Senin, 26 Oktober 2015

Perum Bulog Menurunkan Harga Beras Premium

Strategi Perum Bulog menurunkan harga pembelian beras premium melalui jalur komersial efektif meredam harga beras di pasar. Rata-rata nasional harga beras kualitas medium turun 1,17 persen.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu, Minggu (25/10), di Jakarta mengatakan, pada Oktober ini mestinya harga beras melonjak karena panen berkurang dan permintaan tetap. Namun, sekarang harga justru turun meski tidak signifikan. "Yang pasti harga beras tertahan, tidak naik. Ini luar biasa," katanya.

Di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, harga beras kualitas medium rata-rata turun 4,02 persen. Untuk rata-rata nasional turun 1,17 persen dalam kualitas yang sama.

Perum Bulog menurunkan harga beli beras premium sejak awal Oktober 2015. Harga beli saat itu diturunkan dari Rp 9.250 per kilogram menjadi Rp 8.500 per kilogram.

Dampaknya pemasukan beras ke Perum Bulog berkurang drastis dan masuk ke pasar. Hal ini bisa dilihat dari pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang rata-rata per hari masih 3.000 ton.

Ditanya apakah turunnya harga beras di pasar tak menyulitkan Bulog menjual beras premiumnya, Wahyu mengatakan, kalau belum saatnya dijual, tidak perlu dijual.

"Untung tidak harus berarti uang masuk ke Bulog. Masyarakat bisa beli dengan harga normal juga merupakan bentuk keuntungan," katanya.

Terkait dengan beban keuangan Perum Bulog yang harus membayar suku bunga kredit hingga Rp 50 miliar per bulan yang digunakan untuk modal membeli beras komersial guna memperkuat stok beras Bulog, Wahyu mengatakan, beban keuangan itu tidak dirisaukan sepanjang harga beras stabil. Hal itu jauh lebih utama.

Dalam rangka memperkuat cadangan beras nasional, Bulog membeli beras premium melalui jalur komersial sebanyak 700.000 ton. Modal pembelian dari pinjaman bank.

Profesor riset pada Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian, Husein Sawit, mengatakan, rendahnya harga beras di pasar terjadi karena ada kepastian kebijakan impor beras dari pemerintah.

"Pemerintah sudah membuat keputusan mengimpor beras. Meski barangnya belum datang, tetapi sudah ada kepastian. Kondisi ini membuat pedagang beras mulai melepas berasnya dari gudang secara bertahap," jelasnya.

Meningkatnya pasokan beras di pasar, kata Husein, bukan akibat melimpahnya produksi, melainkan karena pedagang ramai-ramai melepas beras dan tidak mau lagi menyimpan terlalu lama karena pemerintah memutuskan untuk impor.

Billy Haryanto, pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, mengatakan, pedagang sudah mempunyai komitmen dan kesepakatan untuk menjaga harga beras agar tidak bergejolak.

http://print.kompas.com/baca/2015/10/26/Perum-Bulog-Menurunkan-Harga-Beras-Premium

Rabu, 21 Oktober 2015

Jokowi Akui Telah Pesan Beras untuk Diimpor

Pemerintah dikabarkan telah memesan beras impor. Namun Presiden Joko Widodo belum memutuskan apakah beras yang telah dipesan itu akan masuk ke dalam negeri.
“Jadi belum diputuskan, tapi berasnya sudah ada,” kata Jokowi di Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2015.

Jokowi berujar, beras tersebut saat ini berada di luar negeri dan dapat dikirim ke Indonesia kapan pun dibutuhkan. Impor sendiri dilakukan hanya untuk memperkuat cadangan beras nasional.

Menurut Jokowi, keputusan impor baru akan diambil setelah pihaknya mengkaji dampak El Nino dan perkembangan iklim di dalam negeri. Apabila musim panas masih terus berlanjut hingga November 2015, pemerintah akan mengambil keputusan impor.

“Kalau pekan ketiga dan keempat Oktober 2015 hujannya masih ragu-ragu dan memang diperlukan, beras akan ditarik ke Indonesia,” tutur Jokowi.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla membenarkan bahwa pemerintah mengimpor beras dari Vietnam sebanyak 1 ton dengan tujuan menjaga pasokan pangan pada akhir 2015. Jawaban Kalla mengkonfirmasi adanya kabar terkait dengan pembelian beras yang diembuskan media nasional Vietnam.

Menurut JK, pembelian beras dari Vietnam itu sesuai dengan hasil rapat yang dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu. Intinya, impor dilakukan sebagai antisipasi dalam mengatasi kesulitan pangan pada November dan Desember 2015.


http://m.dev.tempo.co/read/news/2015/10/21/090711619/Jokowi-Akui-Telah-Pesan-Beras-untuk-Diimpor

Kamis, 15 Oktober 2015

Kontrak Impor Beras Terlambat

Sudah ada pembicaraan mengenai rencana mengimpor beras dengan Thailand dan Vietnam. Perkiraan jumlahnya kurang dari satu juta ton. Namun, pembicaraan kontrak pembelian beras yang dilakukan Indonesia sudah agak terlambat. Pasalnya, surplus dari negaranegara tetangga di Asia Tenggara sudah diborong oleh Filipina yang juga importir beras. ”Kami memang sudah bicara dengan Vietnam dan Thailand, tetapi jauh di bawah harapan. Sudah agak terlambat, sudah didahului Filipina,’’ jelas Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam rapat di Badan Anggaran DPR, Jakarta, Selasa lalu. Hasil dari pembicaraan, lanjut dia, Vietnam dan Thailand siap memasok beras ke Indonesia. Namun, kita harus segera memberikan kepastian, karena mereka perlu waktu sebulan untuk mempersiapkan pengiriman. Dia menambahkan semula pemerintah ingin memesan lebih banyak beras untuk berjaga-jaga akibat ancaman El Nino 2015. Namun, hal tersebut terkendala langkah Filipina yang sudah lebih dahulu memborong beras dari Thailand dan Vietnam.

‘’Akibatnya, kita tidak bisa membeli beras lebih dari satu juta ton. Tak lagi ada stoknya,’’ tegas Darmin. Belum Pasti Ia menyebutkan beras asal Vietnam dan Thailand itu belum pasti masuk ke negeri ini meski telah ada pembicaraan dan perjanjian awal. Jika dampak El Nino tidak sebesar yang dikhawatirkan serta produksi dan stok di dalam negeri masih mencukupi, beras yang diimpor akan dijual lagi ke negara lain. ‘’Keputusan final soal impor beras akan dibuat pada November mendatang,’’ungkap dia. Menurut Darmin, impor beras perlu dipersiapkan sekarang karena ada ancaman kuat El Nino melanda Indonesia.

Diperkirakan, intensitas kekeringan yang amat tinggi akan berlangsung sampai Desember. Kondisi itui membuat produksi padi terganggu sehingga bisa terjadi kekurangan pasokan beras pada awal 2016. ‘’Stok beras Bulog juga tidak aman. Ada 1,25 juta ton, tetapi 900 ribu ton di antaranya beras premium untuk komersial. Sisanya, 350 ribu ton beras medium. Ada tambahan penyaluran beras sejahtera dua bulan membuat stok beras medium akan habis pada akhir tahun. Darmin menegaskan pemerintah tak ingin ambil risiko dengan mempertaruhkan stabilitas harga beras dan nasib rakyat. Jika harga melonjak, inflasi turut naik dan mengakibatkan daya beli masyarakat tergerus. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat pasti turun. ”Apa yang harus dilakukan pemerintah? Apa kita mau bertaruh atas nasib rakyat yang 250 juta? Harga beras naik, itu pertanda stok berkurang,” tandas dia.

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/kontrak-impor-beras-terlambat/

Selasa, 13 Oktober 2015

Lowongan Kerja Perum Bulog



Bea Cukai Kepri Gagalkan Penyelundupan Beras Impor dari Singapura

Kepala Kantor Wilayah (Ka Kanwil) Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Khusus Kepri, Parjiya mengatakan sejauh ini belum ada dasar hukum kuota beras impor diberlakukan di Kepri oleh pemerintah pusat. Maka dari itu pihaknya akan menindak tegas setiap upaya penyelundupan beras impor ke Kepri atau daerah lain di Indonesia.

"Kepri bukan daerah penghasil beras, memang tapi selama belum ada izin dari Presiden, selama itu juga kami akan menindak tegas setiap upaya penyelundupan, termasuk beras impor," kata Parjiya.
Hal itu pun dibuktikannya dengan berhasil menggagalkan upaya penyelundupan beras impor dari Singapura tujuan Batam oleh Kapal Motor (KM) Cahaya Harapan.

Parjiya mengaku pihaknya belum melakukan pencacahan terhadap barang muatan KM Cahaya Harapan, hanya saja ia memperkirakan muatannya sama dengan KLM Surya Pratama GT 62 yang ditegah belum lama ini yakni bermuatan beras impor sekitar 190 ton yang disisipkan di antara muatan barang bekas seperti kasur dan daun pintu.

"Tak lama setelah penangkapan KLM Surya Pratama, kami berhasil menangkap lagi KM Cahaya Harapan. Muatannya kami belum tahu sebanyak apa, yang jelas hampir sama padatnya dengan muatan KM Surya Pratama. Muatannya juga hampir sama yakni beras impor dan barang-barang bekas," ujarnya.

Terkait kronologis penangkapan, Parjiya mengatakan ada upaya perlawanan dari pihak pelaku. Namun ia menganggap perlawanan itu suatu hal yang wajar dan mampu diatasi oleh anggotanya kapal patroli DJBC Khusus Kepri.

Saat ditegah, pihak kapal tidak dapat menunjukkan dokumen pelindung yang sah atas barang muatan.
"Melawan itu wajar lah tapi dapat kami atasi. Modusnya ya bawa barang tanpa dilengkapi dokumen pelindung yang sah," ujarnya.

http://www.tribunnews.com/regional/2015/10/13/bea-cukai-kepri-gagalkan-penyelundupan-beras-impor-dari-singapura

Diam-Diam Pemerintah Impor Beras Dari Vietnam

Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) secara tidak langsung membenarkan pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor beras dari Vietnam.

Dengan alasan berhati-hati akibat fenomena elnino, impor beras dikatakannya penting untuk menjaga stok atau cadangan beras Nasional.

"Ini (impor) kan unsur kehati-hatian kita dalam menghadapi elnino. Unsur kehatian musti ada cadangannya. Itu untuk menjaga kehati-hatian supaya masyarakat nanti tidak kesulitan dalam bulan November sampai Desember ini. Kehati-hatian," ujar JK ketika ditanya kepastian impor beras dari Vietnam, Senin (12/10).

Lebih lanjut, JK hanya mengatakan bahwa proses impor sudah lama dibicarakan dan sesuai dengan hasil rapat dengan presiden serta sejumlah menteri.

Kabar mengenai impor beras diketahui dari pemberitaan media di Vietnam, The Saigon Times yang mengatakan bahwa telah tercapai kesepakatan impor beras antara Kementerian Perindustrian Indonesia dengan Kementerian Perdagangan Vietnam.

Dalam media tersebut, ditulis bahwa Vietnam memenangkan kontrak untuk memasok beras 1 juta ton ke Indonesia yang kan dikirim selama enam bulan, yaitu mulai Oktober tahun ini hingga Maret 2016.

Bahkan, Direktur Thinh Phat Co Ltd, Lam Anh Tuan memaparkan beras untuk Indonesia terdiri dari 750.000 ton dengan kualitas patahan 15 persen dan 250.000 ton beras dengan patahan 5 persen atau beras premium.

http://sp.beritasatu.com/home/diam-diam-pemerintah-impor-beras-dari-vietnam/98565

Senin, 12 Oktober 2015

Awas Krisis Pangan

 ANALISIS - Oleh Prof Dwi Andreas Santosa

TATA kelola pangan pada 2015 sungguh mencemaskan. Selama Februari-Maret 2015 harga beras melambung tinggi tanpa terkendali. Di beberapa kota, peningkatan harga bahkan 30-40 persen.

Pada April harga turun karena panen raya, kemudian mulai Mei harga meningkat dan tidak pernah turun lagi. Harga beras rata-rata nasional pada September 2015 hanya 0,9 persen lebih rendah dibanding puncak harga pada Maret 2015. Kenaikan terus terjadi dan mulai 7 Oktober melebihi harga rata-rata Maret.

Fenomena ini berlawanan dengan klaim Kementerian Pertanian bahwa terjadi lonjakan produksi beras yang luar biasa tahun ini sebesar 6,64 persen atau setara dengan tiga juta ton. Harga beras medium rata-rata nasional per 8 Oktober 2015 mencapai Rp 10.430 per kg (Kemendag, 9/10/2015) dengan kecenderungan terus menguat.

Harga tersebut melampaui ambang keekonomian atau harga 2014 sebesar Rp 8.500-Rp 9.000 dan jauh melampaui harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 7.300 per kg. Selain padi, produksi jagung dan kedelai juga meningkat signifikan, yaitu 8,72 persen dan 4,59 persen.

Dari sisi akademis dan data produksi pertanian selama belasan tahun terakhir, produksi ketiga komoditas tersebut tidak mungkin meningkat bersama, karena menggunakan lahan yang sama. Pada 2014, ketika produksi padi turun 0,63 persen, produksi jagung dan kedelai masing-masing meningkat 2,68 persen dan 22,44 persen dibanding 2013 (BPS, 2015).

Berdasarkan data-data yang diyakini oleh pemerintah tersebut, Menteri Pertanian berkali-kali menyatakan bahwa Indonesia akan menyetop impor beras pada 2015, menghentikan kekurangan impor jagung, dan mulai mengekspor bahan pangan ke luar negeri.

Tidak hanya untuk pangan pokok, kuota impor daging sapi juga diturunkan tajam dengan asumsi seolah-olah populasi sapi lokal sudah memadai untuk menutupi kebutuhan dalam negeri. Klaim lain yang sering disampaikan adalah keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan telah berdampak terhadap penurunan impor pangan di hampir semua komoditas.

Fakta dan data berbicara lain. Dari hasil kajian Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), terjadi penurunan produksi padi yang merata pada musim gadu akibat kekeringan berkepanjangan.

Penurunan produksi di beberapa daerah mencapai 30-40 persen.

Tidak hanya padi, produksi jagung dan kedelai juga terancam oleh kekeringan akibat El Nino. Klaim terkait dengan penurunan impor pangan juga tidak sesuai dengan data.

Impor berbagai komoditas pangan pada Januari-Juli 2015 sebagai berikut: beras 222 ribu ton (96,4 juta dolar AS) atau meningkat 41 persen dibanding periode yang sama tahun 2014, jagung 2.104 ribu ton (492,3 juta dolar AS) atau meningkat 26,8 persen, kedelai 1.369 ribu ton (651 juta dolar AS) meningkat 1,9 persen, dan gandum 4.278 ribu ton (1.308,9 juta dolar AS) atau menurun 3,2 persen.

Tanda-Tanda

Kemudian pakan ternak 3.055 ribu ton (1.598,9 juta dolar AS), gula 1.986 ribu ton (839,1 juta dolar AS), sayuran 441,0 ribu ton (312,8 juta dolar AS), buah 20,6 ribu ton (28,8 juta dolar AS), dan ternak hidup 113.742 ribu ton (314.019 dolar AS). (BPS, September 2015, Kementan, 2014, 2015).

Tanda-tanda terjadi kelangkaan stok dan krisis pangan sudah dimulai ketika Wakil Presiden Jusuf Kalla memutuskan mengimpor 1,5 juta ton beras pada 23 September 2015. Pada masa sebelumnya, ketika pemerintah menyatakan akan impor beras, harga biasanya langsung turun lebih dari 10 persen.

Para pedagang segera menyikapi pengumuman pemerintah dengan melepas stok untuk menghindari kerugian. Tetapi kali ini harga beras medium setelah pengumuman (26/9/2015) hanya turun sedikit, Rp 154 per kg atau 1,5 persen.

Hal ini menyiratkan bahwa stok sudah mulai langka di pedagang, sehingga tidak ada beras tambahan yang bisa dilepas ke pasar. Pada 27 September 2015, Presiden Joko Widodo menyatakan, belum ada opsi impor beras. Akibat pernyataan tersebut dua hari kemudian harga meningkat lebih besar dibanding penurunan, yaitu Rp 196 per kg.

Tanda lain adalah efek distribusi rastra (beras sejahtera) ke-13 dan operasi pasar oleh Bulog yang dimulai sejak September. Dampak kenaikan harga pangan pada awal 2015 sangat jelas terhadap peningkatan kemiskinan petani. Total 570.000 petani jatuh miskin hanya dalam tempo enam bulan, yaitu pada periode September 2014 hingga Maret 2015 (BPS, September 2015).

Saat ini yang terpenting adalah membenahi data produksi dengan segera dan bebas kepentingan. Pemerintah perlu mengakui bahwa tahun ini upaya peningkatan produksi belum berhasil, walaupun bertentangan dengan kenaikan anggaran pertanian yang lebih dari 100 persen.

Keputusan impor perlu transparan untuk menghindari kecurigaan publik karena ”diam-diam” pemerintah sudah melakukan kontrak pembelian beras dari Vietnam sebesar hampir 1 juta ton (Reuters, 7/10/2015).

Semoga pemerintah bisa dengan bijak, tegas dan cerdas mengatasi situasi ini, sebab bila tidak risiko yang ditanggung terlalu besar karena situasi sudah mengarah ke krisis pangan, bahkan bencana pangan, mulai saat ini hingga Maret tahun depan. (59)

— Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia/AB2TI

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/awas-krisis-pangan/

Bulog Diminta Tingkatkan Cadangan Beras

PEMERINTAH menginstruksikan Perum Bulog untuk meningkatkan serapan beras penugasan subsidi (public service obligation/PSO). Tingkat intensitas kekeringan tahun ini mengakibatkan terganggunya produksi beras. "Upaya untuk menaikkan stok Bulog harus makin dinaikkan," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Jumat (9/10) Langkah itu mesti diambil pemerintah setelah mendapat laporan BMKG bahwa indeks tingkat kekeringan di Indonesia telah menyentuh tingkat yang tertinggi selama belasan tahun terakhir. "Bahkan lebih tinggi daripada September-Oktober 1997 lalu waktu El Nino parah sekali,"tambahnya.

Menurut Darmin, pihaknya masih mengumpulkan informasi mengenai kondisi di lapangan dan Bulog diminta untuk meningkatkan stok beras PSO yang berupa beras kualitas medium. Namun, Darmin mengungkapkan ada potensi hujan yang memungkinkan aktivitas bercocok tanam dalam beberapa bulan ke depan. “Berdasar data mereka (BMKG), Januari sebenarnya sudah mulai bisa memasuki aktivitas tanam.” Ia mengungkapkan pula perge rakan harga beras di pasaran cenderung naik sejak Mei lalu. "Naiknya sudah mulai berkisar 6,8%-10%. Tapi dengan catatan, seminggu terakhir agak sedikit turun karena operasi-operasi pasar pemerintah," ujar dia.

Di sisi lain, Bulog meragukan cadangan beras PSO dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga Februari tahun depan. "Kalau El Nino ini sampai Februari, artinya musim tanam mundur sampai empat bulan, saya rasa tidak cukup (cadang an). Karena tidak pernah terjadi begitu, perlu skema lain," kata Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu saat dihubungi, kemarin. Menurut Wahyu, saat panen raya saja sangat sedikit petani yang melepas berasnya dengan sesuai harga pembelian pemerintah Rp7.300/kg. Apalagi, musim panen sudah lewat. Namun, Bulog tetap menyerap beras di beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dengan dua skema, yakni skema PSO dan skema komersial. "Hanya jumlahnya tidak sebesar saat musim panen karena secara alamiah kalau masuk Oktober, November, Desember sudah berkurang, " imbuh Wahyu. Per Oktober 2015 cadangan beras PSO mencapai 1,6 juta ton. Angka itu, menurut Wahyu, masih memadai jika hujan turun lebih cepat.

http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/16184/Bulog-Diminta-Tingkatkan-Cadangan-Beras/2015/10/12

Rabu, 07 Oktober 2015

Dua Opsi Dilematis, Impor atau Naik Harga

Hilangnya beras medium dalam beberapa bulan ini membuat harga beras mulai merangkak naik. Musim kemarau panjang diklaim membuat kualitas beras menjadi baik sehingga banyak petani menjual produksinya diatas HPP.

Kelangkaan beras jenis medium di pasaran sudah mulai terjadi sejak dua bulan terakhir. Sulitnya mencari beras medium yang dibeli Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) seharga Rp 7.300 per kilogram (kg) berdampak pada penurunan stok beras medium milik Bulog.

Berdasarkan data stok beras di gudang Bulog, per akhir September 2015, Bulog hanya memiliki 1,1 juta ton beras medium dari total stok beras yang mencapai 1,7 juta ton. Sementara sisanya adalah beras premium.

Wahyu, Direktur Pengadaan Bulog, menyebutkan bahwa sejatinya Bulog perlu stok beras medium lebih banyak. Pasalnya, selain menyalurkan program beras sejahtera (rastra), Bulog juga harus menggelar operasi pasar jika harga di pasar mulai bergejolak sementara keran impor belum dibuka.

Saat ini Bulog hanya bisa menyerap beras jenis premium yang harus dibeli Bulog dari petani di atas HPP. Seolah tak punya pilihan lain, Bulog akan menyerap beras premium ini sebagai stok beras nasional selama kebijakan impor beras hanya sekadar wacana.

Bulog pun memasang target bisa menyerap 900.000 ton dalam tiga bulan ini sehingga stok beras premium bisa mencapai 1,5 juta ton di akhir tahun. “Kalau sampai Februari 2016 masih kemarau, opsi pemerintah memang harus mengimpor beras,” ujarnya.

Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, menyatakan, belum ada kepastian soal impor beras. Dia mengakui pasokan beras medium Bulog sudah menipis. Namun, dia menilai hal ini wajar karena panen raya telah usai sehingga stok beras medium tak terlalu banyak. “Tapi jangan lupa, di musim kering, justru kualitas beras itu bagus. Harganya juga tinggi,” ujar Amran.

Kualitas beras yang baik ini membuat petani tidak lagi menjual berasnya sesuai HPP. Amran bilang, sorotan sinar matahari penuh membuat hama penyakit berkurang dan kadar air dalam padi rendah, sehingga harga beras menjadi tinggi.

Dwi Andreas, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) mengingatkan agar mewaspadai kenaikan harga beras di pengujung tahun ini jika impor beras medium tak dilakukan. Dia pun sangsi jika Bulog akan menggunakan beras premium untuk menjaga stok beras nasional. Pasalnya, jika langkah itu diambil, Bulog akan menderita kerugian besar.

http://pemeriksaanpajak.com/2015/10/07/dua-opsi-dilematis-impor-atau-naik-harga/

Pro-Kontra Impor Beras

Khudori, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat

Dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah media menyodorkan pertanyaan seragam kepada saya: Perlukah Indonesia impor beras? Pertanyaan ini muncul bukan saja didasari atas kekhawatiran stok atau cadangan beras tidak aman pada akhir tahun karena dampak El Nino.

Lebih dari itu, ada kondisi logis yang membuat media--sebagai wakil dari khalayak umum-- mempertanyakan perlu-tidaknya impor beras; sikap berbeda dua pucuk pimpinan Republik, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK membuka peluang impor beras tahun ini. Besarnya, sekitar 1,5 juta ton. Sebaliknya, Jokowi menegaskan, Indonesia tidak gegabah memutuskan impor beras. Dampak El Nino terhadap produksi beras masih dihitung. Jokowi bahkan memastikan stok pangan aman.

Bagaimana menjelaskan dua sikap yang bertolak belakang itu? Sikap Wapres JK mesti dimaknai sebagai sikap objektif atas realitas penyerapan gabah/beras oleh Bulog sekaligus cerminan kondisi mutakhir cadangan beras pemerintah. Menurut Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu, stok beras Bulog saat ini 1,8 juta ton, terdiri atas beras sejahtera (du lu raskin) 1,1 juta ton dan 0,7 juta ton beras premium. Menurut Wahyu, stok itu cukup hingga enam bulan mendatang (Kompas, 29/9). Stok itu tidak aman. Karena itu, setiap saat rentan digoyang oleh aksi spekulasi.

Sebaliknya, sikap Presiden Jokowi harus dibaca dalam konteks keberpihakan terhadap petani dalam negeri. Sebagai pucuk pimpinan negeri ini, tentu Presiden harus berpihak kepada petani domestik. Sikap sebaliknya hanya akan berbuah kecaman. Nawacita yang menjadi fondasi filosofis program pembangun an Jokowi-JK akan mudah menuai cibiran. Sikap tidak gegabah membuka impor, dalam konteks politik, harus dimaknai sebagai bentuk "menjaga perasaan" publik pemilih Jokowi-JK agar tidak merasa diteli - kung dan dikhianati. Kendati, sikap itu tidak menjejak kukuh pada kondisi riil.

Realitas objektif menunjukkan, cadangan beras pemerintah yang dikelola Bulog saat ini jauh dari aman. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, dalam setahun, Bulog memerlukan beras sekitar tiga juta ton untuk memenuhi pagu beras sejahtera (rasta), operasi pasar dan bantuan bencana. Karena tahun ini ada rasta 13 dan 14, berarti perlu tambahan 0,464 ton beras.

Agar kondisinya aman, di akhir tahun, cadangan Bulog minimal harus dua juta ton. Cadangan ini akan di-carry over ke stok pada awal tahun berikutnya. Jadi, dalam setahun stok awal ditambah pengadaan Bulog paling tidak harus mencapai 5,464 juta ton beras. Sampai akhir Agustus lalu, penyerapan beras oleh Bulog mencapai 2,1 juta ton. Karena, stok awal Januari 2015 lalu 1,4 juta ton, artinya hingga akhir tahun Bulog harus menambah pengadaan (dari manapun sumbernya) sebesar 1,964 juta ton.

Apakah penambahan pengadaan beras sebesar itu bisa dilakukan hingga akhir tahun nanti? Menurut Wahyu, Bulog kesulitan menyerap gabah/beras petani domestik lewat skema public service obligation(PSO), seperti diatur dalam Inpres Perberasan No 15/2015.

Harga gabah/beras petani saat ini selalu di atas harga pembelian pemerintah (HPP), seperti diatur dalam Inpres Perberasan. Harga gabah kering panen di Inpres Rp 3.700 per kg, sementara di pasar mencapai Rp 4.200 ? Rp 4.700 per kg. Di Inpres yang sama, harga beras medium di gudang Bulog ditetapkan Rp 7.300 per kg, sementara harga di pasar Rp 9.000 ? Rp 9.500 per kg. Bulog, kata Wahyu, masih mungkin menambah serapan beras melalui jalur komersial.

Namun, hingga akhir tahun tambahannya maksimal hanya 50 ribu ton beras. Karena, September ini merupakan akhir panen gadu. Oktober mulai musim paceklik.

Dengan kondisi seperti itu, satu-satunya jalan keluar yang tersedia adalah menambah pengadaan beras dari sumber luar negeri alias impor. Masalahnya, impor akan selalu memantik kontroversi. Impor juga selalu menimbulkan resistensi. Apalagi, Kementerian Pertanian--dengan mengacu pada Angka Ramalan I BPS--yakin, produksi padi tahun ini mencapai lebih 75,55 juta ton gabah kering panen atau naik 6,6 persen dari produksi tahun lalu.

Produksi sebesar itu bukan hanya cukup memenuhi kebutuhan domestik, Indonesia juga akan surplus beras. Angka surplusnya juga besar. Jika benar surplus, mengapa impor beras? Jika benar surplus, di manakah surplus beras itu saat ini?

Tidak mudah menjawab pertanyaan ini karena ujung-ujungnya mempertanyakan kesahihan data beras. Kalaupun data pro duksi beras benar adanya, antara produksi beras dan penyerapan oleh Bulog merupakan dua hal berbeda. Produksi beras yang baik tidak selalu linier atau diikuti penyerapan beras yang baik pula oleh Bulog. Demikian pula sebaliknya.

Di luar produksi, ada variabel lain yang menentukan besar kecilnya penyerapan beras oleh Bulog, yaitu situasi pasar. Jika harga gabah/beras di pasar di atas HPP, Bulog akan kesulitan mendapatkan gabah/beras. Situasi ini sudah berlangsung beberapa tahun. Masalahnya, pemerintah belum menyedia kan jalan keluar dari situasi sulit ini.

Jalan keluar, sepenuhnya diserahkan ke Bulog. Salah satunya membeli lewat skema komersial. Padahal, skema ini bukan hanya tidak menyediakan jalan keluar, direksi Bulog juga bisa terkena getahnya. Pembelian lewat jalur komersial potensial membuat Bulog merugi. Jika merugi, direksi Bulog akan dinilai tidak perform. Setiap saat, direksi bisa diganti karena dianggap tidak becus.

Salah satu jalan yang tersedia agar bisa keluar dari situasi sulit ini adalah memastikan Bulog hanya mengurus penugasan PSO. Direksi sepenuhnya dibebaskan dari keharusan menyetorkan keuntungan kepada negara yang didapat dari kegiatan komersial. Posisi seperti itu akan membuat direksi bekerja sepenuh hati mengurus penugasan PSO.

Mereka tidak akan memikul beban ganda yang saling menegasikan seperti saat ini, harus untung dan penugasan PSO berjalan baik. Hampir bisa dipastikan, dengan membebaskan direksi dari keharusan untung dan bisa menyetorkan keuntungan pada negara penyerapan beras oleh Bulog akan membaik. Impor benar-benar menjadi jalan terakhir, seperti diatur dalam UU Pangan No 18/2012. Agar tidak terjadi moral hazard, pemerintah harus memastikan Bulog dalam pengawasan ketat. Pemerintah bisa mengganti direksi bila mereka korupsi dan tidak mampu melakukan tugas PSO dengan baik.

Kembali ke pertanyaan awal: Perlukah impor beras saat ini? Jika memang pemerin tah tidak menyediakan instrumen tambahan yang memungkinkan, Bulog bisa menambah pengadaan beras dari dalam negeri, satu-satunya solusi adalah impor.

Kepastian sikap peme rintah ini penting untuk mengirimkan sinyal yang jelas ke pasar; pemerintah memastikan cadangan beras aman. Cadangan ini setiap saat bisa digerakkan bila terjadi kegagalan pasar dalam bentuk harga yang melejit.

Keputusan ini penting untuk memberikan sinyal yang jelas kepada pedagang agar mereka tidak main-main mempermainkan harga beras di pasar dengan cara melakukan spekulasi. Beda lagi bila pemerintah sendiri bingung bersikap dan bahkan tidak satu suara. Ini akan menjadi makanan empuk para spekulan mempermainkan pasar.

Jika itu terjadi, harga dan inflasi akan melejit tinggi. Ujung-ujungnya, warga miskin terganggu akses daya belinya. Bukan tidak mungkin, angka kemiskinan yang sudah naik akan kembali naik jika sinyal pemerintah tak kunjung pasti.

http://www.haluankepri.com/rubrik/opini/82389-pro-kontra-impor-beras.html

Kementan : Beras di Masyarakat 4,6 Juta Ton

Kementerian Pertanian (Kementan) sampai detik ini masih optimis pasokan beras berlimpah. Meski cadangan pemerintah di kantong Perum Bulog minim, tapi ada beras yang berlimpah di masyarakat, petani dan pedagang.

"Yang di Bulog itu cuma delapan persennya saja, beras yang tersebar di masyarakat itu ada sampai 4,6 juta ton selama setahun," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Gardjita budi pada Rabu (7/10).

Jumlah tersebut merupakan perkiraan setelah mengkonversi angka ramalan gabah kering giling semabnhak 75,5 juta ton menjadi beras. Ia pun menjamin stok beras aman hingga desember 2015 dan tidak perlu impor beras. Kementan, lanjut dia, masih mewaspadai El Nino. Ia diharapkan pergi pada desember sehingga produksi beras bisa dimulai lagi secara normal.

Ditanya antisipasi keberadaan beras yang tak ada di genggaman pemerintah, Gardjita menekankan yang terpenting adalah ketahanan pangan khususnya beras berada di masyarakat. Bulog yang mengantongi sedikit beras diperlukan hanya ketika terjadi gejolak. Yang terpenting yakni akses masyarakat memeroleh beras terjangkau.

Kekhawatiran kartel beras pun jangan terlalu dibesar-besarkan. Segala pernyataan harus dibarengi bukti. Maka dari itu, jika terjadi anomali harga beras, Kementan mempercayakan hal tersebut kepada pihak berwajib. "Sebab praktik kartel melanggar hukum dan undang-undang," tuturnya.

Sembari terus menggenjot produksi beras, Kementan pun mengaku terus menuju diversifikasi pangan. Agar masyarakat tak melulu bergantung pada beras untuk memenuhi asupan karbohidrat bagi tubuh. Terbukti, kata Gardjita, angka konsumsi beras terus menurun.

"Beberapa tahun lalu angkanya 139 kilo per orang per tahun, tapi sejak empat tahun yang lalu angkanya 124 kilo per orang per tahun," katanya. Data konsumsi beras masih menggunakan angka empat tahun lalu. Target pemerintah terus menekan konsumsi hingga 100 kilo per tahun.

Di sisi lain, Bulog telah melakukan operasi pasar di lima titik strategis. Masing-masing titik menyefiakan 300 kilogram beras. Hal tersebut dilakukan sembari terus melakukan penyerapan di sisa panen gadu.

"Saat ini stok kita yang terakhir 1,65 juta ton beras," kata Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu saat dihubungi melalui sambungan telepon. Angka tersebut setelah dikurangi penyaluran dan ditambah penyerapan ke petani.

Tapi, ia tidak menyebut secara rinci soal kegiatan tersebut. Belum selesai ditanya lebih lanjut, Wahyu menghentikan percakapan karena mengaku tengah mengetik. Setelah itu, ia belum bisa dihubungi kembali.

Sebelumnya, terkait wacana impor dalam rangka menjaga ketersediaan beras, Perum Bulog menyerahkan keputusan sepenuhnya pada pemerintah. Fokus kegiatan Bulog saat ini yakni melakukan penyerapan beras denhpgan maksimal sebagaimana diinstruksikan. Namun jika tidak ada impor, stok beras Bulog di akhir tahun akan tersisa hanya 50-60 ribu ton. Jumlah tersebut sangat jomplang jika dibandingkan stok akhir tahun 2014 sebanyak 1,4 juta ton.

http://www.republika.co.id/berita/kementan/berita-kementan/15/10/07/nvumo5219-kementan-beras-di-masyarakat-46-juta-ton

Vietnam Menang Tender Pasok Beras 1 Juta Ton ke Indonesia

Vietnam telah memenangkan tender untuk memasok hampir 1 juta ton beras ke Indonesia. Demikian informasi dari pejabat Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam di Hanoi, Rabu (7/10).

Informasi tersebut semakin memperkuat bahwa Indonesia akhirnya membuka impor beras. Meskipun hingga saat ini masih jadi 'polemik' antara Presiden Joko Widodo yang menegaskan tidak perlu impor beras karena pasokan cukup, sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sejak pekan lalu mengatakan Indonesia harus impor 1,5 juta ton untuk mengamankan stok dalam negeri.

Dalam laporan yang dilansir Reuters.com, disebutkan bahwa tender untuk memasok beras ke Indonesia itu disepakati tidak lama setelah Vietnam juga memutuskan untuk memasok 450.000 ton beras ke Filipina. Filipina sendiri juga membutuhkan pasokan beras hingga 750.000 ton untuk memenuhi kebutuhan lokal menjelang akhir tahun.

Langkah Vietnam yang menjamin ketersediaan pasokan hingga kuartal I 2016 ini berbeda dengan Thailand yang sebelumnya tidak terlalu antusias untuk memasok kebutuhan 1,5 juta ton beras ke Indonesia. Hal itu karena Thailand berkonsentrasi untuk memasok kebutuhan Filipina.

Sebaliknya, para produsen dan pedagang beras Kamboja antusias untuk memasok beras ke Indonesia.

Menurut Kim Savuth yang juga Wakil Presiden dari Federasi Beras Kamboja (Cambodian Rice Federation/CRF) pemerintah Kamboja seharusnya memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk memasok beras ke Indonesia. CRF adalah lembaga yang diperkuat hampir 100 penggilingan beras dan eksporter.

“Jika pemerintah bisa melakukan negosiasi kontrak dengan Indonesia, kami punya cukup beras untuk memasok ke Indonesia,” kata Kim beberapa hari lalu.

Indonesia dan Kamboja mempunyai perjanjian bilateral pada 2012 lalu untuk mengimpor beras dan kesepakatan itu masih berlaku hinggga 2016.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/312567-vietnam-menang-tender-pasok-beras-1-juta-ton-ke-indonesia.html

Selasa, 06 Oktober 2015

Minta Suntikan Modal Rp 2 T, Bulog Mau Bikin 10 Kulkas 'Raksasa'

Perum Bulog diusulkan mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun di 2016. Suntikan modal negara ini akan digunakan untuk perbaikan dan pembangunan sejumlah infrastruktur, agar Bulog dapat menjalankan perannya sebagai stabilisator harga pangan, bukan hanya beras.

"PMN untuk Bulog tahun depan diusulkan Rp 2 triliun. Ini untuk perbaikan infrastruktur, terutama infrastruktur untuk pasca panen dan gudang terintegrasi," kata Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2015).

Djarot membeberkan, salah satu infrastruktur baru yang ingin dibangun Bulog dengan suntikan modal sebesar Rp 2 triliun tersebut adalah kulkas 'raksasa' alias cold storage untuk menyimpan berbagai komoditas pangan, misalnya daging sapi.

Direncanakan akan dibangun 10 unit cold storage dengan kapasitas total 7.000 ton. Bulog juga ingin membangun gudang-gudang modern yang dapat menyimpan berbagai komoditas pangan alias gudang teritegrasi.

"Kami ingin modernisasi gudang, bikin gudang terintegrasi, cold storage sebanyak 10 unit dengan total kapasitas 7.000 ton," tutur Djarot.

Selain itu, Bulog ingin membangun 50 drying center untuk meningkatkan kualitas gabah yang dibeli dari petani. Saat ini, Bulog mengeringkan gabah dari petani dengan lantai jemur, sehingga kadar air gabah masih cukup tinggi. Dengan drying center, kadar air gabah bisa ditekan lebih rendah lagi sehingga dapat disimpan lebih lama.

"Pengadaan 50 drying center ini untuk perbaikan kualitas gabah. Sekarang kadar air gabah masih tinggi terutama ketika panen di musim rendeng (musim hujan, Oktober-Maret)," tutupnya.

http://finance.detik.com/read/2015/10/06/130127/3037055/4/minta-suntikan-modal-rp-2-t-bulog-mau-bikin-10-kulkas-raksasa

Jumat, 02 Oktober 2015

Operasi Pasar Bulog Berangus Ruang Spekulasi

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengungkapkan, peluncuran Operasi Pasar Bulog serentak ini dilakukan di lima daerah, yakni DKI Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang dan Bandung. Secara simbolis dilakukan di DKI Jakarta yang akan dilakukan peluncuran oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Djarot menjelaskan, peluncuran Operasi Pasar Bulog ini dilakukan sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan bertujuan untuk stabilisasi harga beras serta komoditi pangan lainnya. Lantaran, Operasi Pasar Bulog ini tidak hanya beras, melainkan daging, gula serta minyak goreng.

"Ini truk-truk beras yang sebentar lagi diluncurkan Presiden. Selain stabilisasi harga pangan dan ini juga untuk menunjukkan bahwa pemerintah senantiasa hadir guna ringankan beban rakyat di masa-masa yang tidak menggembirakan," kata Djarot di Gudang Beras Bulog, Kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (2/10/2015)

Djarot menambahkan, Operasi Pasar Bulog juga bertujuan untuk mencegah ruang spekulasi yang dimanfaatkan di musim panen gaduh yang menurun.

Menurut Djarot, dalam Operasi Pasar Bulog disiapkan sebanyaknya 300 ribu ton beras jenis Premium di seluruh Indonesia.

"Stok beras kami 1,7 juta ton. Posisi ini masih cukup aman," kata Djarot.

Di sisi lain, Perum Bulog juga mengoptimalkan panen gaduh untuk menumpuk stok beras yang ada, sehingga masyarakat tidak khawatir mengenai stok dan harga beras.

"Bulog siap layani penyaluran beras untuk masyarakat," tukasnya.

http://economy.okezone.com/read/2015/10/02/320/1224728/operasi-pasar-bulog-berangus-ruang-spekulasi