Jumat, 15 Agustus 2014

Prabowo – SBY : Jangan Ada Dusta Di antara Kita



Sungguh menarik mencermati perkembangan dan situasi politik sekarang terkini, utamanya proses penyelenggaraan pemilu pilpres 2014 dan sidang MK atas gugatan pasangan Prabowo Hatta, menarik dicermati hal-hal sebagai berikut:
  1. Bahwa terlihat jelas arah dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan diambli oleh majelis hakim, yang dipatut diantisipasi oleh capres Prabowo (tidak termasuk Hatta), yaitu : “MK kemungkinan besar akan memutuskan tindakan-tindakan KPU terkait dengan penyelenggaraan pilpres 2014 : Inkonstitusional”.
  2. Putusan MK tersebut: mungkin seluruhnya atau pun sebagian. Jika seluruhnya, maka pilpres diulang untuk seluruh Indonesia. Jika sebagian, maka Pilpres ulang akan diselenggarakan di beberapa propinsi atau kabupaten/kota saja.
Dapat juga MK mempertimbangkan, penghitungan ulang di samping pemilihan ulang, baik seluruhnya atau pun hanya sebagian.
Namun apapun diputuskan MK nanti, ada satu hal yang harus benar-benar diperhatikan oleh capres Prabowo, yaitu : kemungkinan adanya hidden agenda (maksud tersembunyi) Presiden SBY.

Berdasarkan fakta dan analisa terhadap fakta tersebut di atas, capres Prabowo harus menentukan sikap secepatnya, guna mengantisipasi semua kemungkinan yang dapat terjadi.
Kenali Karakter SBY
Presiden SBY patut diduga memiliki hidden agenda (tujuan tersembunyi) politik tertentu, yang didasarkan pada asumsi, informasi dan /atau fakta sebagai berikut :
  1. Fakta bahwa Presiden SBY, keluarga inti Cikeas dan kerabat dekat keluarga Cikeas, saat ini masih memiliki potensi kasus yang akan diusut oleh KPK. Diantaranya adalah kasus terkait korupsi Bail Out Bank Century. Terkait dugaan korupsi itu sudah diagendakan KPK untuk dimulai penyelidikan terhadap keluarga Cikeas, tanggal 15 Januari 2015 mendatang).
Kasus – kasus korupsi itu terkait dengan Nazaruddin, Bunda Putri (Silvia Soleha), korupsi migas (Petral, Kernel Oil) dan lain-lain.
  1. Fakta bahwa Sifat dan karakter SBY yang “Trust No Body”. Mustahil bagi SBY mau menggantungkan nasib diri dan keluarganya, terutama terkait dengan proses hukum yang mungkin terjadi kepada pihak lain, termasuk kepada Prabowo Subianto.
·  Dari point 1 dan 2 di atas, dapat disimpulkan SBY akan menempuh segala cara agar kasus hukum itu tidak menjerat diri dan keluarganya.
Satu-satunya solusi rasional yang menjadi pilihan ideal Presiden SBY adalah menempatkan dirinya harus dapat berkuasa kembali. Setidak-tidaknya hingga sampai komisioner baru KPK terbentuk, di mana SBY harus memastikan, baik semua atau sebagian dari 5 komisioner KPK periode mendatang adalah orang
kepercayaannya atau masih terkait keluarga atau dengan dirinya.

Periodeisasi komisioner KPK jilid 3 akan berakhir, pertama adalah Busyro Muqqodas pada 17 Desember 2014, menyusul Komisioner KPK yang lain pada 17 Desember 2015.
  1. Dapat diprediksi bahwa Presiden SBY akan mengejar target minimal point 3 di atas, yakni menggunakan segala cara agar tetap dapat berkuasa, setidaknya mengendalikan kekuasaan hingga tanggal 17 Desember 2015. Mungkin dapat lebih cepat, jika sudah ada kepastian mengenai calon komisioner KPK terpilih dari hasil fit and proper test (test kepatutan dan kelayakan) di DPR.
·  Fakta bahwa pada tahun 2012 lalu, disebut-sebut ada usaha dari presiden SBY untuk menjajaki perubahaan UUD45 melalui lobi-lobi yang dilakukan oleh Jendral Endriantono Sutarto terhadap para anggota DPR dan DPR. Lobi itu diperkuat ketua DPD Irman Gusman. Hasilnya tidak memuaskan.

