Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
menyatakan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam melakukan
stabilisasi harga pangan perlu untuk dikembalikan. Sejumlah komoditas
dalam beberapa bulan terakhir telah mengalami kenaikan seperti kedelai,
daging sapi dan saat ini bawang putih.
Ekonom Indef, Ahmad Erani Yustika, mengatakan solusi dari kelangkaan
masalah bahan pokok ini tentunya ialah mempercepat kemandirian pangan
yang tentunya merupakan pemecahan jangka waktu menengah. Solusi yang
dapat dilakukan dalam waktu dekat menurutnya ialah mengefektifkan
kembali peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga pangan. "Itu jangka
pendek yang dapat dilakukan karena untuk mewujudkan swasembada pangan
membutuhkan waktu yang tidak sebentar," ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Pemerintah, lanjutnya, juga harus melakukan intervensi harga saat ini
untuk menekan lonjakan harga. Penetapan harga patokan perlu dilakukan
agar tidak merugikan masing-masing pihak baik petani maupun konsumen.
Erani menegaskan fenomena kenaikan harga sejumlah komoditas bahan
pangan menunjukkan pemerintah kurang bisa menjalankan kewajibannya
dengan baik. Kenaikan harga ini sering kali terjadi dan terus berulang
karena tidak ada solusi komprehensif."Permasalahan pangan ini kerap
terjadi semenjak tahun 1998 saat peran Bulog mulai dicabut," tuturnya.
Seperti diketahui, meroketnya harga bawang putih ternyata membuat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) geram. Pada kesempatan rapat
kabinet terbatas, Presiden mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja
jajaran menteri-menteri bidang ekonomi.
Peran Bulog telah dilucuti Dana Moneter Internasional (IMF) tahun
1998 lalu karena dianggap telah menjalankan peran monopoli. Wacana
revitalisasi fungsi Bulog telah dilontarkan oleh Presiden SBY Agustus
tahun lalu.
Harga Sensitif
Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo mengungkapkan beberapa waktu
terakhir, harga komoditas produk pangan di pasar domestik sangat
sensitif. Sebut saja, beras, minyak goreng, daging sapi, bawang putih
dan merah serta kedelai mencatat kenaikan harga dengan lonjakan tinggi.
Sudaryatmo mengatakan stabilitasi harga merupakan hak konsumen.
Menurutnya, pemerintah harus memahami hal tersebut."Kita soroti masalah
pangan di Indonesia karena harusnya pemerintah dapat menjaga stabilitas
harga pangan. Itu hak konsumen," ungkapnya
Dikatakan hal konsumen, sebab jika harga tidak stabil dapat menggangu
daya beli masyarakat. Inipun menurutnya, juga berdampak buruk bagi
petani.
"Petani, setiap ada gejolak harga pangan tidak selalu dalam posisi
yang diuntungkan, dan tidak aneh apabilan banyak negara menjadikan
stabilitas harga pangan sebagai barang publik yang harus dikawal
negara," paparnya.
Ia membandingkan dengan Amerika Serikat, dimana pemerintah AS dapat
menjamin harga hingga 5 tahun kedepan. Hal itu, tentunya dapat menjawab
keresahan masyarakat dalam jangka panjang."Di Amerika itu bisa menjamin
kestabilan harga sampai dengan 5 tahun kedepan," tegas Sudaryatmo.
Pemerintah, sambungnya dapat mengadopsi langkah-langkah seperti itu.
Ia menilai pemerintah dapat memanfaatkan BUMN seperti Bulog untuk
menstabilkan harga pangan."Jadi seperti beras, kedelai dan bahkan bawang
bisa kondusif ditataran masyarakat," pungkasnya.
Pengamat pangan Prof Dr Mohammad Husein Sawit menuding kondisi
seperti itu merupakan kesalahan dari pemerintah karena membuka akses
pasar yang begitu liberal serta banyaknya perjanjian regional yang
merugikan eksistensi komoditas pangan negeri sendiri.
“Krisis pangan yang terjadi di Indonesia memang murni dari kesalahan
pemerintah. Kenapa tidak dari dulu memproteksi komoditas pangannya?
Seharusnya, pemerintah bisa mensubsidi dan memproteksi untuk sektor
pangan seperti negara-negara Uni Eropa”, ujar Husein.
Sayangnya, menurut Husein, pemerintah Indonesia tidak pernah sadar
dengan perjanjian yang merugikan tersebut. “Seiring berjalannya waktu
negara berkembang seperti Indonesia akan ketergantungan dengan bahan
pangan dari luar negeri karena lebih disebabkan dengan liberalisasi
pasar dan dengan sendirinya bahan pangan dari luar negeri akan masuk
dengan bebas”, ujarnya.
Yang tak kalah penting, lanjut Husein, perjanjian WTO tahun 1995
tentang perjanjian pertanian. Ada salah satu pasal yang menerangkan
bahwa Persetujuan bidang pertanian menetapkan sejumlah peraturan
pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama
yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik, dan subsidi ekspor.
http://www.neraca.co.id/harian/article/26295/Ekonom.Desak.Peran.Bulog.Dikembalikan#.UUhrazeU7-o
Tidak ada komentar:
Posting Komentar