Pajak Pemkot Rp58 juta Tak Disetor ke Kas Negara
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Pada tahun 2006, terdapat setoran pajak belanja pemeliharaaan yang
kurang pungut dan tidak disetor pemegang kas Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) senilai Rp57,7 juta.
• Hal ini terjadi karena ada kesalahan dalam menetapkan jenis pajak.
Seharusnya, pajak atas biaya jasa pemeliharaan dan sewa dipungut dan
disetorkan ke pemegang kas.
• Merujuk pada aturan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23, tarif
pemotongan ditetapkan 6%. Tapi kenyataanya dikenakan pajak berdasarkan
PPh Pasal 22 dengan tarif 1,5%. Akibatnya terjadi kurang pungut dan
setor sebanyak Rp33 juta.
• Sudah begitu, seksi verifikasi juga tidak melakukan pengujian
terhadap pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh pemegang
kas. Akibatnya terjadi kekurangan pungut dan setor tersebut belum
dicatat pada laporan keuangan sebagai utang PFK (Perhitungan Fihak
Ketiga).
• Hal tersebut mengakibatkan pajak belum dipungut dan disetor ke kas
negara sebesar Rp57,7 juta. Permasalahan itu disebabkan kekurangpahaman
pemegang kas dalam menetapkan perhitungan pajak terhadap kegiatan yang
akan yang dikelolanya.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta lalai untuk memerintahkan para Kepala SKPD
guna menegur pemegang kas untuk memungut serta menyetor kekurangan
PPh Pasal 23 dan PPN ke kas negara.
• Wali Kota Surakarta tidak cermat dalam melaksanakan manajemen
organisasi yang efektif dengan tidak memerintahkan Kepala Bawasda guna
melanjutkan pemeriksaan atas pemungutan dan penyetoran pajak pada
seluruh SKPD.
Pelanggaran:
• Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. PP ini menyebutkan bendahara pengeluaran wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke
rekening kas negara.
• Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 Tanggal 24
Desember 2003 tentang Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Beserta
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan.
Bantuan Bencana Rp6,3 Miliar Dikelola di Luar Kas Daerah
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Pemkot Surakarta mendapat bantuan keuangan dari Pemprov Jawa
Tengah. Rp6,3 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp1,7 miliar direalisasikan
melalui rekening kas daerah. Sisanya Rp4,6 miliar tidak direalisasikan
melalui rekening kas daerah. Keduanya tidak dilaporkan dalam laporan
realisasi anggaran tahun 2006.
• Bantuan tersebut diperuntukkan bagi rehabilitasi dan rekontruksi
pascabencana Rp1,5 miliar. Oleh Pemkot Surakarta, dana dipakai untuk
perbaikan infrastruktur saluran Jalan Nyi Ageng Serang, Kenteng,
Semanggi. Namun, dana tersebut tidak diterima rekening kas daerah,
tetapi melalui rekening Pemkot Surakarta.
• Bantuan melalui rekening Pemkot Surakarta dicairkan melalui empat
tahap dengan jumlah Rp1,2 miliar. Sisanya Rp240 juta di setorkan ke kas
daerah. Sedangkan untuk bantuan pembangunan Pasar Klithikan Rp1,5 miliar
diterima melalui rekening Kasda Pemkot Surakarta. Sebelum bantuan
tersebut di gunakan, terlebih dahulu dicairkan dan ditampung ke
rekening Pemkot Surakarta.
• Sementara, bantuan Rp2,8 miliar dipergunakan untuk bantuan dana
pendidikan. Bantuan tersebut diterima dan dicairkan tidak melalui
rekening kas daerah tetapi rekening Pemkot Surakarta di Bank Jateng.
• Begitu pula untuk bantuan dan Pembinaan PB Bhineka Solo sebesar
Rp200 juta. Bantuan itu diterima rekening kas daerah di Bank Jateng
pada 7 Juni 2006. Namun, sebelum digunakan, bantuan itu ditransfer ke
rekening Pemkot Surakarta.
• Sedangkan bantuan Penyelenggaraan HKSN Rp250 juta diterima dan
dicairkan tidak melalui rekening kas daerah, tetapi melalui rekening
Pemkot Surakarta.
• Dengan begitu penyajian laporan perhitungan APBD tahun 2006 baik
penerimaan maupun belanja daerah, dicatat lebih rendah sebesar Rp6,3
miliar.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta kurang berkoordinasi dengan Gubernur Pemprov
Jawa Tengah dalam hal pengelolaan bantuan, sehingga seluruh penerimaan
dan pengeluaran bantuan dari Pemprov Jawa Tengah tidak dikelola melalui
mekanisme APBD.
• Wali Kota Surakarta kurang hati-hati dalam menjalankan dan mengawasi
arah kebijakan pengelolaan anggaran, sehingga terjadi berbagai
pelanggaran ketentuan yang menyangkut pengelolaan dana bantuan.
Pelanggaran:
• Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU ini
menyebutkan semua penerimaan yang jadi hak dan pengeluaran harus
dimasukkan ke APBD.
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Pasal 17 dan 57 PP ini menyebutkan semua penerimaan dan
pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang atau jasa dianggarkan
dalam APBD, dan semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas
umum daerah.
Program Dana Bergulir UKM Rp950 Juta Bermasalah
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Pada tahun 2006, Dinas Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Badan
Kredit Kecamatan (BKK) melakukan penyaluran dana bergulir. Anggaran
tersebut dibebankan pada belanja bagi hasil dan bantuan keuangan dalam
kegiatan bantuan kredit bergulir pada Koperasi, UKM dan KUB. Nilainya
sebesar Rp950 juta, dan telah direalisasikan melalui BKK Laweyan.
• Dalam perjanjian itu disebutkan, Dinas Koperasi dan UKM
bertanggungjawab menyeleksi calon penerima dana bergulir. Sedangkan BKK
bertanggung jawab menyalurkan dana dan menerima pelunasannya.
• Plafon pinjaman yang diberikan kepada setiap koperasi sebesar Rp7,5
juta. Sedangkan pada masing-masing UKM Rp5 juta. Jangka waktu
pengembalian 2 tahun. Peminjam dikenakan biaya bunga 6% per tahun.
• Pengembalian pokok pinjaman dan bunga dihimpun di BKK. Besarnya
bunga 6% diperuntukan untuk jasa BKK, pemupukan modal, dan untuk biaya
operasional Tim Monitoring Dinas Koperasi dan UKM, masing-masing 2%.
Namun, bagian bunga yang dialokasikan untuk pemupukan modal tersebut
langsung digulirkan kembali.
• Pelunasan dan perguliran kembali dana bergulir tersebut tidak
dicatat dalam laporan keuangan Pemkot Surakarta, dan hanya dibukukan
tersendiri oleh Dinas Koperasi dan UKM.
• Menurut ketentuan keuangan daerah, status dana bergulir tersebut
merupakan dana daerah yang dikelola oleh pihak ketiga. Karena itu
keberadaan dana bergulir harus dilakukan pencatatan pada neraca, karena
merupakan aset daerah. Selain itu, pendapatan bunga dan penggunaannya
juga diakui sebagai pendapatan dan belanja daerah yang seharusnya
dikelola dalam kerangka APBD.
• Kasubag Pembukuan dan Pemegang Kas Dinas Koperasi dan UKM mengaku
kebijakan akuntansi yang mengatur perlakuan dana bergulir belum diatur.
Selain itu perjanjian dana bergulir juga tidak menentukan secara jelas
tentang status dana bergulir tersebut serta jangka waktu pengguliran
dananya.
• Padahal sebelumnya pada tahun 2004, belanja kegiatan bantuan kredit
bergulir telah menjadi catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun pada Tahun Anggaran 2006 hal tersebut dilakukan kembali.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta lalai dengan tidak mengatur mekanisme
penatausahaan dan kebijakan akuntansi tentang dana bergulir yang
dikelola oleh unit kerja di lingkungan Pemkot Surakarta.
• Wali Kota Surakarta tidak cermat dalam mengelola dana bergulir,
hingga mengakibatkan belanja bagi hasil dan bantuan keuangan disajikan
lebih tinggi di laporan keuangan, yakni Rp950 juta, sedangkan
pengeluaran pembiayaan disajikan lebih rendah Rp950 juta.
• Wali Kota Surakarta lemah dalam manajemen akuntabilitas keuangan
negara, karena informasi yang disampaikan melalui neraca Pemkot
Surakarta tidak akurat, mengingat realisasi pendapatan dan belanja dari
bunga dana bergulir yang tercatat, termasuk penambahan investasi yang
berasal dari bunga dana bergulir, tidak mencerminkan nilai
sebenarnya.
Pelanggaran:
• Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 3
UU ini menyebutkan semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran
yang menjadi kewajiban harus dimasukkan dalam APBD.
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Pasal 1 PP ini menyebutkan keuangan daerah adalah semua
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah
yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
• Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Surakarta.
Pengelolaan Bantuan Keuangan Rp14,5 Miliar Melenceng
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Pada tahun 2006, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan (BHBK)
Pemkot Surakarta dianggarkan Rp59,6 miliar dan terealisasi Rp57,8
miliar.
• Namun, pengelolaan bantuan keuangan belum dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan. Hal itu terlihat dari belanja bantuan keuangan untuk
satu unsur kegiatan yang direalisasikan dari beberapa satuan kerja.
• Begitu pula bantuan keuangan sebesar Rp13,5 miliar yang diberikan
untuk kegiatan operasional perangkat daerah. Akibatnya, penyajian
belanja perangkat daerah yang seharusnya dijabarkan dalam belanja
operasi pemeliharaan (BOP) kurang Rp13,5 miliar.
• Pengelolaan belanja bantuan lainnya adalah bantuan kepada
masyarakat direalisasikan dari rekening BOP. Akibat pengeluaran
tersebut, penyajian dalam belanja perangkat daerah disajikan lebih
tinggi Rp998 juta.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta lalai mengawasi pengelolaan anggaran keuangan,
karena dengan pemberian belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang
lebih dari satu pintu telah mengakibatkan pemberian bantuan kurang
terkendali.
• Wali Kota Surakarta tidak cermat mengawasi kinerja panitia anggaran
eksekutif dalam meneliti usulan anggaran belanja pada masing-masing
satuan kerja, sehingga mengakibatkan salah saji sebesar RP14,5 miliar,
terdiri dari kurang saji belanja operasional dan pemeliharaan sebesar
Rp13,5 milar dan lebih saji bantuan keuangan yang direalisasikan dari
rekening BOP sebesar Rp998 juta.
Pelanggaran:
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Pasal 4 PP ini menyebutkan keuangan daerah dikelola
secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
• Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Surakarta.
• Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903 tahun 2006 mengenai
Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2006 dan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2005. Surat ini menyebutkan dalam
rangka akuntabilitas penyediaan belanja daerah, penganggaran bagi
hasil dan bantuan keuangan, serta belanja tak tersangka tidak
diperkenankan dianggarkan dalam belanja satuan kerja perangkat daerah
lainnya.
Kurang Koordinasi, Pemkot Surakarta Dapat Utang Rp1 Miliar
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Untuk menata para pedagang kaki lima (PKL), Pemkot Surakarta
merelokasi PKL di kawasan Monumen ’45 Banjarsari ke kawasan Semanggi,
Pasar Kliwon. Pembangunan tahap awal kawasan relokasi PKL yang disebut
dengan Pasar Klithikan Notoharjo Semanggi itu dibiayai dana APBD 2006
sebesar Rp5,5 miliar.
• Untuk pekerjaan peningkatan kawasan relokasi itu, Pemkot Surakarta
mengajukan permohonan bantuan dana ganjaran (In-Gub) kepada Pemprov Jawa
Tengah, yang kemudian direspons Gubernur Jateng dengan menerbitkan
keputusan otorisasi dana ganjaran dengan nilai bantuan Rp1 miliar
ditambah dana pendamping dari Pemkot Surakarta Rp100 juta.
• Pemkot Surakarta lalu membuat perjanjian pekerjaan lanjutan dengan
PT Surya Bayu Sejahtera dengan nilai proyek Rp1,1 miliar. Jangka waktu
penyelesaian pekerjaan tertulis paling lambat 7 Agustus 2006.
Pekerjaan
telah selesai dilaksanakan dan telah diserahterimakan pada 20 Juli
2006.
• Gubenur Jateng juga memberikan bantuan Rp1,5 miliar dengan dana
pendamping dari Pemkot Surakarta Rp150 juta. Pemkot Surakarta kemudian
membuat kontrak lanjutan untuk peningkatan Pasar Klithikan Semanggi
senilai Rp1,6 miliar. Dalam kontrak tersebut juga disebutkan pekerjaan
harus diselesaikan 7 Agustus 2006. Pekerjaan telah selesai dan sudah
diserahterimakan 7 Agustus 2006.
• Dari dua kontrak yang dibiayai dari dana ganjaran senilai Rp2,5
miliar itu, Pemkot Surakarta baru membayar Rp1,5 miliar. Artinya, masih
ada utang kepada PT Surya Bayu Sejahtera sebesar Rp1 miliar.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta kurang berkoordinasi dengan Pemprov Jateng
mengenai dana ganjaran yang akan diberikan, sehingga muncul keputusan
gubernur yang kedua tanpa disertai pembatalan keputusan yang pertama.
• Wali Kota Surakarta telah bertindak ceroboh dalam mengeksekusi
proyek pembangunan di wilayahnya, sehingga mengakibatkan pemborosan uang
negara yang membebani keuangan daerah sebesar Rp1 miliar.
Pelanggaran:
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Pasal 4 PP ini menyebutkan keuangan daerah dikelola
secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Laporan Keuangan Disusun Tanpa Pedulikan Aturan
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Laporan Keuangan Kota Surakarta tahun 2006 masih dibuat
berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 dan belum
dilakukan proses konversi sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
• Dengan begitu pertanggungjawaban terhadap pengelolaan keuangan Kota
Surakarta belum disusun dan disajikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• Akibatnya, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan kurang
dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan entitas lainnya.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta lalai tidak menetapkan pedoman pengelolaan
keuangan daerah sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yaitu dengan
menyusun Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang mengacu pada Standar
Akuntansi Pemerintahan.
• Wali Kota Surakarta lemah dalam manajemen akuntabilitas keuangan
negara, karena informasi yang disampaikan menjadi tidak terukur sebagai
bahan masukan untuk evaluasi, mengingat isi laporan tersebut tidak dapat
diperbandingkan dengan laporan keuangan entitas lainnya yang sudah
mengacu pada SAP.
Pelanggaran:
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. PP ini menyebutkan pemerintah daerah menyusun sistem
akuntansi pemerintahan daerah yang mengacu kepada standar akuntansi
pemerintahan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan. Pasal 6 PP ini menyebutkan pemerintah menyusun sistem
akuntansi pemerintah mengacu pada SAP.
Kurang Pengawasan, Kas Daerah Dibobol Vendor Rp11 juta
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Pada 2006, Pemkot Surakarta menganggarkan pengadaan meubelair untuk
sekolah dasar Rp1,5 miliar. Dari anggaran tersebut hanya direalisasi
sebesar Rp1,3 miliar. Pengadaan tersebut dilaksanakan oleh CV Andhika
Kencana, Semarang senilai Rp1 miliar. Anggaran itu untuk pengadaan
6.360 buah kursi siswa, 3.180 buah meja siswa, 159 buah meja guru, 159
buah kursi guru, dan 160 buah almari dua pintu. Waktu pelaksanaan
kontrak 75 hari dan berakhir Desember 2006.
• Namun, hingga berakhirnya kontrak pada 4 Desember 2006, CV Andhika
Kencana mengajukan permohonan perpanjangan waktu pekerjaan hingga akhir
Desember. Alasannya banyaknya hari libur sehingga tenaga kerja juga
ikut libur. Atas permohonan tersebut, Pemkot Surakarta setuju untuk
memberikan perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan selama 12 hari
hingga 15 Desember 2006.
• Perpanjangan waktu pekerjaan itu tertuang dalam addendum Kontrak
Nomor 027/4.025.1 Tanggal 4 Desember 2006. Dalam addendum itu, juga
dimuat klausul yang menyatakan jika hingga 15 Desember 2006 rekanan
belum menyelesaikan pekerjaan maka Pemkot Surakarta akan memberi
perpanjangan waktu lagi hingga 26 Desember 2006 dengan denda sesuai
ketentuan yang berlaku.
• Kenyataaanya, hingga 26 Desember 2006, CV Andhika Kencana masih
terdapat beberapa barang senilai Rp909 juta yang belum diterima. Atas
hal tersebut, Pemkot Surakarta melakukan pemutusan kontrak dengan CV
Andhika Kencana.
• CV Andhika Kencana lalu mengembalikan sisa uang muka Kerja Rp74
juta yang telah disetorkan ke kas daerah. Begitu juga terhadap jaminan
pelaksanaan sebesar Rp63 juta telah telah disetorkan ke kas daerah.
• Namun, denda atas sanksi keterlambatan penyelesaian kontrak
tersebut belum berhasil dipungut dari CV Andhika Kencana, yakni Rp11
juta. Pemkot Surakarta telah beberapa kali berupaya menagih, tapi belum
berhasil. Sesuai dengan kontrak, Pemkot dapat mengenakan denda sebesar
0,1%- 5% dari harga kontrak.
• Dengan tidak tertagihnya denda keterlambatan ini penerimaan daerah
yang bersumber dari denda keterlambatan sebesar Rp11,4 juta tertunda.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta lalai menerapkan kebijakan pengawasan yang
efektif dalam pemilihan vendor atau rekanan, sehingga Pemkot Surakarta
gagal menjalankan program yang sudah diamanatkan untuk memajukan sektor
pendidikan.
• Wali Kota Surakarta dan jajarannya tidak cermat dan kurang
hati-hati dalam melakukan penagihan, sehingga mengalami kerugian
potensial akibat tidak tertagihnya denda keterlambatan proyek sebesar
Rp11,4 juta.
Pelanggaran:
• Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Proyek Fasilitas PKL Bocorkan Uang Negara Rp65 juta
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Pada tahun 2006 Kantor Pengelolaan PKL Pemkot Surakarta
menganggarkan belanja pembangunan shelter PKL, pelataran, pemindahan
pagar BRC, dan saluran drainase kawasan Manahan senilai Rp1,3 miliar dan
terealisasi Rp1,1 miliar.
• Kontraktor proyek tersebut adalah PT Manira Arta Rama dengan nilai
kontrak Rp1 miliar dan waktu pelaksanaan pekerjaan 44 hari berakhir 31
Desember 2006. Pekerjaan telah selesai dilaksanakan dan diserahterimakan
15 Desember 2006.
• Pembayaran terhadap pekerjaan tersebut dilakukan tiga kali senilai
total Rp1,1 miliar. Namun, dari hasil pemeriksaan ternyata ada kelebihan
pembayaran yang digunakan untuk pekerjaan tambahan yang tidak
didukung dengan addendum kontrak yang memuat pekerjaan tambahan maupun
perubahan nilai kontrak.
• Menurut surat dari PT Manira Arta Rama, pekerjaan tambahan tersebut
terjadi saat Wali Kota meninjau proyek pada 27 November 2006. Dalam
peninjauan itu Wali Kota Surakarta merekomendasikan agar menambah
fasilitas MCK.
• Selain itu, juga terdapat Surat Kepala Kantor Pengelolaan PKL
kepada Wali Kota Surakarta mengenai izin menggunakan anggaran guna
melaksanakan pekerjaan tambahan berupa penyediaan fasilitas MCK. Surat
Permohonan tersebut baru disetujui Wali Kota pada 3 Januari 2007.
Sedangkan penerbitan SPM terkait telah dilakukan pada tanggal 29
Desember 2007. Nilainya Rp65 juta.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta lalai menerapkan kebijakan pengelolaan keuangan
yang efektif hingga terjadi pemborosan uang negara sebesar Rp65 juta
yang tidak melalui mekanisme yang sah, yang bermula dari kunjungan Wali
Kota.
• Wali Kota Surakarta abai dan tidak cermat terhadap persepsi Kepala
Kantor Pengelolaan PKL yang merasa ada perintah penambahan dan kelalaian
bendahara umum daerah dalam melakukan persetujuan atas pembayaran tidak
memperhatikan kelengkapan dokumen yang sah dalam penagihan.
Pelanggaran:
• Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah,
serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah,
dan Penyusunan Perhitungan APBD.
• Instruksi Walikota Surakarta Nomor 903/001/2/2006 Tanggal 1 Maret
2006 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan APBD Kota
Surakarta Tahun 2006. Lampiran instruksi itu mennyatakan jika terdapat
sisa dana kegiatan dari pelaksanaan tender, pemilihan langsung, maupun
negosiasi penunjukan langsung, tidak dapat dipergunakan lagi dan harus
disetor ke kas daerah.
Program Bantuan Pulsa Pejabat Pemkot Bobol Kas Rp149 juta
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Pada tahun 2006, Pemkot Surakarta menganggarkan biaya bantuan
telepon atau bantuan pulsa kepada para pejabat di seluruh unit kerja
yang dibebankan pada pos belanja barang dan jasa. Bantuan tersebut
berupa pembayaran tunai yang diberikan selama 12 bulan. Tujuannya untuk
membantu koordinasi dan komunikasi antar pejabat apabila berada di luar
kantor.
• Ironisnya pengendalian biaya bantuan telepon tersebut hanya diatur
dalam Surat Keputusan Wali Kota Nomor 060 tanggal 12 Agustus 2005
tentang Standarisasi Indeks Biaya Kegiatan Pemeliharaan, Pengadaan dan
Honorarium, serta Harga Satuan Bangunan Tahun 2006. Namun, tidak ada SK
Wali Kota yang dapat dijadikan dasar pengeluaran atas bantuan telepon
tersebut.
• Namun, berdasarkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) terungkap
bantuan telepon pada 21 SKPD sebesar Rp149 juta tidak didukung
bukti-bukti pertanggungjawaban yang memadai dan sah. Pertanggungjawaban
hanya berupa kwitansi penerimaan uang bantuan telepon dari
masing-masing pejabat yang menerima.
• Pengeluaran biaya telepon yang tidak sesuai ketentuan tersebut
mengakibatkan realisasi biaya telepon tidak dapat diyakini kebenarannya
dan merugikan keuangan daerah minimal Rp149 juta.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta tidak cermat menerapkan kebijakan pengawasan
dan pengelolaan keuangan yang efektif terhadap pelaksana kegiatan hingga
terjadi pengeluaran biaya telepon sebesar Rp149 juta yang tanpa
disertai bukti lengkap.
• Wali Kota Surakarta lalai memerintahkan kepada pejabat yang
berwenang untuk menarik kembali bantuan biaya telepon yang telah
dibayarkan minimal sebesar Rp149 juta dan menyetorkannya ke kas daerah.
Pelanggaran:
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. PP ini menyatakan keuangan daerah dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas
keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat, dan setiap
pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak
yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
• Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata
Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan
Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Pendapatan dan
Belanja. Kepmendagri ini menyebut pengguna anggaran wajib
mempertanggungjawabkan uang yang digunakan dengan membuat SPJ yang
dilampiri bukti-bukti yang sah.
Berbagai Temuan Terus Berulang
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Bila diihat dari Sistem Pengendalian Intern (SPI) manajemen
pengelolaan keuangan daerah Pemkot Surakarta juga masih menunjukkan
lemahnya pengendalian.
• Buktinya temuan di tahun sebelumnya, masih dijumpainya pada tahun
2006. Temuan yang kerap berulang diantaranya yakni penerbitan SPM yang
melebihi anggarannya.
• Selain itu juga ada pengeluaran-pengeluaran yang dapat
diklasifikasikan sebagai belanja modal dianggarkan sebagai Belanja
Operasional Pemeliharaan atau sebaliknya.
• Temuan berulang lainnya yakni barang cetakan yang sudah tidak
terpakai namun tetap masih dicatat pada neraca. Permasalahan dana
bergulir yang belum disajikan dalam neraca juga masih ditemukan
berulanag.
Kesimpulan:
• Di bawah kepemimpinan Wali Kota Joko Widodo, perbaikan manajemen di
Pemkot Solo terkait dengan pengelolaan keuangan daerah belum tercapai.
Selain itu pengendalian atas realisasi anggaran menjadi tidak
terkontrol.
• Wali Kota Solo gagal membangkitkan semangat dan kesadaran aparatnya
untuk pengendalian pelaksanaan kegiatan. Wali Kota Surakarta seharusnya
bisa menjadi contoh sekaligus tegas memberi sanksi kepada para pejabat
agar menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan agar permasalahan
yang sama tidak terulang.
Pelanggaran:
• Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pasal 20 UU ini menyebutkan pejabat
wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan. Pejabat juga diwajibkan memberikan jawaban atau penjelasan
kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan
Manajemen Pengelolaan Kekayaan Bermasalah
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Masalah yang menyangkut manajemen pembagian tugas mengenai
pengelolaan keuangan daerah juga masih dijumpai di Pemkot Surakarta. Di
antaranya yakni belum memadainya diskripsi tugas pengelolaan kekayaan
daerah. Hal ini dapat terlihat dari koordinasi antar bagian dalam Kantor
Keuangan Daerah dan dengan Kantor Pengelolaan Aset Daerah yang belum
intensif.
• Hal ini dibuktikan dengan perbedaan beberapa data laporan keuangan
antar bagian yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan
keuangan. Misalnya perbedaan input SPJ yang disahkan antara Seksi
Verifikasi dan Seksi Pembukuan.
• Kondisi serupa terjadi dalam pengelolaan kekayaan daerah. Kantor
Pengelolaan Aset Daerah mengoordinasi pengelolaan barang daerah. Tapi
kenyataannya untuk aset bergerak dikelola Bagian Umum Sekda Kota
Surakarta.
• Adapun, pencatatan untuk aset-aset yang berasal dari luar
mekanisme APBD dan penilaian atas harga tanah dilakukan oleh Kantor
Keuangan Daerah (Seksi Pembukuan) dengan bantuan konsultan penilai aset.
Akibatnya data aset daerah tidak terpusat pada Kantor Pengelolaan Aset
Daerah.
• Review dan persetujuan transaksi keuangan Pemkot Surakarta juga
belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari verifikasi SPJ yang belum
dilaksanakan sesuai pengeluaran riil. Seksi Verifikasi yang
bertanggungjawab atas pengujian kebenaran realisasi belanja dan
pengelolaan administrasi keuangan, belum optimal.
