu pun pabrik ban. Padahal, menurut Edhy, Indonesia setahunnya membutuhkan satu juta ban kendaraan roda empat, belum lagi untuk kendaraan roda dua. Karena itu ke depan, asing yang berinvestasi di Indonesia, uangnya harus ada di Indonesia, bukan di luar negeri, agar kita tak tergantung impor. “Kalau mau bangkit itu tidak sulit,” katanya.

Di tempat yang sama, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyarankan kepada pemerintah agar memperkuat pelemahan rupiah sekarang ini dengan meningkatkan ekspor. Pasalnya, hal itu otomatis impor pangan akan menurun. Namun, dinamika itu tak bisa cepat untuk merespon penguatan dollar AS.

“Yang penting pemerintah harus perkuat petani dengan menyubsidi yang besar. Seperti Eropa yang menyubsidi 480 miliar dollar AS atau Rp 5.200 triliun untuk mewujudkan kedaulatan pangannya. Indonesia juga harus demikian,” kata Dwi.

Menurut Dwi, data petani, lahan pertanian, produksi pertanian, jumlah penduduk, komsumsi pangan dan lainnya harus tepat agar kebijakan yang dikeluarkan juga tepat. Seperti data produksi gabah sebesar 70,8 juta ton atau menjadi beras sebanyak 43,3 juta ton, maka seharusnya surplus 8 juta ton.

“Kalau terjadi kesalahan data antara produksi dan konsumsi, maka akan menjadi masalah serius. Persoalannya yang berhak mengeluarkan data itu hanya BPS, di luar BPS berarti melanggar UU Statistik,” kata Dwi.

http://e-tvberita.com/news/dukung-bulog-untuk-perkuat-ketahanan-pangan/

Kamis, 23 April 2015

Genjot Penyerapan, Bulog Banyumas Maksimalkan Peran UPBG

BULOG Subdivisi Regional (Subdivre) Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), menggenjot penyerapan dengan memaksimalkan peran Unit Pengelolaan Gabah dan Beras (UPGB). Langkah ini dilakukan untuk mempercepat penyerapan di
Jateng selatan pada musim panen sekarang.

Humas Bulog Banyumas M Priyono mengungkapkan bahwa Direktur Utama Bulog Lenny Sugihat datang ke Banyumas akhir pekan lalu untuk melakukan sidak terhadap penyerapan pangan di Jateng selatan. "Dirut memerintahkan agar penyerapan dipercepat dan sebanyak-banyaknya. Atas instruksi tersebut, Bulog Banyumas akan memaksimalkan peran UPGB," kata Priyono, hari ini.

Dijelaskan oleh Priyono, ada empat UPGB yang ada di Banyumas yakni di Banyumas dan  Purbalingga masing-masing satu serta di Cilacap ada dua. "Empat unit UPGB tersebut bakal menyerap beras yang tidak standar dan nantinya diolah agar sesuai dengan Inpres no 5 tahun 2015. Sehingga diharapkan akan lebih cepat menyerapnya. Sebab, beras-beras yang ada di
pasaran bakal diolah oleh UPGB," ujarnya.

Menurut Priyono, kalau selama ini penyerapan hanya 100 ton per hari, maka diharapkan akan ditingkatkan menjadi 300-400 ton per hari. "Kami berharap, empat unit UPGB tersebut dapat bekerja maksimal sehingga penyerapan benar-benar dapat meningkat. Apalagi, sampai sekarang penyerapan yang masuk masih berkisar 1.000 ton setara beras," ungkapnya.

Penyerapan harus cepat dilakukan, sebab saat ini sebagian besar petani sudah selesai panen. Sehingga panenan yang tersisa harus dapat terserap supaya stok di Gudang Bulog bisa lebih banyak. Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dintanbunhut) Banyumas Tjutjun Sunarti mengungkapkan hingga kini sudah ada 22 ribu hektare (ha) sawah di Banyumas yang memasuki panen. "Sawah yang telah memasuki panen telah mencapai 60% hingga 70% dari luasan total 33 ribu ha. Kami memperkirakan masih ada 11 ribu ha sawah lagi yang bakal memasuki panen," katanya.

Sejauh ini, lanjut Tjutjun, panenan di Banyumas lebih banyak terserap ke pasaran umum jika dibandingkan dengan ke Bulog. Sebab, untuk masuk ke Bulog harus memenuhi standar sesuai dengan Inpres. "Pasar yang menyerap hasil panen di Banyumas tidak hanya di Jateng melainkan juga Jabar seperti Ciamis, Banjarpatroman dan Tasikmalaya. Sebetulnya kami berharap agar Bulog Banyumas memaksimalkan penyerapan dari Banyumas," tandasnya.

http://www.mediaindonesia.com/misore/read/1094/Genjot-Penyerapan-Bulog-Banyumas-Maksimalkan-Peran-UPBG/2015/04/20

Fungsi Bulog Tak Jalan

Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mendorong Presiden Jokowi untuk mengubah kebijakan bidang pangan agar kedaulatan dan ketahanan pangan bisa terwujud.

“Artinya tidak ada jalan lain bila ketahanan dan kedaulatan pangan bisa dicapai bila Bulog dikembalikan ke fungsi awalnya, yakni sebagai bumper petani, baik sebagai pengendali harga gabah dan beras di pasar,” kata Daniel, Rabu...

Ia mengatakan, saat ini Bulog tidak menjalankan fungsinya dengan baik. “Bulog harus di bawah Presiden, tidak lagi jadi perum. Dengan demikian, petani bisa mendapatkan bantuan atau subsidi bibit, harga gabah dan beras yang terjaga baik,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Selain itu, dengan difungsikannya Bulog sebagaimana cita-cita awal, juga dapat memberantas kartel dan mafia beras yang meresahkan petani.

“Yang bisa memberantas mafia-mafia dan menghadapi kartel adalah Bulog,” demikian  politisi asal Kalimantan Barat itu.

http://waspada.co.id/warta/fungsi-bulog-tak-jalan/

Jumat, 17 April 2015

DPR TOLAK WACANA PEMBUBARAN BULOG



Wacana pembubaran Perum Bulog menuai kontra berbagai pihak. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, mengaku tidak setuju dengan rencana tersebut. Sebab, kata dia, Bulog merupakan lembaga penyangga dan penjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan nasional.

"Saya mohon tidak mengambil sikap secara emosional, karena bagaimanapun dalam sistem ketatanegaraan, semuanya ada aturan dan ada mekanismenya," kata Herman, Jumat (17/4/2015).

Menurutnya, jika Bulog dibubarkan, dia mempertanyakan lembaga pemerintah mana yang akan menggantikan fungsi dan peran Bulog. "Lantas kalau Bulog dibubarkan, siapa pelaksana stabilisasi harga dan pengelola stok pangan nasional itu?" tandasnya.

Herman menambahkan, semua pihak harus melihat histori pembentukan Bulog yang lahir dari amanat Undang-Undang (UU) Pangan, kemudian diimplementasikan melalui Keputusan Presiden (Kepres) untuk mendirikan Bulog sebagai lembaga penyagga pangan nasional.

Apalagi, seluruh negara di dunia pun mempunyai institusi yang menangani stok pangan nasionalnya, seperti Bulog. Bahkan, India sambung Herman, mempunyai dua institus
i di bidang ini, yakni satu di dalam pemerintahan dan satunya berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Jadi saya kira, kalau menilik pada konvensi internasional, kemudian diperkuat UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012, bahwa pangan sebagai hak asasi manusia. Saya kira, dengan membubarkan institusi pangan merupakan kemunduran bagi bangsa kita," tegas Herman.

Pemerintah lanjut Herman, sejatinya memperkuat institusi-institusi pangan seperti Bulog, karena negara wajib menyedikan pangan agar harganya terjangkau rakyat.

"Saya kira, tersedianya pangan dan terjangkaunya harga pangan bagi rakyat, menjadi tugas pemerintah. Lantas kalau tidak ada institusinya, siapa yang akan melaksanakan itu?" ungkapnya dengan nada tinggi.

Lebih lanjut Herman menambahkan, jika saat ini pemerintah menilai Bulog masih kurang kuat atau belum sesuai harapan, maka jangan malah membubarkan, tetapi harus memperkuatnya dengan melakukan perbaikan-perbaikan.

"Menurut saya, peran dan fungsi Bulog sudah berjalan sangat baik. Gabah masyarakat sebagaimanapun produksi petani, meski harga jatuh, Bulog membeli melalui mekanisme HPP (Harga Pembelian Pemerintah). Jadi, masyarakat diuntungkan," sebut Herman

http://news.okezone.com/read/2015/04/17/337/1135599/dpr-tolak-wacana-pembubaran-bulog

Kamis, 16 April 2015

Pengadaan Beras Bulog Butuh Koordinasi Antarlembaga

Pemerintah harus memberi dukungan kepada Perum Bulog dalam menjalankan tugas stabilisasi harga pangan, seperti beras. Dukungan dilakukan dalam bentuk koordinasi yang baik antarkementerian teknis. Di sisi lain, Bulog dituntut lebih profesional.

Hal itu dikatakan Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember Profesor Rudi Wibowo, Selasa (14/4). Rudi dimintai tanggapan terkait minimnya realisasi pengadaan beras oleh Bulog serta dampaknya terhadap stabilisasi harga beras dalam negeri.

Menurut Rudi, apabila Bulog mampu menyerap hasil panen padi secara optimal, baik kualitas maupun kuantitasnya, mengelola serapan dengan efisien, dan mendistribusikan tepat waktu, jumlah dan tempat, pasti upaya stabilisasi akan berhasil dengan baik.

"Tentu Bulog butuh dukungan pemerintah agar tugas itu dapat dilakukan secara baik. Dukungan pasti dari segi pembiayaan dan sinergi dengan kementerian teknis, baik kementerian maupun lembaga terkait," tuturnya.

Di sisi lain, Rudi meminta Bulog lebih profesional dan berkinerja baik agar tidak terjadi moral hazard dalam pengelolaan proses itu.

Bulog kesulitan

Seperti diberitakan, hingga Sabtu pekan lalu, Bulog kesulitan melakukan pengadaan beras. Realisasi pembelian beras Bulog baru 197.000 ton atau 4,37 persen dari target pengadaan tahun 2015 sebesar 4,5 juta ton.

Pengusaha penggilingan padi dan pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Billy Haryanto, mengatakan, dalam kondisi sekarang mencari gabah dengan harga murah sangat sulit.

Di tingkat petani, harga gabah menjadi rebutan. Hal itu terjadi karena yang membutuhkan gabah untuk bahan baku penggilingan banyak dan terus meningkat dibandingkan kecepatan peningkatan produksi padi.

Karena permintaan terus naik, sementara produksi cenderung stagnan, otomatis harganya tinggi. "Sangat sulit menemukan harga gabah di bawah HPP (harga pembelian pemerintah)," kata Billy.

Kalaupun sampai terjadi harga gabah di bawah HPP, itu karena kualitasnya rendah. Panen padi pada musim hujan biasanya sulit untuk mengeringkan.

Karena tidak ada panas matahari, gabah kering petik yang dipanen tidak bisa langsung dikeringkan dan didiamkan. Akibatnya kualitas gabah turun dan harganya jatuh.

Harga gabah yang rendah akibat rendahnya kualitas tidak bisa dijadikan acuan. Yang bisa menjadi acuan harga adalah kualitas gabah sesuai HPP.

Billy memperkirakan harga gabah masih akan tinggi. Harga gabah sulit turun. Pasalnya, panen terbatas dan bulan depan sudah masuk musim kemarau. Pelaku pasar melihat produksi padi tidak akan sesuai harapan.

Kualitas beras Bulog

Terkait rendahnya kualitas beras Bulog, Billy mengatakan, selama ini Bulog lebih longgar dalam melakukan pengadaan beras. Dampaknya, kualitas beras untuk warga miskin (raskin) juga kurang bagus.

Pada pengadaan tahun ini, Bulog benar-benar menerapkan standar kualitas beras HPP. Kualitas bisa saja membaik, tetapi di sisi lain Bulog akan kesulitan melakukan pengadaan beras.

Para pedagang yang menjual beras ke Bulog akan memilih menjual beras ke pasar. Karena dengan kualitas beras Bulog, apabila dijual di pasar, harganya akan jauh lebih tinggi.

http://print.kompas.com/baca/2015/04/14/Pengadaan-Beras-Bulog-Butuh-Koordinasi-Antarlembaga

Ketua KTNA: Harga Gabah Anjlok Bukan Salah Bulog

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir membantah anjloknya harga gabah dikarenakan Bulog tidak menyerap gabah petani.

"Bulog tidak mungkin membeli harga diatas HPP (harga pembelian pemerintah, red) atau membeli gabah atau beras yang di bawah standar," cetus Winarno kepada wartawan, Rabu (15/4)

Jika di beberapa daerah berhembus isu bahwa harga gabah jatuh, namun Bulog tidak membelinya, menurut Winarno hal tersebut tidaklah benar. Yang terjadi adalah harga jatuh karena kualitas gabah di bawah standar semisal kadar air yang hanya 30 persen.

"Jika demikian keadaanya, maka apa yang dilakukan oleh Bulog sudah on the track, sesuai Inpres yang ada," sambungnya.

Dipaparkan Winarno, dari hasil pendataan KTNA di seluruh daerah, harga gabah saat ini memang sangat bervariasi. Ada yang di bawah standar dan ada juga yang di atas HPP. Bahkan di beberapa kecamatan saja ada yang harganya tidak sama.

"Tetapi sekali lagi, kalau Bulog belum banyak penyerapannya itu bukan salah Bulog, karena Bulog terikat pada Inpres," terangnya.

Pengamat Ekonomi Pangan, Khudori menilai tidaklah mungkin bila Bulog membeli di atas HPP. "Yang tak memungkinan adalah Bulog dapat membeli gabah di luar kualitas," sambungnya.

Dalam Inpres No. 5 tahun 2015 sudah jelas mengatur bahwa harga sesuai kualitas. Misalkan, persyaratan kadar air dan butir hampa/ kotoran untuk gabah. Sedangkan untuk gabah sudah diatur kadar air, derajat sosoh, broken, butir menir.

"Kalau terdapat harga gabah di bawah HPP maka Bulog wajib membeli sesuai HPP sepanjang memenuhi persyaratan Inpres. Tidak mungkin Bulog membeli gabah atau beras berkualitas rendah dengan harga standar, karena akan membuat Bulog rugi," tutup Khudori.


http://skalanews.com/berita/detail/217020/Ketua-KTNA-Harga-Gabah-Anjlok-Bukan-Salah-Bulog

Instruksi Presiden Sulitkan Bulog Serap Gabah Petani

Bulog mendapat tugas oleh pemerintah untuk menyerap gabah petani secara maksimal. Ironisnya justru instruksi presiden (Inpres) sendiri yang menyulitkan program penyerapan itu.

Wakil Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jawa Tengah Siti Kuwati menyatakan, Bulog Jateng hingga April tahun ini baru berhasil menyerap 7 persen gabah petani. Padahal, selama tahun 2015 Bulog mentarget bisa membeli gabah milik petani 525 ribu ton.

“Sudah bulan ke empat tapi kami baru bisa membeli 12 ribu ton dari petani,” katanya dalam acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Jawa Tengah, Kamis (16/4).

Kendala dalam penyerapan itu, menurut Siti, adalah ketentuan spesifikasi gabah yang bisa dibeli Bulog sesuai inpres Nomor 5 tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras. Di inpres tersebut diatur bahwa Bulog harus membeli gabah dengan kadar air beras 14 persen, butir patah 20 persen dan butir menir 2 persen.

Gabah dengan spesifikasi seperti itu termasuk kualitas bagus. Bulog kesulitan membelinya karena anggaran yang disediakan tidak mencukupi.

Dari sisi harga beras juga sama. Kuwati menyatakan Bulog diberi wewenang membeli beras sebesar Rp 7.300 per kilogram dengan jenis beras kualitas paling rendah. Padahal, harga beras sejenis di pasaran masih bisa mencapai Rp 7.500 hingga Rp 7.800 per kilogram. Harga tersebut terbilang lebih rendah dibanding harga beras kelas premium yang bisa mencapai Rp 8-10 ribu per kilogram.

“Spesifikasinya sudah seperti itu, tak bisa ditawar jadi kami sulit menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya,” katanya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta agar Bulog bisa bekerja maksimal dalam menyerap gabah milik petani. “Saya ingin Bulog kembali seperti di era orde baru zaman Soeharto,” kata Tjahjo menanggapi pernyataan Kuwati.

Tjahjo mencontohkan jika di sebuah daerah ada persoalan beras maka Bulog langsung menangani secara cepat turun ke daerah tersebut. Tjahjo juga meminta agar oknum-oknum yang mengambil keuntungan di Bulog segera diberantas.

http://metrojateng.com/2015/04/16/instruksi-presiden-sulitkan-bulog-serap-gabah-petani/

Bulog Banyumas Ketat Terima Beras, Mitra Bulog Mengeluh

Menanggapi keluhan dari mitra Bulog, yang merasa kesulitan  untuk memasok beras ke Bulog Sub Divre IV Banyumas.

Humas Bulog Sub Divre IV Banyumas, Priyono mengatakan pihaknya hanya menjalani aturan yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) terkait Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pada tahun 2015. 

Sehingga Bulog Banyumas lebih ketat, menerima  beras yang akan dijual oleh Mitra Bulog. 

Selain itu juga Presiden juga meminta agar Bulog memperbaiki kualitas pembelian beras.  Berbeda pada tahun sebelumnya, Bulog hanya ditekankan untuk lebih menyerap beras dari petani. 

Diterangkan oleh Priyono kebanyakan mitra Bulog yang ditolak berasnya karena kadar airnya melebihi ketentuan, yaklni maksimal 14 persen. Namun kadar air pada beras mitra Bulog Banyumas, mencapai 15 persen atau lebih. Selain itu, kadar sosoh sebanyak 95 persen dan kadar beras patah (broken) sebanyak 20 persen. 

Namun beras yang akan dijual oleh mitra Bulog lebih ketentuan tersebut. Untuk itu Priyono meminta agar mita Bulog lebih meningkatkan kualitas beras yang akan dijual ke pihaknya. 

Dengan adanya pengetatan penyerapan beras, Bulog Banyumas saat ini baru bisa menyerap beras sebanyak 1000 ton, dari total target selama tahun 2015 mencapai 85 ribu ton setara beras.

“ Untuk tahun ini kita memang selektif sekali, kepengin yang terbaik sesuai dengan Inpres, sehingga tidak toleransi lagi. Permintaan dari Bapak Presiden untuk perbaikan, untuk diperbaiki kualitasnya, tidak seperti tahun –tahun lalu. Sekarng ini lebih selektif lagi, karena kualitasnya tidak memenuhi syarat sesui yang tercantum dengan Inpres,”kata Priyono di Purwokerto Kamis (16/4/2015).

Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas (APB), Faturrahman, menyebutkan akibat banyaknya beras setoran mitra yang ditolak, maka tingkat penyerapan beras yang dilakukan juga masih sangat rendah. Berdasarkan laporan yang dia terima, jumlah beras yang masuk ke gudang-gudang beras Bulog sejak awal April 2015 lalu, rata-rata hanya sebanyak 100 ton per hari. 

Akibatnya  harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sangat rendah. Bahkan sudah anjlok di bawah harga HPP,  dengan kisaran Rp 3.100 hingga Rp 3.300 per kg.

Serapan Beras Rendah, Bulog Surati Gubernur Jateng

Bulog Divisi Regional Jawa Tengah telah menyurati Gubernur Jateng Ganjar Pranowo terkait penurunan jumlah serapan beras pada masa panen kali ini.

"Kami sudah melaporkan kepada gubernur bahwa hasil serapan Bulog pada panen kali ini mengalami penurunan, ini tidak hanya terjadi di Jawa Tengah tetapi terjadi di Bulog seluruh Indonesia," kata Kepala Divisi Regional Jawa Tengah Damin Hartono di Semarang, Kamis (16/4).

Pihaknya berharap agar gubernur membentuk tim untuk mengoptimalisasikan pengadaan beras di lapangan. Diharapkan, tim tersebut terdiri dari Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Biro Produksi di bawah Asisten III.

"Selanjutnya, tim tersebut dapat melihat kondisi di lapangan seperti apa, jadi bisa sama-sama mengetahui yang sebenarnya terjadi," katanya.

Diakuinya, hingga saat ini tidak mudah memperoleh hasil panen sesuai dengan syarat yang sudah ditentukan oleh Bulog, di antaranya kadar air maksimal 14 persen, tingkat kepatahan maksimal 20 persen, tingkat menir atau pecahan beras maksimal 2 persen, dan derajat sosok minimal 95 persen.

"Derajat sosok ini artinya tingkat terkelupasnya kulit ari pada beras, semakin banyak kulit ari yang terlepas maka beras tersebut minim gizi. Kulit ari pada beras mengandung serat dan vitamin B," katanya.

Menurutnya, yang banyak tersedia di lapangan saat ini adalah kadar air pada beras di atas 15 persen. Dengan kadar air tersebut maka waktu simpan beras di gudang tidak bisa lebih dari tiga bulan.

"Untuk yang berkadar air 14 persen saja waktu simpannya sekitar enam bulan, kalau kita paksa mengambil yang kadar air 15 persen maka jika penyimpanan lebih dari tiga bulan beras bisa menjadi tepung," katanya.

