Minggu, 02 Desember 2012

TIGA SKENARIO LEMBAGA PANGAN

Komisi IV DPR telah mendorong pemerintah untuk menyiapkan skenario pembentukan lembaga pangan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, ada tiga skenario yang mesti dikocok dan dipilih oleh pemerintah.
"Saat ini ada 3 lembaga pangan yakni Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang diketuai Presiden, Badan Ketahanan Pangan (BKP) di bawah Kementerian Pertanian dan Perum Bulog. Yang pasti, ketiganya akan dilebur menjadi lembaga pangan yang terintegrasi. Nantinya lembaga pangan tersebut harus berada di bawah langsung dan bertanggung jawab kepada presiden," katanya saat menghadiri pertemuan rutin tahunan Forum Wartawan Bulog (Forwabul) di Bogor, Sabtu (1/12/2012) hingga Minggu (2/12/2012).
Skenario pertama meleburkan DKP, BKP dan Bulog menjadi satu lembaga pangan setingkat kementerian. Lembaga pangan tersebut nantinya menjadi regulator (pengambil kebijakan) sedangkan sebagai operator (pelaksana kebijakan) pemerintah bisa menunjuk ke Bulog. "Untuk nama lembaga, kami mempersilahkan pemerintah memberikan. Apakah badan kemandirian pangan, atau badan kedaulatan pangan," katanya.
Skenario Kedua, lanjutnya, pemerintah bisa membentuk holding pangan yang mana posisi Bulog tetap seperti saat ini yakni sebagai penyedia, pendistribusi, pergudangan dan stabilisator pangan. Sementara itu, lanjutnya posisi BKP ditingkatkan menjadi badan atau lembaga yang mengurusi bidang pangan dan bertangung jawab langsung kepada presiden sedangkan DKP dibubarkan.
Skenario ketiga, Herman mengusulkan, pemerintah membubarkan DKP dan BKP, sementara posisi Bulog dinaikkan pangkatnya setingkat kementerian yang bertangung jawab langsung ke presiden. Lembaga pangan tersebut, katanya saat nantinya fokus menangangi lima komoditi yakni beras, jagung, kedelai, gula dan daging.
"Kami memberikan waktu kepada pemerintah untuk berpikir secara mendalam agar lembaga tersebut bisa terwujud dengan baik. Karena itu waktu yang diberikan tiga tahun untuk membentuk lembaga pangan. Kami juga mempertimbangkan situasi politik tahun 2014," katanya.
Tidak dapat diintervensi
Politisi dari Partai Demokrat itu mengatakan, dengan posisi lembaga pangan yang berada langsung di bawah presiden, lembaga tersebut tidak dapat diintervensi instansi lainnya seperti Menko Perekonomian.Karena itu, harus ada lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, dan bertugas melaksanakan tugas pemerintah bidang pangan. "Bulog tidak akan mampu menangani hal tersebut jika hanya sebatas Perum," katanya.
Untuk itu, Komisi IV memberikan mandat penuh kepada pemerintah, terutama Presiden membentuk lembaga pangan tersebut. Namun Herman menegaskan, lembaga tersebut sifatnya struktural, bukan fungsional, sebab jika fungsional, maka lembaga itu tidak bertanggung jawab ke presiden, tapi ke kementerian yang membawahi lembaga itu.
"Kami inginkan badan struktural yang melaporkan langsung ke presiden. Jadi presiden tidak kami berikan 'cek kosong', tapi sudah diberikan pilihan," katanya.
Potensi anggaran untuk berjalannya lembaga tersebut, memang cukup besar. Misalnya, jika pemerintah mengambil pilihan peleburan BKP sebagai regulator dan Bulog sebagai operator, maka potensi anggarannya cukup besar.
BKP setiap tahun mendapat anggaran sebanyak Rp650 miliar, sedangkan Bulog memiliki omset sebesar Rp 24 triliun"Jadi dari sisi anggaran tidak akan sulit. Sudah ada energi untuk bekerja," tegasnya.
Perkuat Posisi Bulog
Sementara itu, Staf Ahli Dewan Pengawas Bulog, Edi Santosa mengatakan, jika pemerintah menjadikan Bulog sebagai lembaga stabilisator, maka pemerintah harus memperkuat posisi kelembagaan Bulog.
Caranya, menurut dia, pemerintah harus menempatkan Bulog sebagai operator pemerintah yang lebih dinamis dan memperkuat dukungan regulasi untuk penguatan peran dan fungsi Bulog. "Bulog juga harus mendapat dukungan anggaran yang memadai," katanya.
Pengurus DPP Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Suryo Bawono mengatakan, bagi petani yang terpenting bukan pada nama lembaga, tapi hak lembaga pangan tersebut. Lembaga tersebut, menurut dia, harus bisa menentukan kebijakan dan melaksanakan kebijakan sendiri, terutama dalam menangani lima produk pangan.
Dikatakan oleh Suryo, kalau kebijakan masih ada di tempat lain, maka lembaga tersebut tidak mempunyai kewenangan apa-apa. Jadi, lembaga otoritas pangan tersebut harus bisa menentukan otoritas, bukan sekadar menghimbau atau rekomendasi. "Justru lembaga baru untuk menyederhanakan prosedur. Jadi saya setuju ada lembaga pangan yang bertugas sebagai regulator dan operator," katq Suryo.

Sumber : www.gatra.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar