Kebutuhan jagung untuk
industri pakan ternak setiap tahun mengalami peningkatan. Dalam kurun
waktu lima tahun terakhir kebutuhan jagung meningkat sekitar 500 ribu
ton per tahun. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Makanan Ternak,
kebutuhan jagung untuk pakan unggas tahun 2014 mencapai 7,6 juta ton,
meningkat pada tahun 2015 sebesar 8,3 juta ton.
Sementara
itu, ketersediaan jagung lokal untuk industri makanan ternak pada tahun
2014 sebesar 4,5 juta ton, dan tahun 2015 hanya 5,6 juta ton. Mengingat
pentingnya jagung bagi industri perunggasan, pemerintah melakukan impor
jagung tahun 2014 sebesar 3,1 juta ton, pada tahun 2015 sebanyak 2,7
juta ton.
Mengingat petningnya peran jagung,
pemerintah melakukan impor di tahun 2014 sebesar 3,1 juta ton dan tahun
2015 sebaras 2,7 juta ton. Namun, akhir 2015 lalu, Kementrian Pertanian
melakukan penghentian impor jagung sampai batas waktu yang tidak
ditentukan. Kebijakan tersebut rupanya berdampak kepada naiknya harga
pakan ayam. Hal itu berbuntut panjang ditandai dengan naiknya harga
daging dan telur.
Menanggapi hal
tersebut, Komisi IV DPR RI menggelar rapat dengan pendapat (RDP) dengan
pemerintah yang diwakili oleh Muladno (Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan), Hasil Sembiring (Direktur Jenderal Tanaman Pangan),
Banun Harpini (Kepala Badan Karantina Pertanian), dan Djarot Kusumayakti
(Direktur Utama Perum Bulog) di Gedung Nusantara DPR RI, Selasa
(2/2/16). Rapat tersebut juga dihadiri dari berbagai asosiasi peternakan
seperti Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Gabungan
Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas
(GPPU), serta Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN).
Dirjen
PKH Muladno mengatakan, pemerintah melakukan pengendalian impor jagung
demi mengutamakan produksi dalam negeri. Hal itu dikatakannya secara
rinci sebagaimana dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 Tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, khususnya pasal 15 (ayat 1, 2, 3)
dan Pasal 25 (ayat 1).
Bunyi Pasal 15 ayat (1): pemerintah
berkewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhan pangan nasional. Ayat (2): kewajiban mengutamakan produksi
pertanian dalam negeri sebagaimana dimaskud pada ayat (1) dilakukan
melalui pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen
dan/atau kebutuhan konsumsi dalam negeri. Ayat (3): Dalam hal impor
komoditas pertanian, menteri terkait harus melakukan koordinasi dengan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahann di bidang pertanian.
Sementara
itu Pasal 25 ayat 1: pemerintah berkewajiban mencipatakan kondisi yang
menghasilkan harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi petani.
“Saya
pikir poin-poin inilah yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan
impor. Yang penting kebutuhan pakan terpenuhi, harga di tingkat petani
baik dan mengutamakan produksi dalam negeri,” katanya.
Perizinan impor bahan pakan
Terkait
regulasi impor jagung, pemerintah telah mencabut SK Dirjen Bina
Produksi Peternakan Nomor 63/TN.240/Kpts/DJBPP/Deptan/2002 Tentang
Prosedur Tetap Permohonan Surat Keteranagan Bahan Pakan Impor. Muladno
menilai bahwa peraturan tersebut harus diganti lantaran pola izin impor
dalam aturan tersebut dirasa aneh. “Aturan itu agak aneh karena
seseorang memohon izin itu ketika kapan yang membawa jagung sudah jalan
sehingga ada kesan seolah-olah pemerintah itu harus mengizinkan,”
bebernya.
Akhirnya SK dicabut pada
September 2015. Pemerintah menginginkan agar permohonan izin itu
dilakukan lebih awal sebelum kapal yang membawa komoditi diberangkatkan.
Sebagai penggantinya Kementrian Pertanian mengeluarkan peraturan baru
Nomor 57/Permentan/PK.110/11/2015 pada 25 November 2015 Tentang
Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan ke dan dari Wilayah
Negara Republik Indoensia (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 1805).
Muladno
menegaskan, Permentan No. 57 Tahun 2015 tersebut kebalikan dari SK
sebelumnya. Ia mengemukakan khusus pada ayat 2 dan 3. Pada ayat 2
disebutkan, Pelaku Usaha dalam melakukan Pemasukan Bahan Pakan Asal
Tumbuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) harus memperoleh izin
pemasukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perdagangan. Pada ayat 3, Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perdagangan dalam memberikan izin pemasukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah memperoleh Rekomendasi
Pemasukan (RP-I) dari Direktur Jenderal Peterankan dan Kesehatan Hewan.
“Jadi
harus ada persetujuan dari kami (pemerintah) baru itu (izin)
dijalankan,” ujarnya. Namun demikian, lanjunya, Permentan tersebut masih
belum sempurna lantaran belum ada Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag). Kementan masih menunggu adanya Permendag untuk memberikan
izin impor.
Bulog ditunjuk melakukan impor jagung
Untuk
mengantisipasi itu, hasil Rapat Koordinai Terbatas Bidang Perekonomian
pada tanggal 16 Desember 2015 memberikan rekomendasi kepada Perum Bulog
mengimpor 600 ribu ton jagung untuk kebutuhan Januari-Maret.
Direktur
Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti membenarkan bahwa pihaknya
ditugaskan melakukan importasi sebanyak 600 ribu ton jagung. “Kami sudah
berkordinassi dengan Deptan dan Depdag pertengajan Januari lalu untuk
menerima rekomendasi importasi jagung sebanyak 600 ribu ton,” katanya.
Minimnya
produksi jagung lokal dipertanyakan Ketua Komisi IV DPR RI Edi Prabowo
kepada pemerintah. Ia melihat laporan Kementan bahwa produksi jagung
surplus. Tapi faktanya terjadi kelangkaan. “Apakah (jagung) langka
memang benar? Atau karena pengepul? Jagung yang biasanya sekitar
Rp2.000-an, tiba-tiba bisa Rp6.000-an,” katanya dengan nada bertanya.
Berdasarkan
data Kementrian Pertanian, produksi jagung tahun 2015 adalah 20 juta
ton. Berarti kebutuhan jagung untuk industri perunggasan sebesar 40
persen (8,3 juta ton). Namun, 40 persen itu sulit diperoleh industri
pakan dan peternak mandiri. Hal itu diduga akibat data produksi jagung
yang tidak akurat.
Kendati demikian,
Direktur Jenderal Tanaman Hasil Sembiring menepis tudingan adanya dugaan
salah hitung. Ia mengaku pihaknya sudah melakukan upaya maksimal dalam
mendata produksi pangan. “Selama ini kita sudah sekuat tenaga mencari
(metode perhitungan) bagaimana yang terbaik. Badan Penelitian dan
Pengembangan sudah melakukan kajian itu bekerjasama dengan Lapan,”
paparnya kepada sejumlah awak media.
http://www.jelasberita.com/2016/02/26/gonjang-ganjing-jagung/