Lampu hijau yang diberikan
pemerintah untuk kegiatan impor beras, mulai dimanfaatkan oleh Perum
Bulog. Untuk menjaga stok beras sebanyak 2 juta ton, seperti yang
diinginkan pemerintah, Bulog telah merealisasikan kegiatan impornya.
Untuk tahap pertama, impor beras yang dilakukan lembaga tersebut pada
bulan Juli-Agustus mencapai 50.000 ton.
“Kegiatan impor itu merupakan bagian
dari penugasan yang diberikan pemerintah kepada Bulog untuk menjaga stok
sebanyak 2 juta ton,” ujar Dirut Bulog, Sutarto Alimoeso.
Menurutnya, kegiatan impor beras
terpaksa dilakukan karena stok beras stok Bulog belum mencapai 2 juta
ton. Selain itu, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai potensi
penurunan produksi beras sebesar 1,98% dibanding tahun lalu serta
penurunan target produksi padi oleh Kementerian Pertanian, menjadi
pertimbangan Bulog untuk merealisasikan impor beras.
Berdasarkan data Bulog per 18 Juli,
stok beras yang dimiliki Bulog baru mencapai 1,9 juta ton yang terdiri
dari 1,89 juta ton stok beras Bulog dan pengadaan komersial 18.000 ton.
Kondisi ini jauh berbeda bila dibandingkan tahun 2012 dan 2013, di mana
posisi stok sudah di atas 2 juta ton.
Sutarto mengungkapkan, beras yang dimpor
Bulog untuk tahap pertama ini berasal dari Vietnam. Negara tersebut
dipilih karena harganya lebih kompetitif dari Thailand dan Myanmar serta
kualitasnya juga lebih baik.
Sutarto menjelaskan, kondisi politik
Thailand yang sedang bergejolak menyulitkan pihaknya mengimpor beras
dari negeri tersebut. “Kemudian Thailand sendiri belum terbuka karena
masalah politik dalam negerinya,” ujarnya.
Selain Thailand, Bulog juga sebenarnya
memiliki opsi lain untuk mengimpor beras, yakni Myanmar. Namun,
sayangnya, harga beras yang ditawarkan Myanmar lebih mahal dibandingkan
Vietnam. “Beras asal Vietnam juga lebih murah dari beras asal dalam
negeri,” ucapnya.
Selain harga yang lebih murah, kualitas beras impor dari Vietnam juga lebih bagus, yaitu broken
(butir patah) 15% dan 5%. “Beras yang diimpor itu adalah beras jenis
premium dan medium sesuai permintaan pemerintah. Namun, dari sisi
volume, yang lebih banyak adalah jenis medium,” ungkapnya.
Menurut Sutarto, pihaknya mengimpor
beras eks Vietnam dengan biaya Rp300 miliar (Rp6.000/kg). Beras itu
nantinya akan dimasukan ke dalam gudang-gudang Bulog di seluruh
Indonesia. Beras-beras tersebut akan dijadikan stok cadangan beras
pemerintah yang dipatok harus mencapai 2 juta ton per tahunnya.
Dia juga yakin, impor beras yang
dilakukan Bulog ini tidak akan merusak harga beras lokal meski dilakukan
pada bulan Juli saat masih musim panen padi. Pasalnya, Bulog akan
menyerap beras petani saat harga beras di dalam negeri jatuh hingga di
bawah Harga Patokan Petani (HPP) yang ditetapkan pemerintah.
“Tidak akan mengganggu. Bagaimana mau
mengganggu kalau mereka (petani) jual beras kita beli. Begitu harga di
petani kurang dari HPP, kita beli sesuai HPP,” tuturnya, seraya menolak
memberikan angka pasti mengenai volume beras yang diizinkan pemerintah
untuk diimpor oleh Bulog pada tahun 2014 ini.
Sebelumnya, sumber Agro Indonesia
menyebutkan pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memiliki kontrak
pembelian beras dengan negara produsen beras seperti Thailand dan
Vietnam sebanyak 500.000 ton.
Beras impor itu bisa didatangkan kapan
saja pada tahun 2014 ini. Namun, harga pembeliannya adalah median dari
harga sewaktu kontrak dilakukan dengan harga beras di pasaran ketikan
komoditas itu diangkut ke Indonesia.
Belum pasti
Walaupun pemerintah sudah memberi lampu
hijau untuk impor beras, namun Sutarto menegaskan bahwa pihaknya tidak
akan sembarang memutuskan untuk kembali melakukan impor.
Menurutnya, impor beras yang dilakukan
Bulog akan didasarkan pada kondisi di dalam negeri. “Artinya, bila
jumlah impor beras yang dilakukan di tahap pertama sudah memenuhi
kebutuhan, maka impor tahap selanjutnya tidak akan dilakukan,” ujarnya.
Untuk itu, Bulog saat ini masih terus
berusaha meningkatkan pengadaan berasnya melalui penyerapan beras dari
petani di dalam negeri.
Walaupun pemerintah telah memberikan
lampu hijau kepada Bulog untuk melakukan impor sejak dua bulan lalu,
namun Bulog juga meminta pemerintah melakukan sejumlah perbaikan dalam
pengambilan kebijakan.
“Pemerintah hendaknya tidak
memperlakukan Bulog seperti perusahaan swasta yang harus mengikuti
berbagai macam prosedur perizinan untuk melakukan importasi. Izin impor
untuk Bulog harus diberikan dengan prosedur yang tidak berbelit,
sehingga importasi dapat segera dilakukan,” pinta Sutarto.
Selain itu, dia juga meminta pemerintah
memberikan anggaran untuk penugasan stabilisasi harga bahan pangan yang
diserahkan kepada Bulog. “Apabila Bulog harus melaksanakan penugasan
stabilisasi dengan dana sendiri, fungsi stabilisasi tidak akan berjalan
maksimal,” tegasnya.
Lebih rendah
Sementara itu, kinerja Bulog dalam
kegiatan pengadaan beras selama semester I tahun 2014 ternyata tidak
lebih baik dari kinerja pada periode yang sama pada tahun lalu, bahkan
menurun. Sampai dengan tanggal 18 Juli 2014, total pengadaan Perum Bulog
selama semester I tahun 2014 mencapai 1.864.378 ton. Jumlah itu lebih
rendah dibandingkan pengadaan yang terjadi pada periode yang sama tahun
lalu sebanyak 2.423.599 ton.
Menurut Sutarto, rendahnya pengadaan
beras oleh Bulog pada semester I tahun 2014 antara lain disebabkan
tingginya harga gabah dan beras selama Januari-Juni 2014 yang selalu
berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Data Bulog menyebutkan, rata-rata harga
gabah kering panen (GKP) di tingkat penggilingan selama Januari-Juni
2014 adalah Rp4.287/kg atau 27,97% di atas HPP. Sedangkan rata-rata
harga beras termurah di tingkat konsumen pada Januari-Juni 2014 adalah
Rp8.983/kg atau 36,11% di atas HPP.
Dengan pengadaan Bulog sebesar itu,
ungkap Sutarto, maka stok beras yang dikuasai Bulog per 18 Juli 2014
mencapai 1,902.136 ton. “Stok ini cukup aman bagi kebutuhan penyaluran
beras Raskin selama 7,77 bulan,” ucapnya.
Dia juga menegaskan, meskipun stok beras
Bulog semester I tahun 2014 lebih rendah dari periode yang sama tahun
lalu, namun karena telah dilakukan pemerataan stok di berbagai daerah,
maka upaya stabilisasi beras di tingkat konsumen melalui penyaluran
Raskin atau antisipasi gejolak harga masih bisa dilakukan dengan baik.
Bulog menilai, selama periode
Januari-Juni 2014 harga beras di tingkat konsumen masih stabil. Kondisi
stabil itu terutama dipicu oleh kegiatan penyaluran beras Raskin kepada
15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) setiap bulannya sehingga sejumlah
RTS tersebut tidak melakukan pembelian di pasar.
Terkait penyaluran Raskin, Sutarto
menyatakan, hingga 18 Juli 2014, Bulog telah menyalurkan Raskin ke
rumah tangga sasaran sebanyak 1.886.591 ton atau telah mencapai 67,49%
dari pagu Raskin pada tahun ini sebanyak 2,79 juta ton.
Terkait dengan stabilisasi harga beras
selama Ramadhan dan menghadapi Idul Fitri, Sutarto menyatakan Bulog
telah menjalankan tugasnya untuk melakukan stabilisasi harga beras dan
komoditas pangan lainnya.
http://agroindonesia.co.id/2014/08/06/bulog-pun-mulai-impor/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar