Kehadiran
lembaga pangan telah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan.
Pada saat
zaman Belanda, berdiri Voeding Middelen Fonds yang bertugas membeli,
menjual, dan
menyediakan bahan makanan. Dalam masa Jepang VMF dibekukan dan
muncul Nanyo
Kohatsu Kaisa. Pada masa peralihan sesudah kemerdekaan RI, di
bawah
Kementrian Perekonomian diubah menjadi Yayasan Urusan Bahan Makanan
(YUBM),
sedangkan pelaksanaan pembelian padi dilakukan oleh Yayasan Badan
Pembelian
Padi (YBPP).
Berdasarkan
Peraturan Presiden No.3 Th 1964 dibentuk Dewan Bahan
Makanan
(DBM), sejalan dengan itu, dibentuklah Badan Pelaksanaan Urusan Pangan
(BPUP) yang
bertujuan mengurus bahan pangan, pengangkutan, dan pengolahannya,
menyimpan
dan menyalurkannya menurut ketentuan dari Dewan Bahan Makanan.
Memasuki
operasional bahan pokok kebutuhan hidup dilaksanakan oleh Komando
Logistik
Nasional (kolognas), namun peranannya tidak era orde baru, penanganan
pengendalian
Campur tangan pemerintah dalam komoditas beras diawali sejak Maret
1933 yaitu
di zaman pemerintahan Belanda. Saat itu, untuk pertama kalinya
pemerintah
Belanda mengatur kebijakan perberasan, yaitu dengan menghapus impor
beras secara
bebas dan membatasi impor melalui sistem lisensi. Latar belakang ikut
campurnya
pemerintah Belanda dalam perberasan waktu itu adalah karena terjadinya
fluktuasi
harga beras yang cukup tajam (tahun 1919/1920) dan sempat merosot tajam
pada tahun
1930, sehingga petani mengalami kesulitan untuk membayar pajak.
Menjelang
pecahnya Perang Dunia II, pemerintah Belanda memandang perlu untuk
secara resmi
dan permanen mendirikan suatu lembaga pangan.
Pembentukan
suatu Badan yang menangani bahan pangan pokok pada zaman
pemerintahan
kolonial Belanda dengan dibentuknya Yayasan Bahan Pangan atau
Voeding
Middelen Fonds (VMF) pada tanggal 25 April 1939, di bawah pembinaan
Departemen
Ekonomi. Yayasan ini diberi tugas mengadakan pengadaan, penjualan
dan
penyediaan bahan pangan. Selama masa pendudukan Jepang VMF dibubarkan
dan diganti
Badan baru bernama Sangyobu-Nanyo Kohatsu Kaisa yang bertugas
melakukan
pembelian padi dari petani dengan harga yang sangat rendah.
Pada awal
kemerdekaan (1945 s/d 1950) didirikanlah dua organisasi untuk
menangani
penyediaan dan distribusi pangan yaitu dalam wilayah Republik Indonesia
terdapat
Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) yang kemudian menjadi
Kementerian
Penyediaan Makanan Rakyat. Sedang dalam wilayah pendudukan
Belanda
dihidupkan kembali Voeding Middelen Fonds (VMF).
Lembaga
pangan ini banyak mengalami perubahan nama maupun fungsi.
Secara
ringkas, perkembangannya sebagai berikut:
a.
Tahun 1939 didirikan VMF yang tugasnya membeli,
menjual dan mengadakan persediaan bahan
makanan.
b.
Tahun 1942-1945 (zaman pendudukan Jepang) VMF
dibekukan dan diganti dengan "Sangyobu Nanyo Kohatsu Kaisha".
c.
Tahun 1945-1950, terdapat 2 organisasi, yaitu:
Di Daerah RI: Didirikan Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) dan pada Tahun
1947/48 dibentuk Kementrian Persediaan Makanan Rakyat sedang di daerah yang
diduduki Belanda: VMF dihidupkan kembali dengan tugas seperti yang telah
dijalankan di tahun 1939.
d.
Tahun 1950 dibentuk Yayasan Bahan Makanan (BAMA)
(1950-1952) yang tugasnya yaitu membeli, menjual dan mengadakan persediaan
pangan.
e.
Tahun 1952 fungsi dari Yayasan Urusan Bahan
Makanan (YUBM) (19521958) ini lebih banyak berhubungan dengan masalah
distribusi/pemerataan pangan. Dalam periode ini mulailah dilaksanakan
kebijaksanaan dan usaha stabilisasi harga beras melalui injeksi di pasaran.
f.
Tahun 1958 selain YUBM yang ditugaskan untuk
impor didirikan pula YBPP (Yayasan Badan Pembelian Padi) (1958-1964) yang
dibentuk didaerah-daerah dan bertugas untuk membeli padi. Dengan meningkatnya
harga beras dan terjadinya tekanan-tekanan dari golongan penerima pendapatan
tetap, maka pemerintah pada periode ini meninggalkan prinsip stabilisasi
melalui mekanisme pasar dan beroientasi pada distribusi fisik.
g.
Tahun 1964 Yayasan Urusan Bahan Makanan dilebur
menjadi BPUP (Badan Pelaksana Urusan Pangan) (1964-1966). Tugas badan ini
mengurus persediaan bahan pangan di seluruh Indonesia.
h.
Tahun 1966 BPUP dilebur menjadi Kolognas
(Komando Logistik Nasional) (1966-1967). Tugas Kolognas adalah mengendalikan
operasional bahan-bahan pokok kebutuhan hidup. Kebijaksanaan dan tindakan yang
diambil untuk menanggulangi kekurangan stok waktu itu adalah mencari beras luar
negeri.
i.
Tahun 1967 KOLOGNAS dibubarkan, diganti dengan
BULOG (Badan Urusan Logistik) (1967-1969) yang dibentuk dengan Keputusan
Presiden No. 114/KEP, 1967. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 272/1967,
BULOG dinyatakan sebagai "Single Purchasing Agency" dan Bank
Indonesia ditunjuk sebagai Single Financing Agency (Inpres No. 1/1968).
j.
Pada tanggal 22 Januari 1969 (Reorganisasi
BULOG) berdasarkan Keputusan Presiden No.11/1969, struktur organisasi BULOG
diubah. Tugas BULOG yaitu membantu Pemerintah untuk menstabilkan harga pangan
khususnya 9 bahan pokok. Tahun 1969 mulailah dibangun beberapa konsep dasar
kebijaksanaan pangan yang erat kaitannya dengan pola pembangunan ekonomi
nasional antara lain : konsep floor dan ceiling price, konsep bufferstock, dan
sistem serta tatacara pengadaan, pengangkutan, penyimpanan dan penyaluran. Dalam rangka melaksanakan tugas dan
fungsinya, status hukum BULOG adalah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) berdasarkan Keppres RI No. 39 tahun 1978, dengan tugas membantu
persediaan dalam rangka menjaga kestabilan harga bagi kepentingan petani maupun
konsumen sesuai kebijaksanaan umum Pemerintah.
Penyempurnaan
organisasi terus dilakukan. Melalui Keppres RI No. 50/1995 BULOG ditugaskan
mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu,
kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya. Namun, seiring dengan perkembangan
ekonomi global, tugas pokok BULOG dipersempit melalui Keppres No. 45 / 1997
tanggal 1 Nopember 1997 yaitu hanya mengendalikan harga dan mengelola
persediaan beras dan gula. Selang beberapa bulan, sesuai LOI tanggal 15 Januari
1998, BULOG hanya memonopoli beras saja. Liberalisasi beras mulai dilaksanakan
sesuai Keppres RI no. 19/1998 tanggal 21 Januari 1998 dan tugas pokok BULOG
hanya mengelola beras saja.
Tugas pokok
BULOG diperbaharui kembali melalui Keppres no. 29/2000 tanggal 26 Pebruari 2000
yaitu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang manajemen
logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi, pengendalian harga beras
dan usaha jasa logistik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tugas tersebut tidak berjalan lama karena mulai 23 Nopember 2000 keluar Keppres
No. 166/2000 dimana tugas pokoknya melaksanakan tugas pemerintah bidang
manajemen logistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Keppres No. 103/2001
tanggal 13 September 2001 mengatur kembali tugas dan fungsi BULOG. Tugasnya
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dengan kedudukan sebagai Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Isyarat
tentang perlunya perubahan bermula dari kesepakatan dengan IMF, saran dari
hasil audit konsultan BULOG, pembebasan perdagangan beras internasional serta
penghapusan kredit KLBI untuk BULOG. Area perubahan tersebut mencakup bidang
operasional, pembiayaan, administrasi dan manajemen.
Dalam
perjalanannya, BULOG mengalami berbagai proses transformasi, semisal kelembagaan, dengan pembatasan
kewenangan berkaitan dengan kegiatan operasional dan pengelolaan komoditi
(hanya beras). Transformasi BULOG paling signifikan adalah akibat dari tekanan
World Bank pada era liberalisasi, yang berakibat tereduksinya peran BULOG
secara signifikan dalam menunjang keberhasilan subsistem distribusi pangan.
BULOG mempunyai
beban untuk menjalankan fungsi komersial, ditengah fungsi sosial menjaga
stabilisasi harga pangan. 32 Perubahan ekonomi global yang mengarah pada
liberalisasi pasar, yang mengharuskan penghapusan non-tariff barrier seperti
monopoli menjadi tariff barrier serta pembukaan pasar dalam negeri. Dalam LOI yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan
IMF pada tahun 1998, secara khusus ditekankan perlunya perubahan status hukum
BULOG agar menjadi lembaga akuntabel. Perubahan ekonomi global yang mengarah
pada liberalisasi pasar
mengakibatkan
perlunya perubahan status hukum BULOG agar menjadi lembaga
yang lebih
efisien, transparan dan akuntabel.
Perubahan
Pemerintah Indonesia melalui Pemilu 1999 dan tuntutan masyarakat akan
reformasi, mengharuskan BULOG sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab
di bidang ketahanan pangan nasional melakukan perubahan paradigma dan
menempatkan diri pada suatu tatanan yang tepat.
Terwujudnya
alam demokrasi yang legaliter, penegakan supremasi hukum, transparansi, bebas
Korupsi Kolusi dan Nepotisme dan pemerintahan yang profesional dan bersih
(professional and clean government), merupakan perubahan yang diharapkan dapat
membawa kepada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Manajemen
logistik Pangan yang awalnya merupakan pendekatan militer, berangsur-angsur
berubah menjadi logistik pangan yang mempertimbangkan efisiensi dan biaya.
Mula-mula sebagai lembaga logistik Lembaga Pemerintah Non Departemen yang rancu
sehingga bentuk lembaga perlu dikoreksi. Kerancuan itu meliputi BULOG sebagai
Lembaga Pemerintah Non Departemen tidak seharusnya mendapat fasilitas kredit
bank (KLBI), dan berbeda dalam pertanggungjawaban keuangan, serta struktur
organisasi. Sampai 1995, pegawai BULOG diperlakukan sebagai pegawai swasta,
karena tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Biaya Negara. Pada 1993, waktu
Kepala BULOG dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan, tanggung jawab BULOG
diperluas yaitu sebagai koordinator pembangunan pangan dan peningkatan mutu
gizi. Sejak krisis moneter 1997, peran dan tugas BULOG berubah secara drastis,
seiring dengan komitmen Pemerintah dengan IMF yang tertuang dalam berbagai LOI.
Di era reformasi yang dimulai sejak 1998, terjadi begitu banyak perubahan
lingkungan strategis baik yang datangnya dari dalam negeri, maupun dari luar
negeri serta tuntutan publik sehingga mendorong BULOG harus berubah secara
menyeluruh.
Secara umum
alasan perubahan dari sisi internal adalah :
a.
Perubahan kebijakan pangan pemerintah dan
pemangkasan tugas dan fungsi BULOG sehingga hanya diperbolehkan menangani
komoditas beras, penghapusan monopoli impor seperti yang tertuang dalam
beberapa Keppres dan Surat Keputusan Mentri perindustrian dan perdagangan sejak
tahun 1998. Keputusan Presiden Republik Indonesia terakhir tentang BULOG, yakni
Keppres RI No. 103 tahun 2001 menegaskan
bahwa BULOG harus beralih status menjadi Badan Usaha Milik Negara
selambat-lambatnya Mei 2003.
b.
Berlakunya beberapa Undang-Undang baru,
khususnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli, dan
UU No. 22 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah yang membatasi kewenangan
Pemerintah Pusat dan dihapusnya instansi vertikal.
c.
Masyarakat luas menghendaki agar BULOG terbebas
dari unsur-unsur yang bertentangan dengan tuntutan reformasi, bebas dari
Korupsi Kolusi dan Nepotisme dan bebas dari pengaruh partai politik tertentu,
sehingga BULOG mampu menjadi lembaga yang efisien, efektif, transparan dan
mampu melayani kepentingan publik secara memuaskan.
Visi dan Misi Perum Bulog
1) Visi
Perum Bulog
“Menjadi lembaga pangan yang handal untuk
memantapkan ketahanan pangan”
Artinya
dengan visi tersebut Perum Bulog harus memiliki keunggulan daya saing,
baik dari
segi kualitas komoditas, kualitas pelayanan, tingkat efisiensi maupun
efektivitas
yang tinggi bila dibandingkan dengan institusi lainnya.
2) Misi
Perum Bulog
a.
Menyelenggarakan tugas pelayanan publik untuk
menunjang keberhasilan pelaksanaan kebijakan pangan nasional.
b.
Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di bidang
pangan secara erkelanjutan yang memberikan manfaat kepada perekonomian
nasional.
c.
Menyelenggarakan kegiatan ekonomi dibidang
pangan dan usaha lain secara berkelanjutan dan bermanfaat kepada stakeholders.
d.
Menjalankan usaha dalam bidang produksi,
pemasaran dan jasa dibidang komoditi pangan guna mendukung program pengembangan
hasil pertanian khususnya pangan dan bidang lainnya efisiensi dan kemampuan
menghasilkan laba.
Di awal
berdirinya pada 10 Mei 1967, lembaga tersebut sebagai penyedia dan
pendistribusi
pangan bagi rakyat. Dengan kewenangan lebih luas plus stabilisasi
harga,
menetapkan pemasok, dan menjaga ketahanan pangan, BULOG akhirnya
menjadi
mesin uang. Posisinya sebagai lembaga yang langsung di bawah presiden
menjadikan
BULOG bisa menikmati dana nonbujeter di luar anggaran pendapatan
dan belanja
negara (APBN). Itu yang menyebabkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
atau Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sulit menjamah BULOG. Wakil Presiden
(Wapres) M.
Jusuf Kalla yang pernah menjabat kepala BULOG selama enam bulan
sebelum dipecat
Presiden Abdurrahman Wahid menyebut jabatan kepala (direktur
utama) BULOG
sebagai hot seat alias kursi panas.
Adanya
keinginan luas yang menghendaki agar BULOG terbebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) dan pengaruh dari partai politik tertentu, sehingga BULOG mampu
menjadi lembaga yang efisien, efektif, transparan dan mampu melayani
kepentingan publik secara memuaskan. Lembaga Pemerintah Non Departemen dalam
Pemerintahan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dalam Keputusan
Presiden ini disebut Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah lembaga
pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu
dari Presiden. Lembaga Pemerintah Non Departemen berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga Pemerintah Non Departemen mempunyai
tugas melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BULOG saat
LPND merupakan sebuah lembaga yang diciptakan khusus, baik dari bentuk usaha,
jenis usaha dan pelaporan keuangannya.