Sedangkan mengenai tingkat patahan, diakuinya, proses penggilingan beras sangat mempengaruhi. Masih banyak terjadi di lapangan, para petani memanfaatkan jasa penyewaan penggilingan gabah keliling, padahal alat tersebut mengakibatkan beras menjadi tidak utuh.

"Kalau pemerintah bisa melihat kondisi di lapangan, harapan kami nantinya ada solusi terkait proses penggilingan padi menjadi beras ini," katanya.

Sebelumnya diberitakan, untuk proses pengadaan beras pada musim panen kali ini yaitu dari bulan Maret-April baru masuk sekitar 10 ribu ton beras ke Bulog Divre Jateng. Kondisi tersebut berbeda dari tahun lalu yang pada periode sama tingkat serapan beras sudah mencapai 95.000 ton.

http://www.beritasatu.com/nasional/266001-serapan-beras-rendah-bulog-surati-gubernur-jateng.html

Rabu, 15 April 2015

Harga Gabah Petani Masih Dihargai Bulog


Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir membantah soal isu yang menyebut jika Bulog tak menyerap gabah dari petani.

Pasalnya Bulog masih tetap menyerap gabah petani. Namun Bulog harus patuh terhadap Inpres Nomor 5 tahun 2015. "Bulog tidak mungkin membeli harga diatas HPP atau membeli gabah atau beras yang dibawah standar," kata Winarno dalam keterangan persnya, Rabu (15/4/2015).

Menurutnya, jika ada beberapa wilayah yang gabah petaninya tidak diterima oleh Bulog maka hal itu disebabkan karena kualitas gabahnya dibawah standar yang berlaku yakni kadar airnya 30 persen. "Jika demikian keadaannya, maka apa yang dilakukan oleh Bulog sudah on ther track, sesuai Inpres yang ada," katanya.

Winarno mengatakan, berdasarkan hasil laporan harga gabah di seluruh Indonesia bervariasi. Ada wilayah yang Harga dibawah Pembelian Pemerintah (HPP) karena kualitasnya dibawah standar, ada yang di atas HPP. Namun rata-rata masih diatas HPP.

Bahkan untuk satu kabupatern saja, beberapa kecamatan juga memiliki harga yang tidak sama. "Tetapi sekali lagi, kalau Bulog belum banyak penyerapannya, itu bukan salah Bulog, karena Bulog terikat pada Inpres," ujar Winarno.

Penyebab bervariasinya harga, karena memang tergantung kualitas gabah yang ada. Selain itu juga karena musim panen kali ini tidak serentak. Begitupun, sebenarnya kondisi ini sangat menguntungkan petani, sebab panen yang tidak bersamaan, maka harga gabah bisa lebih tinggi.

Sependapat dengan Winarno, pengamat ekonomi pangan Khudori mengatakan bahwa tidak mungkin Bulog membeli di atas HPP.

"Yang memungkinkan adalah Bulog dapat membeli gabah di luar kualitas dengan tabel rafaksi di wilayah dimana Bulog mempunyai Unit Pengolahan Gabah dan Beras (UPGB) yang memadai," katanya.

http://nasional.inilah.com/read/detail/2196140/harga-gabah-petani-masih-dihargai-bulog


Penyerapan Beras Bulog Seret

Penyerapan gabah petani yang dilakukan Bulog Sub Divre IV Banyumas, tergolong seret.
Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas (APB) Faturrahman, menyebutkan selama musim panen raya akhir Maret 2015, Bulog Banyumas baru melakukan penyerapan pada awal April. Namun sejauh ini, penerimaan beras dari mitra juga relatif tidak banyak.

''Selama ini, beras yang disetorkan mitra kerja lebih banyak yang ditolak karena dinilai tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah,'' jelas Faturahman, Rabu (15/4).
Menurutnya, ada ratusan ton beras atau gabah yang hendak disetorkan akhirnya dipulangkan kembali ke gudang-gudang milik mitra.

Dia menyebutkan, akibat banyaknya beras setoran mitra yang ditolak, maka tingkat penyerapan beras yang dilakukan beras juga masih sangat rendah. Berdasarkan laporan yang dia terima, jumlah beras yang masuk ke gudang-gudang beras Bulog sejak awal April 2015 lalu, rata-rata hanya sebanyak 100 ton per hari.

''Padahal, kalau Bulog mau memaksimalkan penyerapan, ya pada musim panen raya sekarang ini. Bila menunggu sampai masa penan selesai, harga gabah pasti akan naik lagi sehingga mitra tentu akan memilih menjual beras yang dibeli dari petani, ke pasar daripada ke Bulog,'' jelasnya.

Saat ini, kata Fatur, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sudah sangat rendah. Bahkan sudah anjlok di bawah harga HPP (Harga Pembelian Pemerintah), dengan kisaran Rp 3.100 hingga Rp 3.300 per kg.
''Kalau Bulog masih terlalu selektif menerima beras mitra, maka yang kasihan juga petani karena upaya stabilisasi harga gabah agar sesuai HPP akan berjalan lambat, '' katanya.

Humas Bulog Sub Divre IV Banyumas, Priyono, mengakui penyerapan beras sejak awal April lalu, memang tidak seperti yang diharapkan. Bahkan dia mengakui, setoran beras yang diterima dari mitra, lebih banyak yang dikembalikan daripada yang diterima dan masuk ke gudang-gudang Bulog.

''Hal ini  karena dalam proses penyerapan tahun kali ini, kita lebih memperketat kriteria beras yang akan diterima. Kita tidak ingin Bulog nantinya disalahkan, bila kualitas beras yang disalurkan melalui program raskin dinilai tidak memenuhi kriteria kualitas,'' jelasnya.

Dia menyebutkan, berdasarkan peraturan presiden yang baru, beras yang dibeli Bulog harus memenuhi beberapa kriteria. Antara lain, harus memiliki kadar air minimal 14 persen, kadar sosoh sebanyak 95 persen dan kadar beras patah (broken) sebanyak 20 persen. ''Kita terpaksa banyak menolak beras yang disetorkan mitra, karena beras yang dikirim ke gudang Bulog tidak sesuai dengan kriteria itu,'' jelasnya.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/04/15/nmuclr-penyerapan-beras-bulog-seret

Selasa, 14 April 2015

MENDAG: Oknum Bulog Diduga Pasarkan Beras Kualitas Buruk

Buruknya kualitas beras milik Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) di pasar, diduga disebabkan oleh oknum yang menjual kembali beras untuk masyarakat miskin (raskin) dengan label perusahaan itu kepada masyarakat.

Rachmat Gobel, Menteri Perdagangan mengatakan saat ini banyak raskin yang dijual kembali ke pasar dengan label Bulog, sehingga kualitas beras yang dikeluarkan perusahaan tersebut terkesan buruk.

“Saya belum dapat informasi dari Kepala Bulog. Sebetulnya tidak jelek, tetapi ada yang modusnya menampung raskin dan dijual kembali ke pasar dengan harga normal. Makanya banyak beras yang rusak,” katanya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Gobel menuturkan pemerintah sedang berupaya membenahi penjualan beras di pasar untuk menjaga kualitas dan harganya. Pasalnya, hingga kini beras menjadi salah satu komoditas bahan pokok yang sangat mempengaruhi pergerakan inflasi.

Sebelumnya, sejumlah pedagang di Pasar Modern Serpong, Tangerang Selatan, mengeluhkan kualitas beras Bulog kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat melakukan kunjungan kerja di wilayah tersebut.
Presiden Jokowi pun berjanji akan segera memperbaiki kualitas berasnya agar masyarakat dapat menikmati beras dengan kualitas yang lebih baik.

Dalam kesempatan itu, Gobel juga mengaku heran dengan besarnya perbedaan harga beras di tingkat pedagang dengan beras yang dijual dalam operasi pasar. Hal tersebut membuat Kementerian Perdagangan berencana untuk mengatur harga bahan kebutuhan pokok menjadi lebih murah.

“Harga beras premium dari operasi pasar yang dilakukan PD Pasar Jaya senilai Rp9.600 per kilogram, sedangkan di pedagang Rp13.000 per kilogram, ternyata dari petani itu ada beberapa lapisan distribusi yang membuat harganya mahal,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah harus memangkas alur distribusi beras di masyarakat untuk menjaga harganya tetap murah. Apalagi sebenarnya harga pokok produksi gabah di petani cenderung menurun.

http://industri.bisnis.com/read/20150414/12/422719/mendag-oknum-bulog-diduga-pasarkan-beras-kualitas-buruk

JK Perintahkan Bulog Borong Seluruh Beras

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk membeli seluruh beras di pasaran. Ia pun memerintahkan Bulog agar membeli harga beras dengan harga patokan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

"Aman produksinya, bagus dimana-mana. Sekarang tinggal tugas Bulog untuk membeli sesuai harga patokan yang sudah ditetapkan," jelas Kalla di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (14/4).

Ia menjelaskan, saat ini masih terjadi perbedaan harga beras di pasaran. Sehingga, dalam rapat yang dilakukan bersama dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel sore ini, Wapres memutuskan agar Bulog dan kementerian pertanian membentuk tim untuk terjun ke daerah-daerah guna meninjau harga beras. Harga beras tersebut, lanjut dia, akan disesuaikan dengan harga yang telah dipatok oleh pemerintah.

"Tadi saya putuskan agar bulog dan pertanian bikin tim bersama ke daerah untuk melihat daerah mana yang sudah panen dan harganya sesuai dengan harga pemerintah. Semuanya harus dibeli oleh bulog," kata Kalla.

Lanjut Wapres, Bulog pun harus mengumumkan harga beras yang telah dipatok oleh pemerintah tersebut kepada masyakarat. Sehingga, seluruh daerah harus menjual harga beras dengan harga yang sama. Ia menambahkan, pemerintah juga harus berupaya untuk menjaga stok beras secara nasional yakni sekitar 1.5 juta ton.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan berencana akan mengumumkan harga eceran tertinggi (HET) beras di pasaran. Langkah ini dilakukan untuk mencegah kenaikan harga bahan kebutuhan pokok yang disebabkan oleh oknum tertentu.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina menyatakan penentuan harga patokan beras dilakukan agar tetap menguntungkan pedagang serta tidak memberatkan konsumen. Sementara itu, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pemerintah tengah berupaya membenahi penjualan dan distribusi beras di pasar. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas beras dan harganya.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/04/14/nmsold-jk-perintahkan-bulog-borong-seluruh-beras

Minggu, 12 April 2015

RNI Gandeng Bulog dalam Pengembangan Outlet


PT Rajawali Nusantara Indonesia dan Perum Bulog menjalin kerja sama pengembangan outlet, serta distribusi gula dan beras. Itu dilakukan dalam membantu upaya pemerintah menstabilkan harga pangan.

Melalui kerja sama ini Bulog akan membantu RNI menyuplai kebutuhan beras untuk didistribusikan melalui Waroeng Rajawali dan Rajawalimart yang gerainya telah berjumlah ratusan tersebar di seluruh Indonesia.

Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro mengatakan, ritel milik RNI dapat menjadi simpul pendistribusian bahan pokok. Bersamaan dengan itu, RNI tengah mengembangkan produk hilir Raja Beras, tentunya itu dapat disinergikan dengan Bulog. Dengan begitu kedua BUMN pangan ini, nilai Ismed, dapat saling mengisi dalam rangka membatu pemerintah menstabilkan harga kebutuhan bahan pokok.

“MoU ini tidak terbatas pada produk gula dan beras. Kedua belah pihak akan merambah pada kebutuhan pokok lainnya, seperti daging sapi. RNI punya peternakan sapi dan kini terus mengembangkan sapi sawit di Sumatera Selatan. Sementara Bulog memilaiki coolstorage dan tempat pemotongan, hal itu tentu dapat disinergikan,” ungkap Ismed usai melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) RNI dengan Bulog yang dilakukan langsung oleh Dirut Bulog Lenny Sugaihat di gedung Bulog, kawasan Gatot Soebroto, pada akhir pecan kemarin.

Dirut Bulog Lenny menyambut positif kerja sama ini. Menurutnya, sudah seharusnya kedua BUMN yang memiliki concern dalam bidang pangan merapatkan barisan. Mengingat, kini di Indonesia terdapat lebih dari 100 titik rawan pangan. Waroeng Rajawali dan Rajawalimart, nilai Lenny bisa menjadi pasar yang strategis sebagai tempat distribusi kebutuhan pokok.

“Untuk mempermudah dan memperlancar jalannaya kerja sama, setelah MoU ini, sebagai bentuk tindak lanjut dan keseriusan, kedua belah pihak akan membentuk tim pelaksana khusus untuk melakukan follow up hasil kesepakatan beserta target yang harus dicapai,” pungkasnya.


http://www.indopos.co.id/2015/04/rni-gandeng-bulog-dalam-pengembangan-outlet.html