Kamis, 12 September 2013

Reformasi Peran Bulog

Kerinduan untuk mengembalikan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai stabilisator harga pangan, merupakan harapan masyarakat Indonesia untuk meredam gejolak harga pangan. Di mana harga pangan akhir-akhir ini semakin berfluktuatif, sehingga meresahkan masyarakat baik sebagai konsumen ataupun produsen pangan. Karena harus menanggung mahalnya beban ekonomi, disebabkan ketidak stabilan harga pangan yang terjadi setiap saat.
Salah satu contoh pangan yang mengalami ketidakstabilan adalah kedelai. Harga kedelai mencapai Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kilogram (kg). Begitu juga turunan dari kedelai seperti tahu dan tempe. Harga keduanya meroket dari yang semula Rp 1.000 per biji menjadi Rp 1.500 per biji. Kenaikan harga yang terjadi pada tahu dan tempe, ternyata berbanding terbalik dengan ukurannya. Karena para produsen tahu dan tempe mengurangi ukurannya, yang dilakukan agar produksi tahu dan tempe tidak mengalami kerugian.
Kenaikan harga juga terjadi pada bahan pangan yang menggunakan tepung terigu. Turunan dari tepung terigu seperti roti dan kue. Tentunya harga roti dan kue akan mengalami kenaikan seperti yang terjadi pada kasus tahu dan tempe. Jika pun produsen roti dan kue tak ingin menaikkan harga, tentu yang terjadi adalah memperkecil ukurannya.
Itulah mengapa masyarakat merindukan reformasi peran Bulog sebagai stabilisator harga pangan yang ada di Indonesia. Sebelum mereformasi, maka yang harus direformasi adalah badan hukum dari Perum Bulog tersebut. Karena Perum Bulog yang berbadan hukum Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti sekarang ini, seolah-olah cenderung mencari keuntungan dari nilai harga yang terjadi. Hal tersebut merupakan tuntutan sebagai lembaga bisnis yang mencari keuntungan dari setiap transaksi.
Sebab itu, adanya reformasi badan hukum yang semula BUMN akan membuat Bulog semakin independen. Untuk menjaga independensi tersebut, tentu lembaga ini harus berada di bawah Presiden. Sehingga Presiden dapat mengawasi secara langsung dan memberikan arahan kepada Perum Bulog.
Evaluasi

Adanya kenaikan harga pangan yang terjadi setiap saat, merupakan salah satu evaluasi yang bisa dijadikan dasar bahwa Bulog memang tidak memiliki peran yang signifikan dalam mengatur pangan di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah badan hukum BUMN yang ada pada Bulog. Sehingga mencari keuntungan merupakan sebuah kepastian dari setiap kegiatan yang dilakukan.
Tentu untuk mendapatkan keuntungan, tak heran jika Bulog sering lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan besar ketimbang bekerja sama dengan koperasi. Karena bekerja sama dengan koperasi dipandang kurang menguntungkan, dan hanya akan membuang-buang waktu saja.
Selain itu, masyarakat pun sudah menilai negatif terhadap Bulog. Karena disinyalir Bulog menjadi tempat kongkalikong mafia pangan di Indonesia. Sehingga tak heran jika pangan yang ada di Indonesia gampang dipermainkan oleh para spekulan.
Sebab itu, salah satu keuntungan reformasi di Bulog yang berada di bawah kordinasi langsung presiden, berpotensi mencegah gejolak pangan yang setiap hari berfluktuatif. Selain itu, dengan adanya peran stabilisasi yang berada di bawah kordinasi langsung presiden, akan ada perlindungan bagi konsumen sekaligus dapat melindungi kepentingan produsen pangan, yaitu para petani. Sehingga bukan saja pedagang yang akan mengalami keuntungan ketika harga pangan naik, petani pun akan merasakan kenaikan harga tersebut.
Memang hal ini sangat dilematis bagi Bulog. Karena adanya peran ganda sebagai pemegang fungsi stabilisasi dan juga fungsi komersial inilah yang membuat Perum Bulog menjadi mandul, ketika dihadapkan pada penentuan harga kala pangan di pasaran menjadi berkurang. Longgarnya impor pangan yang dilakukan pengusaha, ternyata malah membuat harga pangan semakin naik melonjak.
Sebab itu, harus ada political will dari pemerintah, dalam hal ini adalah Presiden yang mengambil alih secara langsung Bulog. Hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan pangan yang ada di Indonesia. Sehingga masyarakat tidak akan menjadi tumbal kepentingan segelintir elit spekulan yang mencari keuntungan.
Kemandirian Pangan

Ketika Bulog berada di bawah kordinasi Presiden, tentu hal tersebut akan menjauhkan lembaga ini dari intervensi kepentingan elit. Sehingga akan mempermudah fungsi utama Bulog, yaitu sebagai stabilisator harga pangan dan juga penyelamatan pangan di Indonesia. Dalam pengertian, ketika harga pangan melonjak naik disebabkan kurangnya pangan di pasar, maka Bulog yang berada di bawah Presiden segera membuat kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah memberikan insentif kepada para petani untuk menggenjot produktifitas pangannya, agar ketersediaan pangan di pasaran dapat segera ditenangkan. Sehingga pasar tidak mengalami gejolak seperti sekarang ini.
Jika pun mengharuskan untuk mengimpor, maka impor yang dilakukannya pun tidak terlalu besar. Akan tetapi sedikit saja dengan tujuan untuk menenangkan harga yang terjadi di pasaran. Namun ini berbeda, impor yang dilakukan malah berimplikasi pada terhadap harga pangan tersebut. Dalam arti bahwa impor malah menjadikan harga pangan semakin melambung, yang pada akhirnya importir yang diuntungkan.
Ketikan Bulog mengambil kebijakan memberikan insentif kepada petani untuk menggenjot produktivitas pertanian, maka keuntungan yang diperoleh antar lain, dapat menyelamatkan dan meningkatkan pangan dalam negeri. Petani pun akan menuai kesejahraan dari kebijakan pemerintah. ***

Oleh Hamli Syaifullah
Penulis adalah peneliti di Islamic Banking FAI-UMJ.
Sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=334396

Tidak ada komentar:

Posting Komentar