Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi dilema saat laporan soal
korupsi dalam pengadaan bus Transjakarta masuk. Pimpinan lembaga
antirasuah itu terbelah. Ada yang ingin agar Gubernur Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta Joko Widodo alias Jokowi, kini calon presiden, diusut.
Sebagian mengusulkan agar KPK tidak usah mengambil kasus itu.
"Yang menolak beralasan kasus melibatkan Jokowi itu bisa menjadi senjata makan tuan buat KPK," kata seorang sumber merdeka.com Jumat pekan lalu. Sebab, kata dia, popularitas Jokowi sedang di atas awan.
Alhasil,
menurut sumber itu, tuduhan miring terhadap Jokowi begitu dicinta dan
dielukan masyarakat akan dicibir publik. Mereka bakal menuduh balik KPK
berpihak pada lawan Jokowi dan menyebar fitnah.
Juru bicara KPK
Johan Budi S.P. membantah pihaknya menghadapi dilema. Dia menjelaskan
laporan manipulasi anggaran dalam pengadaan armada Transjakarta itu
sudah lebih dulu diselidiki oleh Kejaksaan Agung. "Kejaksaan sudah lebih
dulu menyelidiki, jadi kami tidak bisa mengambil alih," ujarnya saat
dihubungi lewat telepon selulernya hari ini.
Jokowi dinilai
telah berbohong soal laporan bus berkarat dan rusak kepada publik. Ketua
Forum Warga Kota (Fakta) Azas Tigor Nainggolan menegaskan dirinya yang
paling mendesak Jokowi agar segera melaporkan kasus itu ke KPK. Namun,
menurut dia, Jokowi tidak kunjung melakukan hal itu.
"Justru saya
yang berkali-kali dorong Jokowi agar melaporkan kasus korupsi pembelian
bus Transjakarta ke KPK. Tapi berhubung tidak dilaporkan juga, ya saya
yang lapor ke KPK," kata Tigor Kamis pekan lalu melalui pesan singkat,
seperti dilansir gatra.com.
Kenyataannya kini sulit
mengkritik Jokowi. Berita-berita memojokkan mantan wali kota Solo itu
bakal ditanggapi negatif oleh pembaca. Pengamat politik dari lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro membenarkan Jokowi besar lantaran
media. "Dia itu menjadi besar karena faktor media bukan internal PDIP,"
tuturnya saat dihubungi melalui telepon selulernya semalam.
Pengamat
politik dari Universitas Parahyangan Asep Warlan mengatakan saat ini
muncul fenomena masyarakat menyukai calon presiden instan. "Fenomena
Jokowi membuktikan masyarakat lebih suka terhadap pemimpin instan
bermodal blusukan," katanya seperti dilansir bandung.bisnis.com.
Menurut
dia, kualitas Jokowi masih harus dipertanyakan. Dia mempersoalkan
apakah Jokowi sudah berbuat banyak untuk indonesia? "Urus Jakarta saja
belum terlihat perubahannya," ujarnya.
Dia mengaku heran dengan
tingginya kegandrungan masyarakat terhadap Jokowi. Padahal Jokowi muncul
dengan sekadar modal blusukan. Asep menilai pengalaman Jokowi memimpin
Solo belum bisa menjadi modal kuat untuk memimpin Indonesia. "Tidak
cukup modal seperti itu. Pemimpin harus punya pemikiran bagus, visi misi
dan tindakannya juga bagus."
Rupanya hasil kerja keras
wartawan-wartawan binaan PDIP berhasil. Citra Jokowi melambung selangit.
Dia kini menjelma seperti manusia setengah dewa: bersih tanpa dosa.
https://id.berita.yahoo.com/manusia-setengah-dewa-022715167.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar