Minggu, 14 April 2013

KPPU Diminta Fokus Hadang Permainan Preman Sembako



Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terancam jadi macan ompong.Hingga kini, belum satu pun importir nakal yang diseret ke pengadilan.

Anggota Komisi VI DPR Lili Asdjudiredja mengatakan, sejak tata niaga sembilan bahan pokok (sembako) tak lagi dikelola Bulog, kartel merajalela. Komo­ditas seperti gula atau kedelai dikuasai pengusaha nakal yang dia sebut preman. Karena itu, Lili mendesak KPPU fokus menga­wasi kondisi persaingan usaha di sektor sembako.
“Saya kira KPPU lebih baik fokus pada sembako, karena ba­gaimanapun preman-preman ini mengincar sembako yang dulu tidak pernah ada. Karena dulu (diatur) oleh Bulog, tapi kan sekarang dilepaskan,” ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR Is­kandar Syaichu mengatakan hal yang sama.
Menurutnya, energi KPPU akan habis jika memak­sakan diri menyelidiki banyak bidang usaha.

Sementara Serikat Petani In­donesia (SPI) menilai negara sudah tidak mampu mengendalikan harga pangan. Kenaikan harga pangan yang biasanya terjadi pada hari besar tertentu seperti Idul Fitri, saat ini sudah terjadi sejak awal tahun.

Ketua SPI Henri Saragih me­nga­takan, negara sudah tidak lagi mengurusi pangan di Indonesia. Hal ini menimbulkan praktik kartelisasi pada komoditas pa­ngan Indonesia.
Dalam dua bulan tahun ini saja, preman bawang Cs ini diper­ki­rakan telah meraup untung me­lebihi Rp 3,2 triliun. “Kebutuhan bawang merah kita sebulan itu 80 ribu ton, kalau dua bulan berarti 160 ribu ton. Mereka beli dari petani Rp 10 ribu dan dia ambil untung Rp 20 ribu per kg, hampir Rp 3,2 triliun dia untung 2 bulan. Itu baru bawang merah,” jelas Henri. Atau sekitar Rp 1,6 triliun per bulan.
Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah kembali mengambil peranan dalam pangan seperti mengembalikan peranan Bulog untuk membeli semua pangan dari petani di kala panen.

Henri mengakui, harga pangan luar negeri seperti di Bangladesh atau China memang lebih murah. Murahnya pangan itu karena pemerintahnya memberikan sub­sidi besar kepada petani. Jika Indonesia terus berpikir impor lebih murah dari hasil produksi lokal, maka petani akan mati dan niscaya Indonesia tetap di bawah kontrol negara lain.
“Di China atau Bangladesh lahan dan tanah dikuasai petani. Di kita mayoritas petani tidak punya lahan. Itu (murahnya ko­moditas impor) juga karena me­reka mensubsidi besar untuk petaninya dan memberikan kemu­dahan pajak ekspor.
Seperti itu disuruh bersaing dengan kita yang tanpa subsidi,” cetusnya.

Menanggapi hal ini, Ketua KPPU Nawir Messi me­ngaku lebih fokus pada komoditas pangan utama. Khususnya yang sedang ramai dibicarakan seperti daging sapi impor dan bawang putih.
Dia mengatakan, penyidikan indikasi kartel itu akan segera masuk ke level pemanggilan ter­sangka. “Yang pertama akan ma­suk penyidikan adalah daging sapi, lalu ba­wang putih. Dalam kon­teks bawang putih, kami akan melakukan pemanggilan importir terkait. Kami terus melakukan penyidikan lapang­an, saksi ahli la­­pangan dan lain-lain,” ungkapnya.

KPPU juga mengaku mulai me­mantau pasar sebagai wujud perhatian atas pergerakan harga sembako. Pengawasan untuk sementara dilakukan di enam kota, termasuk Jakarta.
“Kita lakukan survei mingguan di enam wilayah, ada 10 ko­moditas, kita pantau mingguan, itu jadi basis pemantauan paso­kan reguler termasuk di pasar Induk Kramat Jati,” jelas Messi.
Sumber :  Harian Rakyat Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar