Awal Mei 2012, tepat saat ulang tahun ke-45, Perusahaan
Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) meresmikan unit usaha baru di bidang
distribusi: BulogMart. Di samping memperkuat bisnis, BulogMart digadang-gadang
mampu memperkuat operasi pasar Bulog. Bagaimana kondisi saat ini dan target-target
Bulog? Berikut wawancara jurnalis KONTAN Umar Idris dengan Direktur Utama
Bulog Sutarto Alimoeso, pada Selasa (19/6) lalu.
Jangan sampai beras menuju liberalisasi. Jangan sampai
pangan strategis ini diserahkan ke mekanisme pasar.
Dalam lima tahun terakhir, saya lihat, ada kecenderungan
beberapa pihak yang ingin menjadikan beras menuju liberalisasi. Beberapa
komoditas yang sudah ke arah liberalisasi contohnya gula, kedelai, jagung, dan
minyak goreng.
Indonesia dibilang produsen minyak kelapa sawit terbesar di
dunia. Nyatanya, kita tidak bisa mengatur harga. Nah, apa beras mau begitu? Mau
dikuasai kapitalis?
Oleh karena itu, sebenarnya, pemerintah itu mengharapkan
Bulog bisa lebih berperan, terutama dalam menjaga stabilitas pangan nasional
kita. Tugas utama Bulog ini menjaga stabilisasi harga, baik di tingkat konsumen
maupun tingkat produsen. Jadi, seharusnya key performance indicators
(KPI) Bulog terkait stabilisasi itu: sejauh mana stabilisasi harga itu sudah
terjadi
.
Cuma, Bulog ini juga perusahaan umum. KPI Bulog otomatis
juga berdasarkan keuntungan. Nah, karena bukan hanya punya tugas utama
stabilisasi, tapi juga punya KPI keuntungan, Bulog ini punya risiko kerugian
sebagai perusahaan.
Pemerintah tak membolehkan Bulog rugi. Jadi, Bulog berbentuk
perum ini pokoknya tidak boleh merugi, sekaligus bisa menjalankan tugas
stabilisasi harga. Ini sesuatu yang kontradiktif.
Maka dari itu, mestinya ada semacam backup.
Pertama,
pemerintah harus mem-back up anggaran Bulog. Tentu anggaran yang
dilandasi oleh aturan perundang-undangan yang berlaku. Mesti begitu.
Kedua, masih sesuai perundang-undangan yang berlaku,
kalau mau berilah kewenangan yang fleksibel dan terukur untuk Bulog. Sebab,
selama ini untuk operasi pasar, Bulog harus menunggu keputusan beberapa
kementerian. Atau, beras untuk rumahtangga miskin (raskin).
Ketiga, Bulog harus menunggu keputusan beberapa
menteri juga. Ini lama. Jadi, Bulog tidak diperintah oleh banyak kementerian.
Bulog komersial
Karena KPI yang juga sebagai perusahaan itu, Bulog punya
kegiatan atau fungsi komersial. Bulog sudah memulainya sejak 2003. Ada empat
produk pengembangan komersial Bulog, yaitu industri, jasa, perdagangan, dan
peluang kerja sama.
Nah, dalam kerangka komersial itu, kami membangun distribution
center untuk bahan pangan. Produk komersial kami yang baru ini namanya
BulogMart. Kami sudah meresmikan lima BulogMart di Kota Bandung, Semarang,
Malang, Lampung, dan Makassar. Peresmian pertama dilaksanakan pada tanggal 10
Mei 2012 lalu.
Target kami, tahun ini ada 100 gerai BulogMart. Investasinya
tidak besar. Berapa persisnya, masih kami hitung. Biaya setiap unit berbeda.
Yang jelas, tidak mahal. Kami bisa memanfaatkan kantor-kantor Bulog yang
kebetulan cenderung strategis. Kan, kami tinggal memoles kantor-kantor yang
ada.
Di samping investasi tidak mahal, BulogMart ini didukung
jaringan 1.751 unit gudang di seluruh Indonesia. Akhirnya, BulogMart kan juga
bisa menjadi bagian distribution channel pangan di seluruh indonesia.
Tapi tak hanya itu, Bulog punya 131 unit pengolahan gabah
dan beras (UPGB). Ratusan UPGB Bulog ini nanti kami revitalisasi sehingga
menjadi UPGB plus. Sekarang ini kan UPGB hanya mengurusi penggilingan gabah.
Nanti, UPGB juga punya traktor, mesin pemotong, dan lain-lain.
Untuk apa? Kami akan mengadakan kerja sama dengan petani
dengan sistem sewa. Harganya pakai harga wajar.
Dari sewa alat, panen petani juga lebih optimal. Nah,
hasilnya nanti bisa dijual ke Bulog atau ke BulogMart. Jadi, tinggal
mengalirkan. Sehingga, kami bisa punya basis unit pengolahan gabah dan beras
sekaligus punya BulogMart sebagai basis yang memasarkannya.
Ini juga merupakan channeling. Dari hulu sampai ke
hilir, kami bisa kami kerjakan. Kami sambungkan dari yang hulu sampai ke hilir.
Sumber dananya bisa kredit dari bank. Lagi pula, selama ini
bisnis Bulog juga ditopang kredit. Kami masih dipercaya oleh bank karena punya
aset. Intinya, BulogMart ini tampaknya seperti bisnis ritel, tapi sebenarnya
bukan hanya ritel. Lebih besar dari itu. BulogMart adalah semacam distribution
center.
Jadi, misalnya orang butuh minyak goreng atau butuh beras
dalam jumlah besar atau grosir, mereka bisa membeli di BulogMart. Tentu saja,
harganya memakai harga grosir. Pembelinya bisa koperasi, warung-warung di desa,
bahkan konsumen end user. Semua masih tetap dengan harga grosir.
Saat ini, kami masih dalam tahap pembenahan, termasuk
manajemen dan infrastruktur teknologinya. Ke depan, BulogMart ini bisa juga
diakses dari internet. Produk-produk utamanya beras, gula, minyak goreng.
Mungkin nanti ada juga kedelai, kopi, dan sebagainya.
Soal pasokan, barang bukan dari kami sendiri. Bisa juga
kerja sama dengan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Contohnya, PT
Perkebunan Nusantara di Jawa Tengah punya produk Kopi Banaran. Kalau ada
Starbucks, kenapa BulogMart tidak bisa menyediakan kopi banaran?
Tapi, untuk sementara pengelolaan bisnis masih kami lakukan
sendiri. Belum ada kesempatan kemitraan.
Untuk pemasok, iya. Kerja sama akan kami lakukan, entah
dengan perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta. Siapa tahu, jika suatu saat
ada orang jualan susu, kami akan terima. Pokoknya, produk-produknya nanti
berupa kebutuhan pangan.
Bulog harus kuat
Di balik produk BulogMart ini sebenarnya ada nilai lebih
lagi, yaitu penguatan Bulog sebagai stabilisator harga. Jika ada yang berniat
mengarahkan beras ke arah liberalisasi, bisa jadi muncul pemain besar yang
kemudian menguasai pasar.
Kebutuhan beras nasional dalam sebulan itu sekitar 2,6 juta
ton. Dari jumlah itu, Bulog menjual hanya sekitar 10% atau 260.000 ton–300.000
ton. Sisanya, para pedagang.
Kalau Bulog tidak punya kekuatan atau tidak lebih kuat
daripada pedagang besar, dia bisa mainkan harga. Makanya, Bulog harus lebih
kuat. Menjual 10% dari kebutuhan itu sudah luar biasa. Kapasitas gudang Bulog
itu sebesar 4 juta ton. Sekarang, isi gudang kami sekitar 2,3 juta ton lebih.
Kondisi sekarang, harusnya Bulog memang sudah kuat dan akan
kuat lagi setelah Bulog Mart sukses karena menyambungkan dari hulu ke hilir. Ada
dua strategi utama Bulog, yaitu sistem dorong tarik dan jaringan semut.
Pertama, sistem dorong tarik memanfaatkan sinergi
dengan pemerintah daerah yang punya sekitar 40.000 penyuluh pertanian. Mereka
akan mendorong petani untuk menjual hasil panen ke Bulog. Jadi, pemerintah
daerah mendorong, Bulog menarik. Bayangkan, pegawai bulog di lapangan hanya
sekitar 3.000 dari total pegawai Bulog yang hanya 4.700 orang. Padahal, Bulog
harus menyebarkan raskin di 50.000 titik distribusi termasuk membeli beras dari
hasil panen petani.
Kedua, jaringan semut. Saat ini, masih 15% mitra
Bulog yang kecil-kecil. Ke depan, kami akan mengembangkan porsinya menjadi
porsi ideal 50%–50% dengan mitra yang besar.
Oleh
: Sutarto Alimoeso - Rabu, 04 Juli 2012
Sumber
: KONTAN