·  Fakta bahwa pada Desember 2013 lalu, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengajukan gugatan ke MK untuk permohonan pelaksanaan pemilu serentak dengan alasan sesuai amanat konstitusi UUD 1945.

Meski MK akhirnya menolak permohonan itu, langkah Yusril itu harus dipahami sebagai bagian rencana SBY untuk menunda pemilu legislatif dan pemilu presiden. Dengan demikian dimungkinkan bagi Presiden SBY untuk mendapat kesempatan memperpanjang mandat konstitusi hingga 1-2 tahun lagi.
  1. Fakta bahwa Yusril sebelumnya telah menikmati banyak “konsesi politik” dari Presiden SBY (SP3 kasus sisminbakhum, kemenangan kader Yusril, Hamdan Zulva menjadi ketua MK, adik Yusril, Yusron IM jadi dubes RI di Jepang, partai Yusril, PBB diloloskan KPU, Barullah Akbar dimenangkan MK agar jadi tetap menjadi anggota BPK, dll).
Sementara itu, BELUM SATU PUN PRESTASI dihasilkan Yusril untuk membayar konsesi presiden itu. Kita dapat menganalisa kemana atau dalam bentuk apa PRESTASI Yusril yang akan diserahkan kepada SBY.
  1. Yusril pernah kelepasan ucapan bahwa dia menolak tawaran presiden SBY untuk menjadi Ketua MK, dan sebaliknya Yusril secara ekspilisit mengatakan bahwa dirinya lebih baik berada di luar MK, karena akan lebih efektif dalam mendukung atau mewujudkan rencana besar SBY.
·  Terkait sosok capres – cawapres yang dimunculkan pada saat pilpres 2014, tidak dapat disangkal bahwa terdapat peran besar Presiden SBY dalam pengondisiannya.
·  Konstelasi politik dalam dan luar negeri yang terjadi selama beberapa tahun terakhir menjelang penyelenggaran pemilu presiden 2014, menunjukan bahwa Indonesia sebagai bangsa dan negara sedang dalam ancaman besar. Ancaman itu datang dari dalam dan dari luar, di mana kekuatan-kekuatan tertentu berkolaborasi untuk satu tujuan bersama : menguasai Indonesia melalui pemilu presiden 2014.

Dari konstelasi politik dalam dan luar negeri itu, dapat dianalisa dan dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa munculnya fenomena Joko Widodo bukanlah merupakan sebuah kebetulan atau terjadi begitu saja. Rencana dan persiapan dalam rangka mendudukan Joko Widodo menjadi presiden Indonesia, merupakan sebuah proses panjang yang melibatkan sumber daya sangat besar dari berbagai pihak terkait.

Bahwa terlibatnya kekuatan atau negara asing dalam rencana menjadikan Joko Widodo sebagai presiden Indonesia melalui pemilu presiden 2014 sudah dimulai sejak tahun 2006, atau sekurang-kurangnya sejak tahun 2008. Hal ini terlihat dari serangkaian kegiatan dan usaha yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat, yang dapat kita temukan faktanya pada bocoran informasi wikileaks.

Bahwa dengan membonceng agenda AS dalam memerangi terorisme Indonesia, di mana kota Solo dijadikan pusat medan perang terhadap terorisme, Joko Widodo secara tidak langsung telah dijadikan komoditi politik pihak tertentu untuk dijajakan kepada pihak AS yang saat itu sedang ‘all out’ menjalankan perang terhadap terorisme global.

Bahwa serangkaian kunjungan pejabat-pejabat tinggi AS ke Solo dan bertemu dengan Joko Widodo tidak semata-mata dalam konteks perang terhadap terorisme, melainkan juga proses pematangan rencana menjadikan Joko Widodo sebagai calon presiden.

Bahwa terdapat kaitan erat antara penetapan status tersangka korupsi sejumlah tokoh Islam oleh KPK, yang diikuti dengan pembunuhan karakter melalui politainment dan pembentukan opini publik yang masif oleh media-media nasional, di mana semua itu adalah dalam rangka menghancurkan harkat, martabat serta citra Islam di Indonesia, dalam rangka memuluskan rencana Joko Widodo sebagai capres yang mengusung simbol tokoh moderat, abangan dan sekuler.

Kasus hukum Lufti Hassan Ishaq, Anas Urbaningrum, Rudi Rubiandini, Akil Muchtar dan seterusnya, tidak dapat dianggap sebagai kasus hukum murni dengan begitu biasnya berita-berita media yang mempublikasikan segala sesuatu seputar kasus hukum mereka secara bombamtis dan sistematis yang ditujukan pada penghancuran citra islam. Semua ini ditujukan untuk menciptakan situasi kebatinan dan pikiran rakyat Indonesia mengenai tokoh islam.

Indikasi-indikasi Peran SBY

Presiden SBY sebenarnya dapat setiap saat mendorong penetapan status tersangka terhadap Joko Widodo. Laporan tentang korupsi-korupsi Jokowi sewaktu menjabat walikota Solo, dapat dipastikan sampai ke meja SBY, namun tetap dibiarkan hingga Jokowi dapat mengikuti Pilkada Gubernur DKI Jakarta.

Demikian juga tentang korupsi Joko Widodo saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, mulai dari dugaan korupsi program KJS, KJP, Bus Trans Jakarta, hingga dugaan korupsi program bantuan perumahan (kampung deret). Bukti-bukti keterlibatan Jokowi dalam berbagai korupsi itu sudah lebih dari cukup untuk mendorong Jokowi sebagai tersangka. Namun tidak terlihat upaya serius dari Presiden SBY.

Presiden SBY dimungkinkan untuk mengagalkan Jokowi – Ahok sebagai pemenang pilkada DKI Jakarta melalui berbagai kasus korupsi dan pidana lain (yang biasanya jadi modus SBY menghentikan langkah lawan politiknya), namun itu tidak dilakukannya.

Khusus untuk Cawagub Basuki Tjahja Purnama (Ahok), Presiden dipastikan telah mengetahui dan mendapat laporan status hukum Ahok sebagai tersangka pada tindak pidana penyerobotan hutan lindung dan penambangan liar di Kawasan Hutan Lindung Gunung Nayo, Belitung.

Presiden SBY dikenal sifat dan karakternya sebagai pribadi perfectionist, comprehensive dalam menilai dan menganalisa, sangat teliti dan hati-hati, mustahil mendadak mengabaikan segala sesuatu terkait informasi latar belakang kehidupan Jokowi, yang sudah disebut-sebut sebagai capres terfavorit. Mustahil SBY tidak tahu siapa Jokowi sebenarnya, terutama keterkaitan jokowi dengan paham dan jaringan komunis.

SBY sudah terbukti piawai dalam memanfaatkan sumber daya dimiliki dan mengendalikan infrastruktur pemilu untuk mendapatkan hasil pemilu legislatif sesuai dengan keinginannya : mulai dari distribusi suara partai-partai, sampai dengan “seleksi” para kader PD yang diloloskan atau tidak diloloskan sebagai caleg terpilih.

Menjadi pertanyaan besar kenapa kemampuan SBY melakukan hal itu pada pemilu legislatif tidak digunakannya lagi pada pemilu pilpres.

Jika dicermati seksama dan direnungkan mendalam, batalnya SBY mengusung capres sendiri di detik-detik terakhir tenggat waktu penetapan capres oleh KPU, mengindikasikan SBY ingin berperan maksimal di belakang layar tanpa menyita perhatian publik. SBY punya agenda pribadi yang tersembunyi.

SBY secara sengaja dan mudah dibuktikan telah melakukan “pembiaran” terhadap hal-hal sebagai berikut :
  1. Pencetakan lebih dari 200 juta eksemplar KTP pada proyek pengadaan EKTP, dan membiarkan penuntasan kasus korupsi proyek EKTP berlarut-larut sampai hari ini.
·  Pembiaran terhadap penghapusan atau peniadaan Pusat Monitoring Tabulasi Suara Nasional KPU, yang pada pemilu/pilpres sebelumnya selalu ada, baik dalam bentuk Layar TV raksasa di Hotel Borobudur Jakarta, atau pun media pendukung Pusat Tabulasi Suara Nasional.

Sarana penting ini pada pemilu sebelumnya selalu menjadi dasar rujukan atau pedoman utama bagi seluruh pihak untuk mengetahui hasil pemilu/pilpres dari detik ke detik, sejak dimulainya perhitungan suara di TPS hingga hasil rekap suara nasional secara resmi ditetapkan dan diumumkan KPU.

Kenapa Pusat Tabulasi Suara Nasional KPU pada pemilu pilpres 2014 ditiadakan?
  1. Tidak adanya sosialisasi dan kampanye masif dan kontinue terkait pelaksaan pemilu dan pilpres 2014. Sangat berbeda dengan pemilu/pilpres sebelumnya yang gema dan suasananya sangat meriah dan menjadi pesta politik rakyat. Pemilu /pilpres 2014 seolah-seolah sengaja tidak melibatkan rakyat luas.
·  Presiden SBY patut diduga secara sengaja membentuk opini dan persepsi publik, seolah – olah SBY dan Partai Demokrat bersikap netral, untuk meredusir kecurigaan publik terhadap keterlibatan SBY sebagai aktor utama di balik terjadinya situasi dan kondisi seperti yang terjadi pada saat pilpres sampai sekarang ini.

·  Jika diperhatikan secara seksama, terlihat jelas bagaimana pihak – pihak yang sebelumnya diketahui berada dalam barisan SBY, tiba-tiba secara sistematis dan terlalu demonstratif mengubah label mereka menjadi anti Prabowo.

Pihak-pihak ini kemudian secara vulgar “melakukan banyak kesalahan” yang dengan mudah dipakai menjadi bagian dari bukti yang menjadi dasar pertimbangan majelis MK dalam menetapkan keputusannya. Contohnya : Saiful Mujani, Siti Musda Mulia dll.
  1. Disengaja atau tidak sengaja, SBY patut diduga telah mendorong atau setidak-tidaknya telah membiarkan kecurangan-kecurangan yang begitu “brutal” oleh kubu Jokowi dan KPU. Semua patut diduga dikondisikan SBY, tujuannya untuk memberi penguatan terhadap putusan MK dalam sengketa pilpres.
·  Presiden SBY semestinya dapat menindak tegas oknum-oknum pimpinan Polri yang telah berpihak, termasuk pimpinan polri yang nyata-nyata terindikasi melakukan ”pengkhianatan’ dengan membangun kesepakatan (deal) tertentu dengan Joko Widodo atau tim suksesnya, sehingga pelanggaran hukum pada pemilu presiden dapat terjadi secara sistematis, terstruktur, masif dan signifikan.

·  Pembiaran yang dilakukan Presiden SBY terhadap pengkhianatan, keberpihakan, pelanggaran oleh unsur-unsur pimpinan TNI, terutama Polri merupakan sikap yang sulit diterima akal sehat, bilamana SBY memang serius menginginkan pemilu presiden 2014 berlangsung secara jujur dan adil.

·  Mustahil Presiden SBY tidak mengetahui betapa banyak unsur pimpinan TNI-Polri yang bertindak diskriminatif dan berpihak membantu kubu Jokowi-JK, bahkan turut serta secara aktif melakukan pelanggaran-pelanggaran pemilu presiden untuk keuntungan atau kemenangan kubu Jokowi-JK.

·  Berdasarkan informasi, Kapolri dan Jokowi bahkan telah menjalin hubungan intens paska pertemuan pertama mereka saat Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu.

Hubungan kekerabatan Kapolri – Jokowi atau setidaknya kedua tokoh itu berasal dari daerah yang sama (Surakarta) mungkin menjadi motif antara mereka untuk menjalin hubungan erat. membangun kesepakatan dan bersinergi untuk memenangkan Jokowi dalam pilpres 2014.

·  Patut diduga penyebutan nama Ibas (Edhie Baskoro Yudhoyono) dan Agus Yudhoyono di depan pengadilan Tipikor pada awal Februari 2012 lalu melalui kesaksian Marteen Gerhard Rummesser (Deputi SKK Migas) yang disebut atas arahan Kapolri yang disampaikan pada pertemuan rahasia Kapolri Sutarman dengan petinggi-petinggi SKK Migas di Gangnam International Grand Widjaja Jakarta Selatan sehari sebelum sidang kesaksian Marteen digelar, tidak semata-mata terkait kasus hukum, melainkan juga bermotif politik untuk delegitimasi SBY.

·  Mudah bagi semua pihak menyimpulkan bahwa SBY dengan sengaja membiarkan bahkan mungkin mendorong media-media untuk terus menyiarkan berita-berita atau informasi bernuansa provokasi dan agitasi ke publik. Tujuannya, agar terbentuk potensi benturan, gesekan atau friksi antar massa pendukung dari masing-masing capres.

·  Terkait informasi mengenai minimnya logistik dan dana pembiayaan pemilu pilpres yang disalurkan tim sukses Prabowo- Hatta, jika info ini benar, kemungkinan besar dana pilpres yang semula sudah tersedia, mendadak dihentikan. Diduga Kemungkinan besar akan dialihkan alokasi dananya dalam rangka mengantisipasi terjadinya pemilu presiden ulang yang mungkin akan diputuskan MK nanti.

·  Fenomena lain yang tidak mungkin diabaikan adalah bahasa tubuh dan raut wajah SBY yang selalu terlihat ceria sumringah. Bahasa tubuh dan raut wajah disimpulkan dengan penilaian bahwa Presiden SBY tampil dalam kondisi kebatinan yang sangat percaya diri, senang dan bahagia. Menggambarkan bahwa perkembangan politik sekarang ini sudah atau masih sesuai dengan harapan dan keinginan SBY. Singkatnya, semua berjalan sesuai rencana SBY.

·  Analisa terhadap hubungan SBY – Yusril dapat menghasilkan kesimpulan bahwa Yusril sebagai pakar hukum tata negara, mengemban tugas khusus untuk membantu SBY dan MK agar putusan MK atas sengketa pilpres dapat diselaraskan dengan maksud dan rencana SBY sebelumnya.
Pertanyaan besar yang belum terjawab adalah :
  1. Apakah Capres Prabowo mengetahui persis grand scenario Presiden SBY terhadap pilpres? Apakah Prabowo merupakan bagian dari grand scenario ini atau ia hanya merupakan ‘tool’ atau alat bagi SBY semata?
Bilamana Prabowo ternyata sama sekali tidak mengetahui hidden agenda SBY tersebut, dapat dipastikan posisi politik Prabowo di mata SBY tidak lebih dari sekedar proxy atau tool, yang dimanfaatkan SBY untuk mewujudkan kepentingan pribadinya.
  1. Tindakan apa yang sebaiknya harus dilakukan Prabowo jika benar dirinya telah dimanipulasi dan dimanfaatkan SBY?
Solusi terbaik bagi Prabowo adalah ia harus segera menemui Presiden SBY, sebelum putusan MK ditetapkan. Prabowo harus berbicara empat mata dengan SBY dan menuntut keterbukaan serta penjelasan dari Presiden SBY.
“Jangan sampai ada dusta SBY terhadap Prabowo”
  1. Jika SBY tetap tidak bersedia terbuka dan jujur, tindakan apa yang harus dilakukan Prabowo?
Untuk mencegah Prabowo menjadi korban pengelabuan dan pemanfaatan SBY, Prabowo harus tegaskan sikapnya, yang diikuti dengan rencana memaparkan semua fakta yang ada kepada rakyat Indonesia. Agar rakyat sadar bahwa segala permasalahan, kebuntuan dan konflik terkait pilpres patut diduga adalah hasil dari perbuatan SBY.

Prabowo harus berani menyampaikan penilaiannya, bahwa jika benar SBY telah melakukan pembiaran dan pengondisian terhadap konstelasi politik saat ini. Prabowo harus berani menyampaikan bahwa Presiden SBY harus bertanggungjawab bilamana terjadi bencana politik yang ditimbulkan akibat pelaksanaan pilpres 2014 yang amburadul dan sarat kecurangan ini.

Penutup

Jika Prabowo tidak mengantisipasi kemungkinan – kemungkinan tersebut di atas, dapat dipastikan, sebagai berikut :
  1. MK akan memutuskan sebagian atau seluruh proses penyelenggaran pemilu pilpres yang dilakukan KPU, dinyatakan inkonstitusional dan atau telah melanggar berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·  Berdasarkan point 1 tersebut di atas, maka KPU dinyatakan bersalah dan seluruh putusan dan produk hukum yang ditetapkan KPU terkait pilpres dinyatakan batal demi hukum. Pemilu pilpres dapat batal seluruhnya atau batal sebagian. Dan Pilpres dapat diputuskan diulang seluruhnya atau diulang sebagian (hanya pada kabupaten kota tertentu saja).

·  Bisa jadi MK memutuskan gugatan Prabowo-Hatta ditolak seluruhnya atau sebagian, di mana pada akhirnya Jokowi-JK tetap dinyatakan sebagai pemenang atau presiden dan wakil presiden terpilih.

http://yudisamara.org/2014/08/14/prabowo-sby-jangan-ada-dusta-di-antara-kita/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar