Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ telah menganugerahkan nikmat yang
sangat besar kepada umat Islam sebagaimana firman-Nya,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan agama kalian untuk
kalian, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Ku-ridhai
Islam sebagai agama kalian.” [Al-Mâ`idah: 3]
Dari kesempurnaan nikmat-Nya, Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ
tidaklah meridhai, kecuali agama Islam,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا
فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari (agama) selain agama Islam,
sekali-kali tidaklah (agama itu) akan diterima darinya, dan di akhirat dia
termasuk orang-orang yang rugi.” [Âli ‘Imrân: 85]
Oleh karena itu, kewajiban seorang muslim adalah menjaga
diri di atas nikmat Islam yang agung ini sebagaimana perintah-Nya,
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ
الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami menjadikan kamu berada di atas suatu
syariat dari urusan (agama itu) maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” [Al-Jâtsiyah:
18]
Demikian pula firman-Nya,
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ
إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ
وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ
“Maka berpegang-teguhlah kamu kepada agama yang telah
diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. Dan
sesungguhnya Al-Qur`an itu benar-benar merupakan suatu kemuliaan besar bagimu
dan bagi kaummu, serta kelak kamu akan dimintai pertanggungajawaban.” [Az-Zukhruf:
43-44]
Hendaknya seorang muslim senantiasa berbangga dengan
agamanya,
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ
Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin.” [Al-Munâfiqûn: 8]
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ juga berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ
الْعِزَّةُ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, bagi Allah-lah
kemuliaan itu semuanya.” [Fâthir: 10]
Seorang muslim tidak diperbolehkan memandang orang-orang
kafir dengan pandangan pengagungan dan pembesaran karena Allah ‘Azza Wa Jalla
telah menghinakan mereka dengan kekafiran,
وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ
“Dan barangsiapa yang Allah hinakan, tiada seorang pun
yang memuliakannya.” [Al-Hajj: 18]
Pun seorang muslim tidak diperkenankan untuk menatap
kehidupan orang-orang yang penuh dengan kemegahan dan perhiasan dunia dengan
tatapan kekaguman karena hal tersebut hanya kesenangan yang berakhir kepada
neraka,
قُلْ تَمَتَّعُوا فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى
النَّارِ
“Katakanlah, ‘Bersenang-senanglah kalian karena
sesungguhnya tempat kembali kalian ialah neraka.’.” [Ibrâhîm: 30]
Saudaraku seiman,
Pergantian tahun -sebagaimana halnya pergantian hari dan
bulan- adalah suatu hal yang bermakna bagi seorang muslim dan muslimah. Waktu
yang terus bergulir dan umur yang terus berkurang adalah renungan untuk
memperbaiki lembaran-lembaran yang telah berlalu dan untuk menata masa
mendatang. Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ berfirman,
يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ إِنَّ
فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
“Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat pelajaran besar bagi orang-orang yang mempunyai
penglihatan.” [An-Nûr: 44]
Untuk selalu meningkatkan perbaikan kepada-Nya.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ. الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi serta
silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau
dalam keadan berbaring serta memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata), ‘Wahai Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami terhadap siksa neraka.” [Âli
‘Imrân: 190-191]
Namun, perlu diingat bahwa memperingati akhir tahun atau
tahun baru tidaklah dikenal dalam Islam. Tidak dikenal pada tahun Hijriyah
mereka, apalagi pada tahun Masehi orang-orang kafir.
Banyaknya kemungkaran pada akhir tahun mengharuskan adanya
tulisan-tulisan seperti ini guna menasihati dan saling mengajak kepada jalan
yang lurus.
Saudaraku seiman,
Allah ‘Azza Wa Jalla melarang kita untuk menyerupai
orang-orang zhalim dari kalangan kuffar dan selainnya.
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ mengingatkan,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ
فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa
terhadap Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka
itulah orang-orang yang fasik.” [Al-Hasyr: 19]
Kecondongan kepada mereka adalah suatu hal yang sangat
berbahaya sebagaimana firman-Nya,
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا
فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang
zhalim yang mengakibatkan kalian disentuh oleh api neraka.” [Hûd: 113]
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, dia termasuk ke
dalam kaum tersebut.” [1]
Juga dari Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhû,
sesungguhnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا
بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ
لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى! قَالَ:
فَمَنْ.
“Sungguh kalian betul-betul akan mengikuti jalan-jalan
orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga,
andaikata mereka masuk ke lubang dhab[2], niscaya kalian akan mengikutinya,”
Kami berkata, “Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah orang-orang Yahudi dan
Nashara?” Beliau menjawab, “(Ya), siapa lagi (kalau bukan mereka)?” [3]
Larangan menyerupai orang-orang kafir adalah dalam segala
hal, baik dalam perkara zhahir maupun batin. Adanya keserupaan pada hal yang
zhahir menunjukkan kesamaan pada hal yang batin. Hal tersebut bukanlah sifat
seorang Mukmin. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, (tetapi) saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang
yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan
pertolongan yang datang dari-Nya. Dan (Allah) memasukkan mereka ke dalam surga
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalam (surge) itu.
Allah ridha kepada mereka dan mereka pun merasa puas akan (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
golongan Allah, merekalah golongan yang beruntung.” [Al-Mujâdilah: 22]
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ menegaskan pula,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpin (kalian);
yang sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di
antara kalian yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, sesungguhnya orang itu
termasuk ke dalam golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidaklah memberi petunjuk
kepada orang-orang zhalim.” [Al-Mâ`idah: 51]
Berikut beberapa kemungkaran yang perlu diingatkan.
Pertama, keharaman merayakan hari Natal dan Tahun Baru.
Umat Islam tidaklah mengenal hari raya, kecuali tiga hari:
Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Jum’at. Perayaan hari raya, selain tiga hari
raya ini, adalah bentuk penyerupaan terhadap kaum kuffar dan perkara baru dalam
agama. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا
فَهُوَ رَدٌّ.
”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak
memiliki tuntunan dari kami, amalan itu tertolak.” [4]
Tidak ada silang pendapat di kalangan ulama akan keharaman
hal di atas.
Kedua, penetapan kalender dengan perhitungan Masehi.
Bagi umat Islam, telah berjalan di tengah mereka penetapan
bulan berdasarkan ketetapan Islam. Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا
عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi,
di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus maka
janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu.” [At-Taubah:
36]
Penyebutan nama-nama bulan telah masyhur dalam berbagai
hadits Nabi. Demikian pula, umat Islam telah bersepakat bahwa penanggalan
mereka berdasarkan pada hijrah Nabi sehingga mereka hanya mengenal Kalender
Hijriyah.
Ketiga, berpartisipasi dalam hari raya mereka.
Imam Malik rahimahullâh berkata, “Hal yang kubenci (yaitu)
ikut bersama mereka pada perahu yang mereka tumpangi, dalam rangka hari raya
mereka, karena dikhawatirkan bila kemungkaran dan laknat terhadap mereka
turun.” [5]
Ibnul Hajj rahimahullâh berkata, “Seorang muslim tidak halal
menjual suatu apapun kepada orang Nashrani menyangkut keperluan hari raya
mereka. Tidak daging, tikar, tidak pula pakaian. Juga tidak menimpahkan suatu
apapun, walau hanya seekor kendaraan, karena hal tersebut tergolong membantu
mereka di atas kekafirannya. Para penguasa memiliki kewajiban untuk melarang
kaum muslimin dari hal tersebut.” [6]
Keempat, memberi hadiah atau ucapan selamat.
Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata, “Adapun memberi ucapan
selamat kepada simbol-simbol khusus kekafiran, (hal tersebut ) adalah haram
menurut kesepakatan (ulama) ….” [7]
Bahkan Abu Hafs Al-Hanafy rahimahullâh berlebihan dengan
berkata, “Barangsiapa yang memberi hadiah telur kepada seorang musyrik untuk
mengagungkan hari (raya mereka), sungguh dia telah kafir kepada Allah Ta’âlâ.”
[8]
Kelima, berpakaian dengan pakaian mereka.
Telah sah dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam akan
celaan terhadap memakai pakaian orang-orang kafir. Juga terhadap para
perempuan, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى
“Dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah dahulu.” [Al-Ahzâb: 33]
Keenam, menerima hadiah dari perayaan mereka.
Syaikh Ibnu Bâz rahimahullâh dan Al-Lajnah Ad-Dâ`imah
memfatwakan,
“Seorang muslim tidak boleh memakan (makanan) apapun yang
dibuat oleh orang-orang Yahudi, Nashrani, atau musyrikin berupa makanan-makanan
hari raya mereka. Seorang muslim juga tidak boleh menerima hadiah hari raya
mereka karena (penerimaan) tersebut merupakan bentuk memuliakan mereka,
tolong-menolong bersama mereka dalam menampakkan simbol-simbol mereka, dan
melariskan bid’ah-bid’ah mereka, serta berserikat bersama mereka pada hari-hari
raya mereka, yang terkadang hal tersebut menyeret (seorang muslim) untuk
menjadikan hari-hari raya mereka sebagai hari raya kita atau, paling tidak, terjadi
pertukaran undangan untuk mengambil makanan atau hadiah pada hari raya kita dan
hari raya mereka. Hal ini merupakan bentuk-bentuk fitnah dan perbuatan bid’ah
dalam agama.
Telah sah dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda, “Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami hal
yang bukan dari agama, hal tersebut tertolak.”
Juga tidak diperbolehkan untuk memberi hadiah kepada mereka
perihal hari raya mereka.” [9]
Ketujuh, ikut andil dalam kemaksiatan dan kemungkaran.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيْهِمْ
بِالْمَعَاصِيْ ثُمَّ يَقْدِرُوْنَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا ثُمَّ لاَ يُغَيِّرُوا
إِلاَّ يُوْشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ.
“Tidaklah suatu kaum, yang diperbuat
kemaksiatan-kemaksiatan di antara mereka, kemudian mereka sanggup mengubah hal
itu, lantas mereka tidak mengubah hal tersebut, kecuali dikhawatirkan bahwa
Allah akan menimpakan siksaan terhadap mereka semua secara umum.” [10]
Hendaknya setiap hamba bertakwa kepada Allah Subhânahû Wa
Ta’âlâ serta menjaga diri dan keluarganya terhadap segala hal yang mendatangkan
kemurkaan Allah ‘Azza Wa Jalla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian
dan keluarga kalian terhadap api neraka.” [At-Tahrîm: 6]
Wallahu A’lam.
Catatan kaki:
[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Abu Dawud,
dan selainnya dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhû. Dishahihkan oleh
Al-Albany dalam Irwâ`ul Ghalîl no. 1269.
[2] Dhabb adalah hewan yang mirip biawak, tetapi bukan
biawak seperti sangkaan sebagian orang..
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim.
[4] Diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ.
[5] Sebagaimana dalam Al-Luma’ Fi Al-Hawâdits wa Al-Bida’
1/294 Karya At-Turkumâny melalui perantara makalah Nahyu Ahlil Islâm ‘An
Tahni`ah Ahlil Kuffâr bi A’yâdihim.
[6] Sebagaimana dalam Fatawa Ibnu Hajar Al-Haitamy
(Al-Fatâwâ Al-Fiqhiyah Al-Kubrâ) 4/329.
[7] Ahkâm Ahl Ad-Dzimmah 1/441.
[8] Fathul Bâry 3/263 cet. Dâr Thaibah
[9] Fatâwâ Al-Lajnah 22/399.
[10] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzy, Ibnu
Majah dan selainnya dari Abu Bakr radhiyallâhu ‘anhû. Dishahihkan oleh Albany
dalam Ash-Shahih no. 1574, 3353.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar