Sungguh menarik mencermati
perkembangan dan situasi politik sekarang terkini, utamanya proses
penyelenggaraan pemilu pilpres 2014 dan sidang MK atas gugatan pasangan Prabowo
Hatta, menarik dicermati hal-hal sebagai berikut:
- Bahwa terlihat jelas arah dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan diambli oleh majelis hakim, yang dipatut diantisipasi oleh capres Prabowo (tidak termasuk Hatta), yaitu : “MK kemungkinan besar akan memutuskan tindakan-tindakan KPU terkait dengan penyelenggaraan pilpres 2014 : Inkonstitusional”.
- Putusan MK tersebut: mungkin seluruhnya atau pun sebagian. Jika seluruhnya, maka pilpres diulang untuk seluruh Indonesia. Jika sebagian, maka Pilpres ulang akan diselenggarakan di beberapa propinsi atau kabupaten/kota saja.
Dapat juga MK mempertimbangkan,
penghitungan ulang di samping pemilihan ulang, baik seluruhnya atau pun hanya
sebagian.
Namun apapun diputuskan MK nanti,
ada satu hal yang harus benar-benar diperhatikan oleh capres Prabowo, yaitu :
kemungkinan adanya hidden agenda (maksud tersembunyi) Presiden SBY.
Berdasarkan fakta dan analisa
terhadap fakta tersebut di atas, capres Prabowo harus menentukan sikap
secepatnya, guna mengantisipasi semua kemungkinan yang dapat terjadi.
Kenali Karakter SBY
Presiden SBY patut diduga memiliki
hidden agenda (tujuan tersembunyi) politik tertentu, yang didasarkan pada
asumsi, informasi dan /atau fakta sebagai berikut :
- Fakta bahwa Presiden SBY, keluarga inti Cikeas dan kerabat dekat keluarga Cikeas, saat ini masih memiliki potensi kasus yang akan diusut oleh KPK. Diantaranya adalah kasus terkait korupsi Bail Out Bank Century. Terkait dugaan korupsi itu sudah diagendakan KPK untuk dimulai penyelidikan terhadap keluarga Cikeas, tanggal 15 Januari 2015 mendatang).
Kasus – kasus korupsi itu terkait
dengan Nazaruddin, Bunda Putri (Silvia Soleha), korupsi migas (Petral, Kernel
Oil) dan lain-lain.
- Fakta bahwa Sifat dan karakter SBY yang “Trust No Body”. Mustahil bagi SBY mau menggantungkan nasib diri dan keluarganya, terutama terkait dengan proses hukum yang mungkin terjadi kepada pihak lain, termasuk kepada Prabowo Subianto.
· Dari point 1 dan 2 di atas, dapat disimpulkan
SBY akan menempuh segala cara agar kasus hukum itu tidak menjerat diri dan
keluarganya.
Satu-satunya solusi rasional yang
menjadi pilihan ideal Presiden SBY adalah menempatkan dirinya harus dapat
berkuasa kembali. Setidak-tidaknya hingga sampai komisioner baru KPK terbentuk,
di mana SBY harus memastikan, baik semua atau sebagian dari 5 komisioner KPK
periode mendatang adalah orang
kepercayaannya atau masih terkait keluarga atau dengan dirinya.
kepercayaannya atau masih terkait keluarga atau dengan dirinya.
Periodeisasi komisioner KPK jilid 3
akan berakhir, pertama adalah Busyro Muqqodas pada 17 Desember 2014, menyusul
Komisioner KPK yang lain pada 17 Desember 2015.
- Dapat diprediksi bahwa Presiden SBY akan mengejar target minimal point 3 di atas, yakni menggunakan segala cara agar tetap dapat berkuasa, setidaknya mengendalikan kekuasaan hingga tanggal 17 Desember 2015. Mungkin dapat lebih cepat, jika sudah ada kepastian mengenai calon komisioner KPK terpilih dari hasil fit and proper test (test kepatutan dan kelayakan) di DPR.
· Fakta bahwa pada tahun 2012 lalu,
disebut-sebut ada usaha dari presiden SBY untuk menjajaki perubahaan UUD45
melalui lobi-lobi yang dilakukan oleh Jendral Endriantono Sutarto terhadap para
anggota DPR dan DPR. Lobi itu diperkuat ketua DPD Irman Gusman. Hasilnya tidak
memuaskan.
· Fakta bahwa pada Desember 2013 lalu, pakar
hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengajukan gugatan ke MK untuk
permohonan pelaksanaan pemilu serentak dengan alasan sesuai amanat konstitusi
UUD 1945.
Meski MK akhirnya menolak permohonan
itu, langkah Yusril itu harus dipahami sebagai bagian rencana SBY untuk menunda
pemilu legislatif dan pemilu presiden. Dengan demikian dimungkinkan bagi
Presiden SBY untuk mendapat kesempatan memperpanjang mandat konstitusi hingga
1-2 tahun lagi.
- Fakta bahwa Yusril sebelumnya telah menikmati banyak “konsesi politik” dari Presiden SBY (SP3 kasus sisminbakhum, kemenangan kader Yusril, Hamdan Zulva menjadi ketua MK, adik Yusril, Yusron IM jadi dubes RI di Jepang, partai Yusril, PBB diloloskan KPU, Barullah Akbar dimenangkan MK agar jadi tetap menjadi anggota BPK, dll).
Sementara itu, BELUM SATU PUN
PRESTASI dihasilkan Yusril untuk membayar konsesi presiden itu. Kita dapat
menganalisa kemana atau dalam bentuk apa PRESTASI Yusril yang akan diserahkan
kepada SBY.
- Yusril pernah kelepasan ucapan bahwa dia menolak tawaran presiden SBY untuk menjadi Ketua MK, dan sebaliknya Yusril secara ekspilisit mengatakan bahwa dirinya lebih baik berada di luar MK, karena akan lebih efektif dalam mendukung atau mewujudkan rencana besar SBY.
· Terkait sosok capres – cawapres yang
dimunculkan pada saat pilpres 2014, tidak dapat disangkal bahwa terdapat peran
besar Presiden SBY dalam pengondisiannya.
· Konstelasi politik dalam dan luar negeri yang
terjadi selama beberapa tahun terakhir menjelang penyelenggaran pemilu presiden
2014, menunjukan bahwa Indonesia sebagai bangsa dan negara sedang dalam ancaman
besar. Ancaman itu datang dari dalam dan dari luar, di mana kekuatan-kekuatan
tertentu berkolaborasi untuk satu tujuan bersama : menguasai Indonesia melalui
pemilu presiden 2014.
Dari konstelasi politik dalam dan
luar negeri itu, dapat dianalisa dan dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa munculnya fenomena Joko Widodo
bukanlah merupakan sebuah kebetulan atau terjadi begitu saja. Rencana dan
persiapan dalam rangka mendudukan Joko Widodo menjadi presiden Indonesia,
merupakan sebuah proses panjang yang melibatkan sumber daya sangat besar dari
berbagai pihak terkait.
Bahwa terlibatnya kekuatan atau
negara asing dalam rencana menjadikan Joko Widodo sebagai presiden Indonesia
melalui pemilu presiden 2014 sudah dimulai sejak tahun 2006, atau
sekurang-kurangnya sejak tahun 2008. Hal ini terlihat dari serangkaian kegiatan
dan usaha yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat, yang dapat kita temukan
faktanya pada bocoran informasi wikileaks.
Bahwa dengan membonceng agenda AS
dalam memerangi terorisme Indonesia, di mana kota Solo dijadikan pusat medan
perang terhadap terorisme, Joko Widodo secara tidak langsung telah dijadikan
komoditi politik pihak tertentu untuk dijajakan kepada pihak AS yang saat itu
sedang ‘all out’ menjalankan perang terhadap terorisme global.
Bahwa serangkaian kunjungan
pejabat-pejabat tinggi AS ke Solo dan bertemu dengan Joko Widodo tidak
semata-mata dalam konteks perang terhadap terorisme, melainkan juga proses
pematangan rencana menjadikan Joko Widodo sebagai calon presiden.
Bahwa terdapat kaitan erat antara
penetapan status tersangka korupsi sejumlah tokoh Islam oleh KPK, yang diikuti
dengan pembunuhan karakter melalui politainment dan pembentukan opini publik
yang masif oleh media-media nasional, di mana semua itu adalah dalam rangka
menghancurkan harkat, martabat serta citra Islam di Indonesia, dalam rangka
memuluskan rencana Joko Widodo sebagai capres yang mengusung simbol tokoh
moderat, abangan dan sekuler.
Kasus hukum Lufti Hassan Ishaq, Anas
Urbaningrum, Rudi Rubiandini, Akil Muchtar dan seterusnya, tidak dapat dianggap
sebagai kasus hukum murni dengan begitu biasnya berita-berita media yang
mempublikasikan segala sesuatu seputar kasus hukum mereka secara bombamtis dan
sistematis yang ditujukan pada penghancuran citra islam. Semua ini ditujukan
untuk menciptakan situasi kebatinan dan pikiran rakyat Indonesia mengenai tokoh
islam.
Indikasi-indikasi Peran SBY
Presiden SBY sebenarnya dapat setiap
saat mendorong penetapan status tersangka terhadap Joko Widodo. Laporan tentang
korupsi-korupsi Jokowi sewaktu menjabat walikota Solo, dapat dipastikan sampai
ke meja SBY, namun tetap dibiarkan hingga Jokowi dapat mengikuti Pilkada
Gubernur DKI Jakarta.
Demikian juga tentang korupsi Joko
Widodo saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, mulai dari dugaan korupsi program
KJS, KJP, Bus Trans Jakarta, hingga dugaan korupsi program bantuan perumahan
(kampung deret). Bukti-bukti keterlibatan Jokowi dalam berbagai korupsi itu
sudah lebih dari cukup untuk mendorong Jokowi sebagai tersangka. Namun tidak
terlihat upaya serius dari Presiden SBY.
Presiden SBY dimungkinkan untuk
mengagalkan Jokowi – Ahok sebagai pemenang pilkada DKI Jakarta melalui berbagai
kasus korupsi dan pidana lain (yang biasanya jadi modus SBY menghentikan
langkah lawan politiknya), namun itu tidak dilakukannya.
Khusus untuk Cawagub Basuki Tjahja
Purnama (Ahok), Presiden dipastikan telah mengetahui dan mendapat laporan
status hukum Ahok sebagai tersangka pada tindak pidana penyerobotan hutan
lindung dan penambangan liar di Kawasan Hutan Lindung Gunung Nayo, Belitung.
Presiden SBY dikenal sifat dan
karakternya sebagai pribadi perfectionist, comprehensive dalam menilai dan
menganalisa, sangat teliti dan hati-hati, mustahil mendadak mengabaikan segala
sesuatu terkait informasi latar belakang kehidupan Jokowi, yang sudah
disebut-sebut sebagai capres terfavorit. Mustahil SBY tidak tahu siapa Jokowi
sebenarnya, terutama keterkaitan jokowi dengan paham dan jaringan komunis.
SBY sudah terbukti piawai dalam
memanfaatkan sumber daya dimiliki dan mengendalikan infrastruktur pemilu untuk
mendapatkan hasil pemilu legislatif sesuai dengan keinginannya : mulai dari
distribusi suara partai-partai, sampai dengan “seleksi” para kader PD yang
diloloskan atau tidak diloloskan sebagai caleg terpilih.
Menjadi pertanyaan besar kenapa
kemampuan SBY melakukan hal itu pada pemilu legislatif tidak digunakannya lagi
pada pemilu pilpres.
Jika dicermati seksama dan
direnungkan mendalam, batalnya SBY mengusung capres sendiri di detik-detik
terakhir tenggat waktu penetapan capres oleh KPU, mengindikasikan SBY ingin
berperan maksimal di belakang layar tanpa menyita perhatian publik. SBY punya
agenda pribadi yang tersembunyi.
SBY secara sengaja dan mudah
dibuktikan telah melakukan “pembiaran” terhadap hal-hal sebagai berikut :
- Pencetakan lebih dari 200 juta eksemplar KTP pada proyek pengadaan EKTP, dan membiarkan penuntasan kasus korupsi proyek EKTP berlarut-larut sampai hari ini.
· Pembiaran terhadap penghapusan atau peniadaan
Pusat Monitoring Tabulasi Suara Nasional KPU, yang pada pemilu/pilpres
sebelumnya selalu ada, baik dalam bentuk Layar TV raksasa di Hotel Borobudur
Jakarta, atau pun media pendukung Pusat Tabulasi Suara Nasional.
Sarana penting ini pada pemilu
sebelumnya selalu menjadi dasar rujukan atau pedoman utama bagi seluruh pihak
untuk mengetahui hasil pemilu/pilpres dari detik ke detik, sejak dimulainya
perhitungan suara di TPS hingga hasil rekap suara nasional secara resmi
ditetapkan dan diumumkan KPU.
Kenapa Pusat Tabulasi Suara Nasional
KPU pada pemilu pilpres 2014 ditiadakan?
- Tidak adanya sosialisasi dan kampanye masif dan kontinue terkait pelaksaan pemilu dan pilpres 2014. Sangat berbeda dengan pemilu/pilpres sebelumnya yang gema dan suasananya sangat meriah dan menjadi pesta politik rakyat. Pemilu /pilpres 2014 seolah-seolah sengaja tidak melibatkan rakyat luas.
· Presiden SBY patut diduga secara sengaja
membentuk opini dan persepsi publik, seolah – olah SBY dan Partai Demokrat
bersikap netral, untuk meredusir kecurigaan publik terhadap keterlibatan SBY
sebagai aktor utama di balik terjadinya situasi dan kondisi seperti yang
terjadi pada saat pilpres sampai sekarang ini.
· Jika diperhatikan secara seksama, terlihat
jelas bagaimana pihak – pihak yang sebelumnya diketahui berada dalam barisan
SBY, tiba-tiba secara sistematis dan terlalu demonstratif mengubah label mereka
menjadi anti Prabowo.
Pihak-pihak ini kemudian secara
vulgar “melakukan banyak kesalahan” yang dengan mudah dipakai menjadi bagian
dari bukti yang menjadi dasar pertimbangan majelis MK dalam menetapkan
keputusannya. Contohnya : Saiful Mujani, Siti Musda Mulia dll.
- Disengaja atau tidak sengaja, SBY patut diduga telah mendorong atau setidak-tidaknya telah membiarkan kecurangan-kecurangan yang begitu “brutal” oleh kubu Jokowi dan KPU. Semua patut diduga dikondisikan SBY, tujuannya untuk memberi penguatan terhadap putusan MK dalam sengketa pilpres.
· Presiden SBY semestinya dapat menindak tegas
oknum-oknum pimpinan Polri yang telah berpihak, termasuk pimpinan polri yang
nyata-nyata terindikasi melakukan ”pengkhianatan’ dengan membangun kesepakatan
(deal) tertentu dengan Joko Widodo atau tim suksesnya, sehingga pelanggaran
hukum pada pemilu presiden dapat terjadi secara sistematis, terstruktur, masif
dan signifikan.
· Pembiaran yang dilakukan Presiden SBY
terhadap pengkhianatan, keberpihakan, pelanggaran oleh unsur-unsur pimpinan
TNI, terutama Polri merupakan sikap yang sulit diterima akal sehat, bilamana
SBY memang serius menginginkan pemilu presiden 2014 berlangsung secara jujur
dan adil.
· Mustahil Presiden SBY tidak mengetahui betapa
banyak unsur pimpinan TNI-Polri yang bertindak diskriminatif dan berpihak
membantu kubu Jokowi-JK, bahkan turut serta secara aktif melakukan
pelanggaran-pelanggaran pemilu presiden untuk keuntungan atau kemenangan kubu
Jokowi-JK.
· Berdasarkan informasi, Kapolri dan Jokowi
bahkan telah menjalin hubungan intens paska pertemuan pertama mereka saat
Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu.
Hubungan kekerabatan Kapolri –
Jokowi atau setidaknya kedua tokoh itu berasal dari daerah yang sama
(Surakarta) mungkin menjadi motif antara mereka untuk menjalin hubungan erat.
membangun kesepakatan dan bersinergi untuk memenangkan Jokowi dalam pilpres
2014.
· Patut diduga penyebutan nama Ibas (Edhie
Baskoro Yudhoyono) dan Agus Yudhoyono di depan pengadilan Tipikor pada awal
Februari 2012 lalu melalui kesaksian Marteen Gerhard Rummesser (Deputi SKK
Migas) yang disebut atas arahan Kapolri yang disampaikan pada pertemuan rahasia
Kapolri Sutarman dengan petinggi-petinggi SKK Migas di Gangnam International
Grand Widjaja Jakarta Selatan sehari sebelum sidang kesaksian Marteen digelar,
tidak semata-mata terkait kasus hukum, melainkan juga bermotif politik untuk
delegitimasi SBY.
· Mudah bagi semua pihak menyimpulkan bahwa SBY
dengan sengaja membiarkan bahkan mungkin mendorong media-media untuk terus
menyiarkan berita-berita atau informasi bernuansa provokasi dan agitasi ke
publik. Tujuannya, agar terbentuk potensi benturan, gesekan atau friksi antar
massa pendukung dari masing-masing capres.
· Terkait informasi mengenai minimnya logistik
dan dana pembiayaan pemilu pilpres yang disalurkan tim sukses Prabowo- Hatta,
jika info ini benar, kemungkinan besar dana pilpres yang semula sudah tersedia,
mendadak dihentikan. Diduga Kemungkinan besar akan dialihkan alokasi dananya
dalam rangka mengantisipasi terjadinya pemilu presiden ulang yang mungkin akan
diputuskan MK nanti.
· Fenomena lain yang tidak mungkin diabaikan
adalah bahasa tubuh dan raut wajah SBY yang selalu terlihat ceria sumringah.
Bahasa tubuh dan raut wajah disimpulkan dengan penilaian bahwa Presiden SBY
tampil dalam kondisi kebatinan yang sangat percaya diri, senang dan bahagia.
Menggambarkan bahwa perkembangan politik sekarang ini sudah atau masih sesuai
dengan harapan dan keinginan SBY. Singkatnya, semua berjalan sesuai rencana
SBY.
· Analisa terhadap hubungan SBY – Yusril dapat
menghasilkan kesimpulan bahwa Yusril sebagai pakar hukum tata negara, mengemban
tugas khusus untuk membantu SBY dan MK agar putusan MK atas sengketa pilpres
dapat diselaraskan dengan maksud dan rencana SBY sebelumnya.
Pertanyaan besar yang belum terjawab
adalah :
- Apakah Capres Prabowo mengetahui persis grand scenario Presiden SBY terhadap pilpres? Apakah Prabowo merupakan bagian dari grand scenario ini atau ia hanya merupakan ‘tool’ atau alat bagi SBY semata?
Bilamana Prabowo ternyata sama
sekali tidak mengetahui hidden agenda SBY tersebut, dapat dipastikan posisi
politik Prabowo di mata SBY tidak lebih dari sekedar proxy atau tool, yang
dimanfaatkan SBY untuk mewujudkan kepentingan pribadinya.
- Tindakan apa yang sebaiknya harus dilakukan Prabowo jika benar dirinya telah dimanipulasi dan dimanfaatkan SBY?
Solusi terbaik bagi Prabowo adalah
ia harus segera menemui Presiden SBY, sebelum putusan MK ditetapkan. Prabowo
harus berbicara empat mata dengan SBY dan menuntut keterbukaan serta penjelasan
dari Presiden SBY.
“Jangan sampai ada dusta SBY
terhadap Prabowo”
- Jika SBY tetap tidak bersedia terbuka dan jujur, tindakan apa yang harus dilakukan Prabowo?
Untuk mencegah Prabowo menjadi
korban pengelabuan dan pemanfaatan SBY, Prabowo harus tegaskan sikapnya, yang
diikuti dengan rencana memaparkan semua fakta yang ada kepada rakyat Indonesia.
Agar rakyat sadar bahwa segala permasalahan, kebuntuan dan konflik terkait
pilpres patut diduga adalah hasil dari perbuatan SBY.
Prabowo harus berani menyampaikan
penilaiannya, bahwa jika benar SBY telah melakukan pembiaran dan pengondisian
terhadap konstelasi politik saat ini. Prabowo harus berani menyampaikan bahwa
Presiden SBY harus bertanggungjawab bilamana terjadi bencana politik yang
ditimbulkan akibat pelaksanaan pilpres 2014 yang amburadul dan sarat kecurangan
ini.
Penutup
Jika Prabowo tidak mengantisipasi
kemungkinan – kemungkinan tersebut di atas, dapat dipastikan, sebagai berikut :
- MK akan memutuskan sebagian atau seluruh proses penyelenggaran pemilu pilpres yang dilakukan KPU, dinyatakan inkonstitusional dan atau telah melanggar berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
· Berdasarkan point 1 tersebut di atas, maka
KPU dinyatakan bersalah dan seluruh putusan dan produk hukum yang ditetapkan
KPU terkait pilpres dinyatakan batal demi hukum. Pemilu pilpres dapat batal
seluruhnya atau batal sebagian. Dan Pilpres dapat diputuskan diulang seluruhnya
atau diulang sebagian (hanya pada kabupaten kota tertentu saja).
· Bisa jadi MK memutuskan gugatan Prabowo-Hatta
ditolak seluruhnya atau sebagian, di mana pada akhirnya Jokowi-JK tetap
dinyatakan sebagai pemenang atau presiden dan wakil presiden terpilih.
http://yudisamara.org/2014/08/14/prabowo-sby-jangan-ada-dusta-di-antara-kita/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar