Minggu, 01 Januari 2012

Kebijakan Pangan Sepotong-potong, Bulog Tidak Maksimal

Kebijakan pemerintah terkait keberadaan Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam mendukung terciptanya ketahanan pangan nasional dinilai masih  sepotong-potong. "Kinerja Bulog tidak bisa maksimal karena kebijakan yang dikeluarkan pemerintah masih sepotong-potong terutama kebijakan yang bersentuhan dengan bahan pangan," kata ekonom dari Universitas Brawijaya Prof Dr Achmad Erani Yustika di Malang, Jawa Timur, Ahad (1/1).

Guru Besar Bidang Ekonomi Pembangunan itu mencontohkan, kebijakan pengadaan beras. Menurutnya, ketersediaan stok beras lokal yang tidak mencapai target pada 2011, semata-mata disebabkan oleh harga beli dari petani sangat murah. Petani lebih memilih menjual langsung ke pasaran ketimbang ke Bulog. Dampaknya, pemerintah harus mendatangkan beras impor 2,25 juta ton karena target pengadaan tidak tercapai.

Tidak tercapainya pengadaan beras tersebut selain karena petani enggan menjual hasil panennya ke Bulog juga adanya gagal panen dan perubahan cuaca. Seharusnya, kata Erani, fungsi Bulog dikembalikan lagi seperti sebelumnya yang menangani sembilan komoditas bahan pangan pokok dengan diberi kewenangan lebih luas dan kuat, agar mampu bersaing dengan sistem distribusi bahan pangan yang oligopoli dan menguasai pasar.

Sembilan komoditas pokok yang seharusnya ditangani Bulog di antaranya adalah beras, gula, minyak goreng, jagung, kedelai, gandum, telur, dan daging. Lebih lanjut Erani mengatakan, jika sistemnya masih tetap seperti saat ini (oligopoli), ketahanan pangan dan harga bahan pangan akan semakin sulit dijangkau masyarakat kurang mampu karena mahal.

Ia mengemukakan, dulu Bulog memiliki peranan cukup besar di pasar. Namun saat ini sudah dipangkas habis-habisan dan hanya diberi kewenangan menangani beras saja. Sebenarnya, katanya, meski diberi kewenangan hanya untuk menangani satu komoditas saja, yakni beras, juga tidak masalah asal pemerintah memberikan anggaran yang memadai. Kalau anggaran memadai, bisa membeli beras diatas harga pasar.

Saat ini, lanjutnya, Bulog ketakutan untuk bertindak, karena takut dibidik KPK, sehingga yang menjadi korban adalah masyarakat, ketersediaan bahan pangan (beras) bagi masyarakat minim. "Kembalikan peran Bulog seperti semula dan diberikan kewenangan lebih luas, agar tidak ragu-ragu dalam bertindak untuk menyediakan bahan pangan rakyat dengan membeli hasil produksi beras petani dan tidak harus impor," tegasnya.

Tahun 2011, pemerintah Indonesia mengimpor beras sebanyak 2,25 juta ton karena pertumbuhan produksi padi (beras) lokal minus 1,6 persen. Padahal, untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyat, seharusnya minimal tumbuh lima persen.

Sumber : Metrotvnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar