Minggu, 24 Juni 2012

JARINGAN SEMUT YANG MEWUJUDKAN IMPIAN


Pengadaan 4,1 juta ton beras bukan mimpi di siang bolong.

Strategi jaringan semut Bulog dalam pengadaan beras dalam negeri di tengah berubahnya pola panen tahun 2012, sedang diuji publik. Tepatnya, sedang diuji pasar, yang notabene adalah para petani.
Adu balap dan adu cepat Bulog dengan para pedagang besar beras sangat ditentukan mana yang paling tinggi harga penawarannya dan mana yang paling deregulatif. Ada baiknya, strategi bisnis Bulog dievaluasi secara saksama, agar target pengadaan dalam negeri Bulog 2012 sebesar 4,1 juta ton setara beras, bukan menjadi mimpi di siang bolong. 
Pasalnya, selain dihadapkan pada pedagang yang makin kuat modal dan deregulatif, Bulog juga dihadapkan pada pola panen yang berubah. Panen raya tidak ada lagi, yang ada panen berlangsung terus-menerus kecil-kecil hingga Agustus 2012.
Pernyataan ini dikemukakan sejumlah pelaku perberasan dan juga profesor marketing (The Associate Professor of Marketing), National University of Singapore, pria paruh baya berkebangsaan Jerman Jochen Wirtz dan Profesor Sulastri Soerono, Guru Besar Manajemen UI, mantan staf ahli Bulog era 1995-2005. Kedua pakar ini melihat kondisi pasokan beras dari hulu pada tahun ini, seperti 2011 yakni sangat ketat karena volume panen yang menurun.
Di tengah kondisi suplai yang ketat, hukum pasar berlaku, wajar saja jika sektor hulu diwarnai persaingan yang juga ketat antara Bulog dan pedagang. Ketatnya suplai disebabkan pola panen berubah akibat perubahan iklim. Tahun ini tidak ada lagi musim panen raya. Panen berlangsung terus-menerus mulai akhir Februari hingga Agustus.
Menurut Jochen, pola perdagangan beras di Indonesia mengikuti pola liberalisasi pasar global. Pedagang besar beras sangat ekspansif dalam menetapkan policy harga pembelian untuk mengalahkan pesaingnya yakni Bulog. Untuk itu, Bulog akan semakin tidak efektif perannya dalam fungsi pengadaan/pembelian dalam negeri jika dalam penetapan harganya menggunakan cara diumumkan kepada publik.
“Jadi, menurut saya, Bulog ini harus tahu strategi apa yang perlu diumumkan dan apa yang tidak perlu diumumkan. Kalau harga sampai diketahui lawan bisnisnya, Bulog bisa kalah,’’ kata Jochen kepada SH, akhir pekan lalu.
Strategi marketing intelligent, kata Jochen, rupanya sudah dipakai oleh pedagang besar. Jadi, Bulog sebaiknya tidak mengumumkan berapa harga pembeliannya ke petani.
Kebijakan mengumumkan harga pembelian HPP melalui Inpres, sekalipun nantinya akan direvisi atau dinaikkan harganya berkali-kali seperti kejadian 2011 dengan kenaikan harga hingga enam kali, jika itu diumumkan terlalu terbuka ke pasar, akan dimanfaatkan pedagang untuk menaikkan harga penawaran mereka ke petani. 

Keberanian
 
Sulastri menyarankan agar Bulog menderegulasikan persyaratan pasok bagi para petani. Jika selama ini Bulog memberlakukan sejumlah syarat yang ketat, kemudian disiasati pihak lawan kalangan pengusaha penggilingan dengan meniadakan persyaratan penjualan gabah para petani ke penggilingannya, Bulog harus memiliki keberanian meniadakan persyaratan bisnis tersebut.
Selanjutnya, jika pihak lawan mulai memberikan insentif bagi petani berupa model pembayaran gabah dengan sistem sebagian dibayar di muka atau semacam DP, Bulog harus mampu menawarkan insentif yang lebih menarik dari itu.
Kelemahan strategi Bulog dalam cara menetapkan harga pembelian melalui model terbuka atau diumumkan ini setidaknya terbukti dari harga pasar pembelian gabah di sektor hulu.
Terbukti di Jateng dan Jatim sebagai provinsi pemasok terbesar nasional Bulog, harga pasar gabah di sektor hulu pekan ini sudah di atas HPP. Untuk GKP di level Rp 3.800 (harga HPP Bulog Rp 3.300), sedangkan untuk beras di level Rp 6.700-6.900 per kg (harga HPP Bulog Rp 6.600).
“Jadi, ketika Bulog mengumumkan HPP gabah Rp 3.300, pedagang langsung menaikkan harga pembeliannya menjadi Rp 3.400, kemudian harga pembelian ini direli sampai Rp 3.800. Selisihnya memang hanya Rp 100, sepertinya nilainya kecil.Tapi itu sudah berhasil memindahkan pangsa pasok (supply share) Bulog kepada pedagang. Belum lagi insentif pembelian dengan DP dan persyaratan kadar air yang ditiadakan oleh para pedagang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar