Komisi IV DPR telah mendorong pemerintah untuk menyiapkan skenario
pembentukan lembaga pangan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR,
Herman Khaeron, ada tiga skenario yang mesti dikocok dan dipilih oleh
pemerintah.
"Saat ini ada 3 lembaga pangan yakni Dewan Ketahanan Pangan (DKP)
yang diketuai Presiden, Badan Ketahanan Pangan (BKP) di bawah
Kementerian Pertanian dan Perum Bulog. Yang pasti, ketiganya akan
dilebur menjadi lembaga pangan yang terintegrasi. Nantinya lembaga
pangan tersebut harus berada di bawah langsung dan bertanggung jawab
kepada presiden," katanya saat menghadiri pertemuan rutin tahunan Forum
Wartawan Bulog (Forwabul) di Bogor, Sabtu (1/12/2012) hingga Minggu
(2/12/2012).
Skenario pertama meleburkan DKP, BKP dan Bulog menjadi satu lembaga
pangan setingkat kementerian. Lembaga pangan tersebut nantinya menjadi
regulator (pengambil kebijakan) sedangkan sebagai operator (pelaksana
kebijakan) pemerintah bisa menunjuk ke Bulog. "Untuk nama lembaga, kami
mempersilahkan pemerintah memberikan. Apakah badan kemandirian pangan,
atau badan kedaulatan pangan," katanya.
Skenario Kedua, lanjutnya, pemerintah bisa membentuk holding pangan
yang mana posisi Bulog tetap seperti saat ini yakni sebagai penyedia,
pendistribusi, pergudangan dan stabilisator pangan. Sementara itu,
lanjutnya posisi BKP ditingkatkan menjadi badan atau lembaga yang
mengurusi bidang pangan dan bertangung jawab langsung kepada presiden
sedangkan DKP dibubarkan.
Skenario ketiga, Herman mengusulkan, pemerintah membubarkan DKP dan
BKP, sementara posisi Bulog dinaikkan pangkatnya setingkat kementerian
yang bertangung jawab langsung ke presiden. Lembaga pangan tersebut,
katanya saat nantinya fokus menangangi lima komoditi yakni beras,
jagung, kedelai, gula dan daging.
"Kami memberikan waktu kepada pemerintah untuk berpikir secara
mendalam agar lembaga tersebut bisa terwujud dengan baik. Karena itu
waktu yang diberikan tiga tahun untuk membentuk lembaga pangan. Kami
juga mempertimbangkan situasi politik tahun 2014," katanya.
Tidak dapat diintervensi
Politisi dari Partai Demokrat itu mengatakan, dengan posisi lembaga
pangan yang berada langsung di bawah presiden, lembaga tersebut tidak
dapat diintervensi instansi lainnya seperti Menko Perekonomian.Karena
itu, harus ada lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, dan bertugas
melaksanakan tugas pemerintah bidang pangan. "Bulog tidak akan mampu
menangani hal tersebut jika hanya sebatas Perum," katanya.
Untuk itu, Komisi IV memberikan mandat penuh kepada pemerintah,
terutama Presiden membentuk lembaga pangan tersebut. Namun Herman
menegaskan, lembaga tersebut sifatnya struktural, bukan fungsional,
sebab jika fungsional, maka lembaga itu tidak bertanggung jawab ke
presiden, tapi ke kementerian yang membawahi lembaga itu.
"Kami inginkan badan struktural yang melaporkan langsung ke presiden.
Jadi presiden tidak kami berikan 'cek kosong', tapi sudah diberikan
pilihan," katanya.
Potensi anggaran untuk berjalannya lembaga tersebut, memang cukup
besar. Misalnya, jika pemerintah mengambil pilihan peleburan BKP sebagai
regulator dan Bulog sebagai operator, maka potensi anggarannya cukup
besar.
BKP setiap tahun mendapat anggaran sebanyak Rp650 miliar, sedangkan
Bulog memiliki omset sebesar Rp 24 triliun"Jadi dari sisi anggaran tidak
akan sulit. Sudah ada energi untuk bekerja," tegasnya.
Perkuat Posisi Bulog
Sementara itu, Staf Ahli Dewan Pengawas Bulog, Edi Santosa
mengatakan, jika pemerintah menjadikan Bulog sebagai lembaga
stabilisator, maka pemerintah harus memperkuat posisi kelembagaan Bulog.
Caranya, menurut dia, pemerintah harus menempatkan Bulog sebagai
operator pemerintah yang lebih dinamis dan memperkuat dukungan regulasi
untuk penguatan peran dan fungsi Bulog. "Bulog juga harus mendapat
dukungan anggaran yang memadai," katanya.
Pengurus DPP Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Suryo Bawono
mengatakan, bagi petani yang terpenting bukan pada nama lembaga, tapi
hak lembaga pangan tersebut. Lembaga tersebut, menurut dia, harus bisa
menentukan kebijakan dan melaksanakan kebijakan sendiri, terutama dalam
menangani lima produk pangan.
Dikatakan oleh Suryo, kalau kebijakan masih ada di tempat lain, maka
lembaga tersebut tidak mempunyai kewenangan apa-apa. Jadi, lembaga
otoritas pangan tersebut harus bisa menentukan otoritas, bukan sekadar
menghimbau atau rekomendasi. "Justru lembaga baru untuk menyederhanakan
prosedur. Jadi saya setuju ada lembaga pangan yang bertugas sebagai
regulator dan operator," katq Suryo.
Sumber : www.gatra.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar