UU Pangan | DPR Usulkan Dibentuknya Kementerian Pangan/Bulog
Pemerintah sebagai pemegang amanah UU Pangan No 18 Tahun 2012
perlu memperjelas status kelembagaan pangan, termasuk kewenangan soal
urusan pangannya. Posisi regulator dan operator pangan juga harus jelas.
"Pemerintah
harus menjelaskan status lembaga pangan baru, apakah setara kementerian
atau hanya seperti komisi yang sekarang jumlahnya banyak tetapi
kinerjanya tidak efektif,"kata pengamat ekonomi pertanian, Khudori,
Jumat (18/1).
Menurut Khudori, sekarang bola ada di tangan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan kebijakannya akan
menentukan seberapa kuat kewenangan lembaga pangan tersebut. Saat ini,
lembaga yang mengurus pangan tersebar mulai dari Kementerian Pertanian,
Badan Ketahanan Pangan, Bulog, Dewan Ketahanan Pangan, hingga
kementerian teknis yang jumlahnya mencapai 17 unit.
Meskipun
pengelola pangan cukup banyak, koordinasinya lemah. Akibatnya, kata
Khudori, manajemen pangan menjadi tidak jelas. Bahkan
persoalan-persoalan krusial terkait pangan harus termentahkan di level
koordinasi.
"Maunya pemerintah seperti apa? Itu harus
dijelaskan. Memang ada tenggat tiga tahun, tetapi harus sudah dijelaskan
regulatornya siapa dan apakah Bulog tetap menjadi operator. Presiden
harus mulai memaparkan kelembagaan dan kewenangan pengelolaan pangan itu
karena sekarang masyarakat, termasuk DPR, posisinya juga
menunggu,"ungkap dia.
Khudori mengakui Presiden memiliki
kewenangan untuk memutuskan soal kelembagaan itu, tetapi perlu
diperjelas apakah level lembaga itu setingkat menteri atau hanya
lembaga/komisi yang tidak memiliki kemampuan koordinasi.
Jadi, kata
Khudori, harus sudah jelas siapa pemegang kewenangan sebagai penentu
kebijakan pangan, termasuk regulator pangan, dan siapa yang menjadi
operatornya. Hal itu nantinya terkait dengan kewenangan pengelolaan
pangan dari pusat hingga daerah.
"Badan otorita pangan itu
seharusnya kuat dalam pengelolaan pangan, sebagai penentu kebijakan
pangan sekaligus regulator, sedangkan operator bisa jadi menunjuk BUMN
seperti Bulog sebagai operatornya,"ungkap dia.
Lebih lanjut,
Khudori mengatakan kewenangan soal pangan bisa dijadikan sentralistis.
Artinya, pemerintah pusat masih memiliki kekuatan untuk mengatur pangan
hingga daerah. Pasalnya, saat ini, pemerintah daerah, sesuai UU No 34,
memiliki kewenangan yang besar terkait dengan otonomi. Pemerintah pusat
saat ini hanya memiliki lima kewenangan untuk mengatur, yakni agama,
pertahanan keamanan, hukum, moneter, dan fiskal.
Padahal pangan
menjadi sangat strategis dan menyangkut hajat hidup mayoritas
masyarakat. Jadi jangan sampai jika diserahkan ke pemda dan
masing-masing berpegang pada otonomi daerah, distribusi pangan bisa
terkendala.
"Pusat harus masih mengendalikan soal stok pangan,
distribusi, hingga ekspor dan impor walaupun nanti tetap diterjemahkan
hingga ke daerah,"ujar dia.
Cek Kosong
Sementara itu, Ketua
Panja UU Pangan, yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron,
mengatakan awalnya mayoritas fraksi di Komisi IV DPR mengusulkan
peleburan lembaga. Badan Ketahanan Pangan (BKP) menjadi regulator
pangan, dan Bulog sebagai operatornya. Akan tetapi, usulan tersebut
ditolak pemerintah.
Herman menyebutkan dua lembaga itu awalnya
mau langsung disatukan dalam UU Pangan tersebut. Namun, di UU
Kementerian Aparatur Negara, ada aturan yang menyebutkan tentang
ketentuan dan syarat penambahan lembaga baru. Akibat kendala itu, usulan
tersebut tidak masuk UU Pangan.
Padahal jika usulan tersebut
dipenuhi, bisa terbentuk Kementerian Pangan/Bulog yang merupakan
peleburan dua lembaga pengelola pangan itu. Tetapi karena ditolak
pemerintah, UU Pangan hanya memberikan cek kosong dan menyerahkan soal
pembentukan lembaga tersebut kepada Presiden.
"Kita akan kawal
kelembagaan pangan itu karena pangan itu urusan penting yang harus
diprioritaskan. Akan tetapi, pangan masih di posisi pemerintah di
peringkat kelima dalam pembangunan, jauh di bawah urusan reformasi
birokrasi dan pendidikan,"imbuh dia.
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/110601
Tidak ada komentar:
Posting Komentar