Kedudukannya
adalah sebagai sebuah lembaga pemerintah strategis yang sifatnya “otonom” dan
berada di luar pengawasan departemen. Secara administratif BULOG berada di
bawah koordinasi Sekretariat Negara sejak tahun 1973, tetapi dalam prakteknya,
KaBULOG bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Hak istimewa BULOG ini mengakibatkannya
mempunyai suatu kewenangan khusus sehingga
tidak tersentuh oleh peraturan pemerintah, dan terus terjadi hingga keluarnya
Keppres No.103/2001. Jadi, BULOG menikmati masa istimewanya selama 28 tahun. Pada dasarnya, posisi istimewa BULOG
disebabkan oleh tugas dan fungsinya yang penting, yakni menguasai hajat hidup
rakyat banyak.
Pembentukan
suatu STE oleh suatu negara, baik dalam bentuk State-owned
Enterprise
(Badan Usaha Milik Negara) , perusahaan swasta atau dalam bentuk
lainnya
dilakukan melalui pemberian hak istimewa oleh Pemerintah untuk orang atau
badan hukum
tertentu .
Sejak
tanggal 6 Desember 1993 Pemerintah melalui Perwakilan Tetap Republik
Indonesia di
Jenewa telah melakukan notifikasi BULOG sehingga BULOG memperoleh status
sebagai sole importer atau sole exporter yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
melaksanakan monopoli impor/ekspor terhadap komoditaskomoditas pertanian
tertentusesuai dengan penggarisan kebijakan pangan oleh Pemerintah.
Segala
persyaratan Pasal II ayat (4) jo. Pasal XVII telah dipenuhi oleh BULOG. Dengan
demikian, BULOG memperoleh pengakuan dunia internasional untuk dapat tetap
melaksanakan kegiatannya dalam rangka melaksanakan kegiatannya dalam rangka
melaksanakan tugas pokok Pemerintah dalam bidang pangan. Dengan notifikasi
status BULOG, maka hanya BULOG lah yang boleh melaksanakan impor atau ekspor
yang menyangkut komoditas beras, tepung terigu, gandum, kedele, gula pasir dan
karung goni tanpa harus terikat secara mutlak dengan ketentuan tarifikasi.
Meskipun
memegang monopoli impor/ekspor untuk komoditas tertentu, kegiatan operasional
BULOG harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu:
i.
harus memberi perlakuan yang sama terhadap
seluruh mitra dagang (non diskriminasi)
ii.
kegiatan impor/ekspor harus dilaksanakan sesuai
dengan pertimbangan komersial yang meliputi harga, kualitas, ketersediaan,
biaya transpor, dan lain-lain (commercial considerations)
iii.
efek monopoli terhadap harga domestik tidak
boleh melebihi schedules of commitmens
iv.
kegiatannya harus transparan sehingga senantiasa
dapat diikuti dan dievaluasi oleh Komite Kerja dan mitra dagang lainnya.
Kegiatan BULOG harus memenuhi keempat syarat tarsebut diatas.
Munculnya
pemikiran untuk memisahkan Bulog sebagai badan yang berstatus Lembaga
Pemerintah Non Departemen menjadi badan yang berorientasi bisnis terus mendapat
respond dan pengkajian yang mendalam. Sebagai lembaga pangan yang berstatus
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Bulog memang memiliki kekhususan antara lain
sumber pendanaannya berasal dari Kredit Lembaga Bank Indonesia bukan dari anggaran pembangunan. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen,
status kepegawaian karyawannya pun harus disesuaikan dengan peraturan Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Oleh karena itu berbagai alasan yang melatarbelakangi
mengapa Bulog harus berbentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen, mengapa
pegawai Bulog harus Pegawai Negeri Sipil dan mengapa pembiayaan Bulog patut
dicermati dengan seksama.
Bulog
didirikan sejak awal sebagai lembaga Pemerintah yang bertanggung jawab dalam stabilisasi harga bahan pangan
pokok melalui penguasaan stok pangan nasional. Pendirian Bulog terkait dengan
sejarah lembaga pangan sebelumnya, dari Kementrian Bahan Makanan, Yayasan
Urusan Bahan Makanan sampai dengan Komando Logistik Nasional. Kehadiran lembaga
pangan yang berkedudukan sebagai lembaga Pemerintah non-departemen diperlukan
karena kegiatan Bulog memerlukan koordinasi dengan instanti Pemerintah lainnya.
Oleh karena itu kedudukan sebagai lembaga Pemerintah yang sejajar dengan
instansi Pemerintah lainnya diperlukan. Di samping itu di masa lalu bentuk
khusus ini dipilih karena memiliki fleksibilitas dalam pengambilan keputusan,
mengingat tugas stabilisasi harga harus cepat dan dapat segera melaporkan hasil
operasinya kepada pimpinan nasional.
Bulog
melakukan usaha sesuai tugasnya sebagai lembaga yang menjamin stabilisasi haga
sehingga perlu melakukan pembelian dan penyaluran ke pasar serta kegiatan pendukung
lainnya. Dengan demikian operasi Bulog tidak dapat disamakan dengan Badan Usaha
Milik Negara karena sebenarnya tugas utamanya adalah tugas administrasi
Pemerintah dan administrasi pembangunan di bidang stabilisasi harga pangan.
Pelaksanaan kegiatan Bulog tidak selalu berwujud operasi langsung, tetapi juga
sering dalam bentuk koordinasi yang bertujuan menjamin kelancaran arus
penyediaan barang yang dapat memelihara kestabilan harga. Di masa-masa
mendatang dengan semakin baiknya mekanisme pasar, maka tugas Bulog untuk
menjalankan aministrasi pemerintahan dan hal yang mengalami hambatan.
Ditinjau
dari segi pembiayaan sebenarnya sistem kredit yang sekarang ini diberlakukan
karena ketika Bulog lahir keuangan negara belum belum mampu mendukung tuntutan
operasi lembaga itu. Di masa lalu lembaga lembaga pangan juga dibiayai melalui
mekanisme anggaran Pemerintah. Sistem pembiayaan melalui kredit yang diberlakukan
kepada Bulog dengan jaminan pemerintah pada dasarnya merupakan model baru
pembiayaan lembaga pangan yang akhirnya diakui sebagai model lembaga pangan
yang efisien (pengakuan tersebut antara lain oleh sejumlah ahli organisasi
pangan internasional. Bulog harus beroperasi di negara kepulauan yang sangat
luas dimana mekanisme pasar belum mampu menjamin penyediaan pangan secara
merata dan dalam pelaksanaan kegiatannya Bulog tidak semata-mata menekankan
pada usaha niaga. Dalam keadaan semacam itu bentuk Badan Usaha Milik Negara
bagi Bulog yang penilaiannya didasarkan pada RLS (rentabilitas, likuiditas dan
solvabilitas) semata dapat menghambat pencapaian misinya. Apalagi bila
dikaitkan dengan tugas pengamanan menghadapi bencana alam dan penyediaan pangan
di daerah terpencil seperti perbatasan timur Irian jaya dan lain-lain.
Bentuk BUMN
untuk Bulog yang organisasinya sudah sangat besar yang mungkin lebih besar dari
seluruh BUMN perdagangan akan membuat Bulog kurang efektif dalam melaksanakan
tugas mengamankan stabilisasi harga, terutama di daerah perdesaan yang
didalamnya terlibat jutaan petani. Dengan hadirnya lembaga Menteri Negara urusan Pangan yang memerlkan aparat
sampai ke daerah justru menempatkan Bulog pada posisi yang sangat penting.
Status Bulog sebagai BUMN akan menyulitkan dalam pembinaan ketahanan pangan
masyarakat yang menjadi salah satu tugas Menteri Pangan. Dengan berbagai
pertimbangan tersebut status Bulog sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen
akan semakin diperlukan.
Sebenarnya
perlu dikaji secara mendalam dan dipertimbangkan pemisahan Bulog sebagai LPND
dan BUMN Pangan yang berada di bawah pembinaan langsung Bulog. Kedudukan
Menpangan sebagai Kepala Bulog akan mempermudah dan mempekuat jaringan
kelembagaan pangan dan kompatibel dengan tantangan yang semakin berkembang.
Dalam rangka
pengelolaan usaha logistik pangan pokok nasional secara
mandiri,
baik yang bersifat pelayanan masyarakat maupun bersifat komersial, dengan
Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 yang berlaku sejak tanggal 20 Januari
2003,
didirikan Perusahaan Umum Bulog (PERUM BULOG ).
Sehubungan
dengan adanya tuntutan untuk melakukan perubahan, BULOG telah melakukan berbagai kajian-kajian
baik oleh intern BULOG maupun pihak ekstern
seperti :
1.
Tim intern BULOG pada tahun 1998 telah mengkaji
ulang peran BULOG sekarang dan perubahan lembaganya di masa mendatang. Hal ini
dilanjutkan dengan kegiatan sarasehan pada bulan Januari 2000 yang melibatkan
BULOG dan Dolog selindo dalam rangka menetapkan arahan untuk penyesuaian tugas
dan fungsi yang kemudian disebut sebagai "Paradigma Baru BULOG".
2.
Kajian ahli dari Universitas Indonesia (UI) pada
tahun 1999 yang menganalisa berbagai bentuk badan hukum yang dapat dipilih oleh
BULOG, yakni LPND seperti sekarang, atau berubah menjadi Persero, Badan Hukum
Milik Negara (BHMN), Perjan atau Perum. Hasil kajian tersebut menyarankan agar
BULOG memilih Perum sebagai bentuk badan hukum untuk menjalankan dua fungsi
bersamaan, yaitu fungsi publik dan komersial.
3.
Kajian auditor internasional Arthur Andersen
pada tahun 1999 yang telah mengaudit tingkat efisiensi operasional BULOG.
Secara khusus, BULOG disarankan agar menyempurnakan struktur organisasi, dan
memperbaiki kebijakan internal, sistim, proses dan pengawasan sehingga dapat
memperbaiki efisiensi dan memperkecil terjadinya Kolusi Korupsi Nepotisme di
masa mendatang.
4.
Kajian bersama dengan Bernas Malaysia pada tahun
2000 untuk melihat berbagai perubahan yang dilakukan oleh Malaysia dan
merancang kemungkinan penerapannya di Indonesia.
5.
Kajian konsultan internasional Price Waterhouse
Coopers (PWC) pada tahun 2001 yang telah menyusun perencanaan korporasi
termasuk perumusan visi dan misi serta strategi BULOG, menganalisa core
business dan tahapan transformasi lembaga BULOG untuk berubah menjadi lembaga
Perum.
6.
Dukungan politik yang cukup kuat dari anggota
DPR RI, khususnya Komisi III dalam berbagai hearing antara BULOG dengan Komisi
III DPR RI selama periode 2000-2002.
Berdasarkan
hasil kajian, ketentuan dan dukungan politik DPR RI, disimpulkan bahwa status
hukum yang paling sesuai bagi BULOG adalah PERUM (Perusahaan Umum).
Perubahan
organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponenkomponen
organisasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi.
Mengingat
begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak cepat
sudah
saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan
menghadapkan
organisasi pada proses kemunduran. Akan tetapi perlu diingat bahwa
tidak semua
perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga perlu
diupayakan agar perubahan tersebut diarahkan kearah yang lebih baik
dibandingkan
dengan kondisi yang sebelumnya. Berubahnya menjadi Perum, BULOG tetap dapat
melaksanakan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam
pengamanan harga dasar pembelian gabah, pendistribusian beras untuk masyarakat
miskin yang rawan pangan, pemupukan stok nasional untuk berbagai keperluan
publik menghadapi keadaan darurat dan kepentingan publik lainnya dalam upaya
mengendalikan gejolak harga. Di samping itu, BULOG dapat memberikan kontribusi
operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan
melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah
transparansi.
Dengan
kondisi ini gerak lembaga BULOG akan lebih fleksibel dan hasil dari aktivitas
usahanya sebagian dapat digunakan untuk mendukung tugas publik, mengingat
semakin terbatasnya dana pemerintah di masa mendatang. Dengan kondisi tersebut
diharapkan perubahan status BULOG menjadi Perum dapat lebih menambah manfaat
kepada masyarakat luas.
Secara umum
sasaran perubahan Lembaga BULOG menjadi Perusahaan
Umum
terutama adalah:
Pertama; tetap dapat melaksanakan tugas
publik yang dibebankan.
Kedua; dapat juga melaksanakan fungsi
bisnis yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi. Ruang
gerak lembaga akan lebih fleksibel, misalnya, dengan merancang berbagai
kerjasama operasional (joint venture)/penyertaan modal dalam badan usaha lain.
Ketiga; hasil dari aktivitas bisnis
sebagiannya dapat mendukung tugas publik.
Hal ini
tentu akan berdampak positif terhadap dana Pemerintah, mengingat semakin
terbatasnya
dana Pemerintah di masa mendatang, sehingga lembaga baru ini dapat
berperan
untuk membantu dan meringankan beban Pemerintah.
Keempat; di samping itu, Bulog dapat
memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu
pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum
dan kaedah transparansi.
Dengan
kondisi ini gerak lembaga BULOG akan lebih fleksibel dan hasil dari aktivitas
usaha sebagian dapat digunakan untuk mendukung tugas publik.
Kelima; reward and punishment
(penghargaan dan hukuman) akan lebih mudah diterapkan, sehingga akan
menumbuhkembangkan insentif buat pegawai untuk bekerja secara professional.
Keenam; optimalisasi pemanfaatan semua
aset yang kini dikuasai termasuk di dalamnya SDM. Sejak 1998 pemanfaatan aset
dan SDM menjadi kurang optimal (idle capacity), karena terkendala oleh berbagai
peraturan operasional dan pendanaan yang melekat di LPND.
Secara
hukum, BUMN yang berbentuk PT dengan sendirinya juga harus tunduk pada UU No.40
Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Di sana sudah diatur tentang
prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Namun, bagi perusahaan yang
berbentuk Perum, maka UU PT tidak sepenuhnya bisa diacu, karena mereka memiliki
tugas tambahan melayani kepentingan masyarakat.
Meskipun
begitu, pinsip-prinsip GCG sebagaimana tertuang dalam UU PT tetap relevan untuk
diterapkan. Dengan kata lain, dalam rangka membangun “Good Governance”, BUMN
bisa mengacu pada prinsip-prinsip yang sama dengan sektor swasta. Persoalan
berikutnya adalah membangun sistem, struktur dan kultur yang sebanding
(compatible) dengan sektor swasta, dalam rangka mencapai kinerja dan daya saing
yang memadai.
Penerapan
protokol Good Governance diharapkan mampu mendukung usaha keterbukaan dan
ketersediaan informasi yang pada gilirannya akan mendukung pengambilan
keputusan yang beorientasi pada efisiensi biaya, produktifitas dan penciptaan
nilai (value creation).
Dengan
begitu, apapun pilihan kebijakan yang akan ditempuh, akan memberi nilai tambah
yang berarti, dan bukan justru memunculkan masalah baru.
Governance
yang baik merupakan sebuah prasyarat kelembagaan, terhadap pilihan
kebijakan
apapun yang akan diambil.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Negara BUMN No. Kep-117/MMBU/2002, GCG merupakan suatu proses
dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Corporate Governance
merupakan suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif
yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan
dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung
pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya, resiko secara lebih efisien
dan efektif dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham maupun
stakeholder lainnya.
Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 yang berlaku sejak sejak tanggal 20 Januari 2003
yang merupakan Pedoman Pendirian Perusahaan Umum Bulog, yang merupakan Badan
Usaha Milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usaha
pangan pokok dan usaha lainnya yang sifatnya menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan Perusahaan. Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Perusahaan dengan
persetujuan Mentri Keuangan, Perusahaan dapat melakukan kerjasama usaha atau
patungan (joint Venture) dengan badan usaha lain dan dapat juga melakukan
penyertaan modal dalam usaha, dengan melakukan kegiatan komersial dengan
melakukan Perjanjian Kerjasama dalam bidang usaha tertentu yang dapat
memberikan hasil maksimal bagi perusahaan khususnya ditinjau dari sisi nilai
tambah ekonomi.