Guna menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok untuk jangka panjang,
pemerintah diminta mengembalikan peran Bulog dan memberikan kewenangan
lebih untuk mengendalikan distribusi dan mengintervensi harga komoditas
pokok.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza
Damanik menilai penting bagi upaya menjaga stabilitas harga pangan
strategis jangka panjang dengan mengembalikan peran Bulog dan memberi
kewenangan lebih luas.
Bulog, katanya, tidak hanya diberi
kewenangan menjaga suplai beras dan menyalurkannya kepada masyarakat
miskin, tetapi juga menjaga suplai sejumlah komoditas strategis seperti
tepung, gula, minyak sayur, kedelai, dan lain-lain.
“Pemerintah
juga harus melakukan intervensi terhadap kebutuhan pokok dengan tidak
menyerahkan harga sepenuhnya kepada mekanisme pasar,” katanya belum lama
ini.
Intervensi dengan penetapan standar harga untuk sejumlah
komoditas pokok dinilai bisa menjaga stabilitas harga jangka panjang.
Serta diharapkan mampu meningkatkan produktivitas petani dengan adanya
kepastian harga dari pemerintah dan mengurangi impor.
Selama ini,
kata Riza, pemerintah sepenuhnya menyerahkan kendali harga kepada
mekanisme pasar. Sehingga ketika keran impor dibuka, komoditas dari luar
negeri membanjiri pasar domestik dengan harga murah, sehigga petani
dalam negeri enggan memproduksi.
Dia menyebutkan lemahnya kontrol
pemerintah terhadap harga kebutuhan pokok, menyebabkan ketergantungan
yang tinggi terhadap impor. Imbasnya, petani lokal sulit mengembangkan
usaha pertanian berbasis kebutuhan pokok karena kalah bersaing dengan
komoditas impor.
“Mestinya, kalau mau swasembada dan mengurangi
impor, pemerintah harus mau mensubsidi petani dengan kepastian harga
produksi mereka. Di Amerika saja, kalau harga pasar anjlok,
pemerintahnya tetap membeli produk petani dengan harga pantas,
disubsidi,” tuturnya.
Menurutnya, sudah seharusnya menjelang
penerapan masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015, pemerintah mengembalikan
peran Bulog tidak hanya menyangkut suplai beras, tetapi juga kebutuhan
pokok lainnya.
Kartini Samon, Staf Asia Grain, sebuah organisasi
sipil di bidang keragaman hayati dan pertanian menilai pemerintah belum
memiliki political will yang kuat untuk melindungi petani, sehingga kebijakan yang diambil lebih pro pasar.
Dia
mencontohkan pada 1992, Indonesia pernah mengalami swasembada kedelai.
Namun kemudian, kebijakan impor membuat kedelai berharga murah dari luar
negeri menyerbu pasar domestik, dan membuat produksi dalam negeri turun
jauh.
“Penyebabnya, kedelai petani lokal tidak laku karena harga
impor lebih murah. Mereka jadi enggan menanam dan produksi jatuh,”
katanya.
Saat ini, hingga 70% kebutuhan kedelai dalam negeri
dipenuhi melalui impor. Padahal, jika pemerintah mau memberikan stimulus
lebih luas kepada petani, produksi dalam negeri bisa didongkrak.
http://finansial.bisnis.com/read/20140623/9/237912/pemerintah-diminta-kembalikan-peran-bulog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar