Jumat, 26 Februari 2016

Gonjang-ganjing Jagung

Pakan merupakan komoditi penting dalam industri perunggasan. Ketersedaiaan pakan yang berkualitas dan harga yang murah menjadi salah satu syarat bagi usaha perunggasan. Jagung merupakan salah satu komposisi pakan yang paling besar yakni 50-55 persen.

Kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak setiap tahun mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir kebutuhan jagung meningkat sekitar 500 ribu ton per tahun. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, kebutuhan jagung untuk pakan unggas tahun 2014 mencapai 7,6 juta ton, meningkat pada tahun 2015 sebesar 8,3 juta ton.

Sementara itu, ketersediaan jagung lokal untuk industri makanan ternak pada tahun 2014 sebesar 4,5 juta ton, dan tahun 2015 hanya 5,6 juta ton. Mengingat pentingnya jagung bagi industri perunggasan, pemerintah melakukan impor jagung tahun 2014 sebesar 3,1 juta ton, pada tahun 2015 sebanyak 2,7 juta ton.

Mengingat petningnya peran jagung, pemerintah melakukan impor di tahun 2014 sebesar 3,1 juta ton dan tahun 2015 sebaras 2,7 juta ton. Namun, akhir 2015 lalu, Kementrian Pertanian melakukan penghentian impor jagung sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Kebijakan tersebut rupanya berdampak kepada naiknya harga pakan ayam. Hal itu berbuntut panjang ditandai dengan naiknya harga daging dan telur.

Menanggapi hal tersebut, Komisi IV DPR RI menggelar rapat dengan pendapat (RDP) dengan pemerintah yang diwakili oleh Muladno (Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), Hasil Sembiring (Direktur Jenderal Tanaman Pangan), Banun Harpini (Kepala Badan Karantina Pertanian), dan Djarot Kusumayakti (Direktur Utama Perum Bulog) di Gedung Nusantara DPR RI, Selasa (2/2/16). Rapat tersebut juga dihadiri dari berbagai asosiasi peternakan seperti Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), serta Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN).

Dirjen PKH Muladno mengatakan, pemerintah melakukan pengendalian impor jagung demi mengutamakan produksi dalam negeri. Hal itu dikatakannya secara rinci sebagaimana dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, khususnya pasal 15 (ayat 1, 2, 3) dan Pasal 25 (ayat 1).

Bunyi Pasal 15 ayat (1): pemerintah berkewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Ayat (2): kewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri sebagaimana dimaskud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi dalam negeri. Ayat (3): Dalam hal impor komoditas pertanian, menteri terkait harus melakukan koordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahann di bidang pertanian.

Sementara itu Pasal 25 ayat 1: pemerintah berkewajiban mencipatakan kondisi yang menghasilkan harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi petani.

“Saya pikir poin-poin inilah yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan impor. Yang penting kebutuhan pakan terpenuhi, harga di tingkat petani baik dan mengutamakan produksi dalam negeri,” katanya.

Perizinan impor bahan pakan

Terkait regulasi impor jagung, pemerintah telah mencabut SK Dirjen Bina Produksi Peternakan Nomor 63/TN.240/Kpts/DJBPP/Deptan/2002 Tentang Prosedur Tetap Permohonan Surat Keteranagan Bahan Pakan Impor. Muladno menilai bahwa peraturan tersebut harus diganti lantaran pola izin impor dalam aturan tersebut dirasa aneh. “Aturan itu agak aneh karena seseorang memohon izin itu ketika kapan yang membawa jagung sudah jalan sehingga ada kesan seolah-olah pemerintah itu harus mengizinkan,” bebernya.

Akhirnya SK dicabut pada September 2015. Pemerintah menginginkan agar permohonan izin itu dilakukan lebih awal sebelum kapal yang membawa komoditi diberangkatkan. Sebagai penggantinya Kementrian Pertanian mengeluarkan peraturan baru Nomor 57/Permentan/PK.110/11/2015 pada 25 November 2015 Tentang  Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan ke dan dari Wilayah Negara Republik Indoensia (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 1805).

Muladno menegaskan, Permentan No. 57 Tahun 2015 tersebut  kebalikan dari SK sebelumnya. Ia mengemukakan khusus pada ayat 2 dan 3. Pada ayat 2 disebutkan, Pelaku Usaha dalam melakukan Pemasukan Bahan Pakan Asal Tumbuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) harus memperoleh izin pemasukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. Pada ayat 3, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan dalam memberikan izin pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah memperoleh Rekomendasi Pemasukan (RP-I) dari Direktur Jenderal Peterankan dan Kesehatan Hewan.

“Jadi harus ada persetujuan dari kami (pemerintah) baru itu (izin) dijalankan,” ujarnya. Namun demikian, lanjunya, Permentan tersebut masih belum sempurna lantaran belum ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Kementan masih menunggu adanya Permendag untuk memberikan izin impor.

Bulog ditunjuk melakukan impor jagung

Untuk mengantisipasi itu, hasil Rapat Koordinai Terbatas Bidang Perekonomian pada tanggal 16 Desember 2015 memberikan rekomendasi kepada Perum Bulog mengimpor 600 ribu ton jagung untuk kebutuhan Januari-Maret.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti membenarkan bahwa pihaknya ditugaskan melakukan importasi sebanyak 600 ribu ton jagung. “Kami sudah berkordinassi dengan Deptan dan Depdag pertengajan Januari lalu untuk menerima rekomendasi importasi jagung sebanyak 600 ribu ton,” katanya.

Minimnya produksi jagung lokal dipertanyakan Ketua Komisi IV DPR RI Edi Prabowo kepada pemerintah. Ia melihat laporan Kementan bahwa produksi jagung surplus. Tapi faktanya terjadi kelangkaan. “Apakah (jagung) langka memang benar? Atau karena pengepul? Jagung yang biasanya sekitar Rp2.000-an, tiba-tiba bisa Rp6.000-an,” katanya dengan nada bertanya.

Berdasarkan data Kementrian Pertanian, produksi jagung tahun 2015 adalah 20 juta ton. Berarti kebutuhan jagung untuk industri perunggasan sebesar 40 persen (8,3 juta ton). Namun, 40 persen itu sulit diperoleh industri pakan dan peternak mandiri. Hal itu diduga akibat data produksi jagung yang tidak akurat.

Kendati demikian, Direktur Jenderal Tanaman Hasil Sembiring menepis tudingan adanya dugaan salah hitung. Ia mengaku pihaknya sudah melakukan upaya maksimal dalam mendata produksi pangan. “Selama ini kita sudah sekuat tenaga mencari (metode perhitungan) bagaimana yang terbaik. Badan Penelitian dan Pengembangan sudah melakukan kajian itu bekerjasama dengan Lapan,” paparnya kepada sejumlah awak media.

Ia juga mengaku bahwa dalam menerjemahkan data produksi pangan terdapat kelemahan. “Menghitung jagung dalam jumlah besar sangat sulit karena adanya alang-alang. Kalau skala kecil mungkin bisa didata, tapi dalam jutaan hektar siapa yang bisa,” ujarnya. Dalam waktu dekat, ia bersama BPS berencana mengundang para pakar statistik untuk memperkuat pendataan.

http://www.jelasberita.com/2016/02/26/gonjang-ganjing-jagung/


Selasa, 16 Februari 2016

Pemerintah Pastikan HPP Gabah dan Beras Tetap

Pemerintah memastikan harga pembelian pemerintah (HPP) atas gabah dan beras tahun ini tidak akan direvisi. Fakta ini berkebalikan dengan pendapat para pengamat yang meminta HPP beras disesuaikan dengan tingkat kenaikan inflasi.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam keterangan pers menyampaikan HPP gabah dan beras tidak akan mengalami perubahan dan masih akan mengacu pada Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras oleh Pemerintah.

“Dalam rangka menjaga pasokan dan stabilisasi harga beras, melindungi tingkat pendapatan petani, pengamanan Cadangan Beras Pemerintah, dan penyaluran beras untuk keperluan masyarakat, harga gabah dan harga beras tetap,” kata Darmin, Selasa (16/2/2016).

Selama ini, kalangan pengamat menilai HPP gabah dan beras seharusnya naik untuk mempermudah Perum Bulog menyerap produksi petani.

Saat ini, Bulog kerap kalah dengan para pedagang perantara yang membeli produksi petani dengan harga yang lebih tinggi dari HPP.

Adapun dalam Inpres Nomor 5 tahun 2015, diatur HPP gabah kering panen (GKP) yaitu sebesar Rp3.750 per kilogram, HPP GKG sebesar Rp4.600, dan HPP beras sebesar Rp7.300 per kilogram.

http://www.centralnewsbatam.com/ekonomi/mikro/pemerintah-pastikan-hpp-gabah-dan-beras-tetap.html

Jumat, 05 Februari 2016

Pasar Respons Penjualan Bulog

Meski penjualan jagung impor murah oleh Perum Bulog kepada peternak ayam dan produsen pakan ternak skala UMKM masih berskala kecil, harga jagung di pasar turun Rp 1.000-Rp 1.500 per kilogram. Seiring penurunan harga jagung itu, harga ayam dan telor ayam ras turun lebih drastis.

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko, Kamis (4/2), di Jakarta, harga jagung di Jawa Tengah sudah mendekati Rp 5.000 per kg. Harga di Jawa Timur masih sedikit lebih tinggi, rata-rata Rp 5.500 per kg.

"Akhir Februari nanti, harga jagung diyakini akan menyentuh Rp 4.000 per kg karena panen sudah mulai ada," kata Singgih.

Meski harga jagung mulai turun, tingkat harga itu belum sampai pada kondisi ideal, yakni Rp 3.000-Rp 3.500 per kg. Karena itu, peternak meminta Bulog untuk segera merealisasikan penjualan jagung impor murah secara serentak di sejumlah daerah. "Masih ada penyesuaian administratif, tetapi harus segera disalurkan. Apalagi harga ayam juga turun drastis," ujar Singgih.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Sudirman mengatakan, dampak psikologis rencana penjualan jagung murah oleh Bulog memang sudah terasa. Efek ini akan semakin kuat apabila jagung impor sudah mulai digelontorkan ke pasar. Pasokan jagung impor ke perusahaan pakan ternak juga mulai dirasakan.

Selain itu, panen jagung juga segera dimulai. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengatakan, puncak panen raya jagung akan terjadi Februari 2016.

Menurut Ketua Dewan Pembina Pinsar Indonesia Hartono, harga ayam hidup tingkat peternak di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi turun Rp 5.000-Rp 6.500 per kg timbang hidup dalam dua pekan terakhir. Harga turun dari Rp 23.000 menjadi Rp 16.500-Rp 18.000 per kg timbang hidup. Harga ini di bawah harga pokok produksi Rp 19.000 per kg timbang hidup.

http://print.kompas.com/baca/2016/02/05/Pasar-Respons-Penjualan-Bulog

Kamis, 04 Februari 2016

Mentan: Bulog Jadi Stabilisator Adalah Kekuatan Bangsa

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menyatakan Badan Urusan Logistik (Bulog) yang menjadi penyeimbang atau stabilisator harga adalah kekuatan bangsa Indonesia, khususnya dalam mencapai target ketahanan pangan. "Ketika memperkuat Bulog dan menjadi stabilisator harga bahan pangan adalah kekuatan bangsa karena tandanya pemerintah itu memang hadir di tengah," kata Amran di sela acara peninjauan panen raya komoditas bawang merah di Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (2/2).

Ketika Bulog diperkuat, kata Amran, adalah sebagai solusi sebagai pengontrol harga pasar karena badan ini juga berfungsi untuk memperpendek rantai pasokan (supply chain) dari petani selaku produsen dengan masyarakat sebagai konsumen.

"Bulog itu kan kita inginkan sebagai penyelamat, misalnya ketika harga jatuh, Bulog akan membeli dengan harga normal dan ketika harga konsumen tidak wajar, dilakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga," katanya.

Ketika ditanya mengenai harga pembelian Bulog yang terkadang dikeluhkan oleh petani karena ada di bawah harga pengepul, Amran mengatakan bahwa hal itu menjadi lebih baik dan menguntungkan petani.

"Jadi, rumusnya jika katakanlah Bulog beli dengan harga Rp10 ribu dan importir Rp11 ribu, itu sudah bagus dan Bulog akan mundur karena kan kita butuh petaninya untung," ujar Mentan.

Jika terjadi hal semacam itu, pihaknya akan memantau keadaan dan mengawal harga sampai ke tingkat konsumen akhir apakah wajar atau tidak.

"Jika di ujungnya tidak wajar harganya, kita sikat pakai operasi pasar, itu namanya Bulog menjadi stabilisator, bukan profit oriented. Saya juga koordinasi dengan Kemendag dan Bulog bahwa Bulog harus diperkuat," kata Amran.

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/02/04/214435/mentan-bulog-jadi-stabilisator-adalah-kekuatan-bangsa/#.VrKrTE9sV_k

Rabu, 03 Februari 2016

Pekan depan, jagung impor Bulog 40.000 ton tiba

Perum Bulog sudah melakukan kontrak pembelian jagung dari Argentina dan Barsil sebanyak 260.000 ton pada pertengahan Januari lalu. Untuk realisasinya, pada tahap pertama, jagung Bulog akan sampai ke Indonesia pada 7 Februari 2016 sebanyak 40.000 ton.

Jagung tersebut akan dijual ke pengusaha pakan ternak kelas UMKM di sejumlah wilayah di Indonesia.

Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti bilang, pembelian jagung Bulog ini sudah dilakukan sebelum pemerintah memberikan penguasan baru untuk menyerap sebanyak 445.000 ton beras milik importir yang tidak dapat dibongkar di sejumlah pelabuhan.

Untuk sementara, Bulog tidak melanjutkan kontrak pembelian jagung lagi, karena berdasarkan perhitungan Bulog, jagung milik importir sudah cukup banyak dan bahkan melampaui kuota yang ditugaskan kepada BUMN pangan ini.

"Kami sudah sampaikan kepada pemerintah kalau Bulog sudah ada kontrak dengan Argentina dan Brasil sebelum ditugaskan untuk menyerap jagung importir," ujar Djarot, Selasa (2/2).

Djarot mengatakan belum ada keputusan lagi apakah Bulog juga ditugaskan menyerap jagung importir yang masih dalam perjalanan sampai ke Indonesia yang bila dijumlahnya total mencapai 675.000 ton. Sebab bisa saja jagung impor tambahan tersebut dire-ekspor kembali atau disita untuk negara karena dianggap ilegal.

Ada banyak importir pakan pemilik jagung impor yang dibeli Bulog, antara lain Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan PT Malindo Feedmill Tbk dan masih banyak importir kecil lainnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) FX Sudirman mengatakan kebijakan pemerintah yang tidak mengakomodasi semua kepentingan berdampak buruk seperti yang terjadi saat ini.

Karena itu, ia mengatakan seharusnya Kementeraian Pertanian (Kemtan) sadar kalau saat ini sudah memasuki pasar bebas dimana setiap kebijakan yang dikeluarkan jangan sampai mengurangi daya saing industri nasonal. "Dengan kebijakan sekarang, daya saing kita jatuh sekali," ujarnya.

http://industri.kontan.co.id/news/pekan-depan-jagung-impor-bulog-40000-ton-tiba

Selasa, 02 Februari 2016

SIAP-SIAP HARGA BERAS BAKAL MEROKET LAGI NIH

MUSIM PANEN BERGESER, RANTAI DISTRIBUSI PANJANG

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan peringatan kepada pemerintah jika harga beras tahun ini akan terus merangkak naik. Sebab, musim panen yang akan bergeser dan panjang rantai distribusinya. Pemerintah diminta mengantisipasi supaya tidak bergejolak.

Kepala BPS Suryamin mengata­kan, sejak awal tahun harga beras trennya sedang naik. Kenaikan dialami oleh semua jenis beras premium, medium dan kualitas rendah. Kenaikan harga beras ini menyumbang inflasi Januari yang tembus 0,51 persen.

"Ini bahan pemerintah untuk jadi perhatian akan naik lagi kalau tidak ditekan dari distribusi dan pasokan," kata Suryamin di Kan­tor Pusat BPS, Jakarta, kemarin.

Berdasarkan data BPS, kata dia, sepanjang Januari, harga beras pre­mium mencapai Rp 9.723 per ki­logram (kg) atau naik 0,62 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan, harga beras kualitas medium mencapai Rp 9.548,24 per kg atau naik 1,03 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Sementara, harga beras kualitas rendah di Januari 2016 mencapai Rp 9.280,39 per kg atau naik 0,84 persen, dibandingkan bulan sebelumnya. Menurut dia, ke­naikan harga karena pasokannya kurang. Musim tanam juga bergeser dampaknya musim panen juga bergeser.

"Kalau ini tidak dikontrol, maka akan berpengaruh terhadap inflasi bulan berikutnya," katanya.

Selain masalah pasokan, Suryamin mengatakan, kenaikan harga beras juga disebabkan oleh panjangnya rantai distribusinya. BPS mencatat rantai distribusi beras terpanjang terjadi di DKI Jakarta, dan terpendek ada di Su­lawesi Utara. "Jakarta yang masih panjang," jelasnya.

Rantai distribusi itu, kata dia, diawali dari penggilingan dan importir yang masuk sampai ke distributor. Kemudian diter­uskan ke pedagang pengumpul dan selanjutnya sampai ke sub distributor.

Dari titik tersebut berlanjut ke agen dan sub agen terus ke peda­gang grosir. Kemudian dialirkan lagi ke pedagang eceran, baru tera­khir sampai ke tangan konsumen, yakni rumah tangga dan kegiatan usaha lainnya. Namun, dari titik agen juga ada yang langsung ke supermarket atau swalayan untuk dijual kepada konsumen. Artinya tidak melewati sub agen dan peda­gang grosir.

Dari setiap titik tersebut, kata dia, ada margin yang ditarik. Se­hingga tidak mengherankan bila harga yang sampai ke konsumen cukup tinggi dibandingkan pem­belian oleh tempat penggilingan dari petani. "Semakin banyak yang dilewati ya semakin banyak marginnya," kata Suryamin.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indone­sia (APPSI) Sarman Simanjorang mengakui, pada Januari mulai ter­jadi lonjakan harga beras. Namun, lonjakan belum tajam.

Menurut dia, jika kenaikan harga beras ini dianggap sepele oleh pemerintah dampaknya akan sama seperti tahun lalu. Dimana, harga beras melonjak tajam karena pasokan berkurang.

"Ini harus segera dikendalikan," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sarman melihat, kenaikan harga beras sulit dihindari. Sebab, paso­kan beras akan berkurang karena mundurnya musim tanam yang berdampak pada mundurnya musim panen. "Ini sangat berba­haya bisa dimainkan oleh para pemain. Karena itu pasokan harus ditambah," tegasnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, produk per­tanian Indonesia masih minim sentuhan teknologi. Akibatnya, harga produk pangan pokok nasional seperti beras mahal. Dengan perkembangan teknologi diharap­kan harga bisa makin murah.

"Teknologi ubah produksi beras dari 2 ton ke 5 ton. Aneh Indone­sia, beras makin mahal. Itu karena teknologi kurang," ujar JK.

Presiden Jokowi sebelumnya mengakui, harga pangan Indo­nesia masih mahal dibandingkan negara-negara lain. Harga pangan, Indonesia berada dalam peringkat yang lebih tinggi dibandingkan negara yang lain seperti Filipina, China, Kamboja, India, Thailand, maupun Vietnam.

Presiden mengingatkan, ting­ginya harga pangan itu harus disikapi dengan hati-hati. Karena setiap kenaikan harga pangan akan memukul 81 persen jumlah pen­duduk Indonesia.

"Makanan menyumbang 73 persen garis kemiskinan kita. Ini hati-hati betul," tegasnya.

Apalagi, kata dia, kenaikan harga pangan sudah mencapai 70 persen dari 2011. Karena itu, dia meminta, kenaikan harga harus dicermati dan dikendali­kan.

http://www.rmol.co/read/2016/02/02/234357/Siap-siap-Harga-Beras-Bakal-Meroket-Lagi-Nih-

Senin, 01 Februari 2016

Hari Ini, Bulog Gelar Operasi Pasar Jagung Serentak di 4 Kota

Hari ini, Perum Bulog akan menggelar operasi pasar (OP) jagung dalam rangka stabilisasi harga jagung sekaligus daging ayam dan telur ayam. Sesuai hasil rapat antara Perum Bulog dengan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, serta para peternak pada Jumat pekan lalu, 445.500 ton jagung impor yang ditahan Kementerian Pertanian (Kementan) di pelabuhan akan disalurkan oleh Bulog.

Operasi pasar akan dilakukan serentak di sentra-sentra peternakan rakyat. Secara simbolis hari ini akan diluncurkan di Cigading (Banten), Cirebon (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur). Di Cigading, operasi pasar akan dihadiri oleh seluruh Direksi Bulog.

Pada OP hari ini akan dilepas 1.000 ton jagung di Cigading, dan masing-masing 200 ton di Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Jumlah ini akan ditingkatkan sesuai dengan permintaan pasar dan dengan memperhatikan perkembangan harga jagung.

"Launching OP jagung ini merupakan penugasan pemerintah kepada Perum Bulog dalam rangka stabilisasi harga dan pasokan jagung kebutuhan pakan ternak," demikian pernyataan resmi Bulog yang diterima detikFinance, Senin (1/2/2016).

Untuk keperluan OP sampai dengan Maret 2016, Bulog akan menyiapkan 600.000 ton jagung. Saat ini Bulog sudah menguasai 445.500 ton. OP akan terus dilakukan sampai harga jagung dianggap stabil dan tidak lagi meresahkan peternak maupun masyarakat.

Sebagai informasi, berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak November 2015 hingga Januari 2016, harga jagung naik hingga 100%, dari Rp 3.000/kg menjadi Rp 6.000/kg. Kenaikan harga jagung ini diduga akibat seretnya pasokan jagung ke industri pakan ternak. Jagung merupakan komponen dominan dalam pakan ternak (50%).

Akibatnya harga daging ayam pun mengalami kenaikan cukup signifikan di sejumlah daerah. Harga daging ayam rata-rata nasional saat ini Rp 33.237 per kg, naik Rp 4.452 atau 15,46% dari Oktober 2015 sebesar Rp 28.785 per kg.

http://finance.detik.com/read/2016/02/01/110151/3131653/4/hari-ini-bulog-gelar-operasi-pasar-jagung-serentak-di-4-kota