• Hasil verifikasi terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ) menunjukan
belum dapat dimanfaatkan Seksi Pembukuan. Sebaliknya, memasukkan kontra
pos sebagai bagian dari belanja yang disahkan.
• Dengan begitu, Seksi Pembukuan mendasarkan pencatatannya pada
SPMU dikurangi kontra pos dan sisa kas di Pemegang Kas yang diinputkan
berdasarkan setoran kontra pos/ sisa UUDP. Akibatnya beberapa pencatatan
belanja riil baru diketahui setelah ada setoran sisa kas dari Pemegang
Kas.
• Hal tersebut mengakibatkan laporan yang disajikan dalam laporan
keuangan kurang akurat.Hal ini terjadi karena belum dilaksanakannya
tupoksi masing-masing SKPD dan kurangnya koordinasi antarpetugas
pelaksana pengelolaan keuangan.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta gagal mendelegasikan wewenangnya kepada Kantor
Pengelolaan Aset Daerah & Bagian Umum melaksanakan tugas sesuai
tupoksinya.
• Wali Kota Surakarta tidak tegas dalam menegur atau memerintahkan
petugas aparat pelaksana pengelolaan keuangan untuk meningkatkan
pengujian dan verifikasi serta koordinasi dalam penyusunan laporan
keuangan.
Pelanggaran:
• Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta.
Tak Ada Panduan, Pengamanan & Tata Usaha Harta Amburadul
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Terkait dengan sistem pengendalian intern, hasil pemeriksaan
menemukan beberapa persyaratan pengamanan harta/ aktiva yang belum
memadai. Hal ini terjadi karena kebijakan akuntansi aktiva daerah belum
disusun.
• Penambahan aset pada 2006 dicatat berdasarkan jumlah realisasi
belanja modal. Namun pelaksanaannya realisasi Belanja Operasional dan
Pemeliharaan (BOP) digunakan untuk belanja aset tetap dan barang
inventaris. Dana yang dikelola diluar mekanisme APBD digunakan untuk
belanja aset tetap. Akibatnya, aktiva yang dibiayai dari belanja selain
belanja modal tidak diakui sebagai aktiva tetap.
• Penyajian rekening persediaan juga belum didukung laporan
persediaan oleh masing-masing satuan kerja. Satuan Kerja belum
mengelola dan melaporkan nilai persediaan seluruhnya. Sudah begitu,
laporan persediaan satker tidak dapat diyakini kebenarannya, misalnya
saldo persediaan obat pada Instalasi Farmasi, belum termasuk saldo
persediaan pada UPTD Puskesmas.
• Begitu pula dengan persediaan karcis laporan Dipenda yang belum
termasuk sisa persediaan di cabang dinas. Persediaan yang dilaporkan
tidak sesuai dengan persediaan di gudang. Karcis yang sudah tidak
terpakai juga masih tercatat.
• Dinas Dukcapil juga jarang melakukan stock opname karcis dan
penyimpanannya tidak baik. Jadi, sulit membandingkan pencatatan dengan
stok fisik di gudang.
• Hal ini mengakibatkan tujuan pengendalian intern atas aktiva tetap
tidak tercapai. Selain itu aktiva daerah yang direalisasikan dari
belanja mengakibatkan nilai aktiva tidak termonitor dan berpotensi tidak
disajikan.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta gagal mendelegasikan wewenangnya secara efektif
kepada Tim Penyusun Anggaran Eksekutif agar lebih cermat meneliti dan
menetapkan alokasi pembebanan anggaran. Begitu pun dengan Kepala SKPD
yang tidak optimal melakukan administrasi gudang sesuai dengan
ketentuan.
• Wali Kota Surakarta tidak memiliki itikad untuk memperbaiki
pengelolaan keuangan daerah karena tak kunjung menerbitkan kebijakan
akuntansi melalui Surat Keputusan Wali Kota. Akibatnya pencatatan aktiva
belum memiliki pedoman kebijakan akuntansi yang jelas, termasuk tentang
kapitalisasi aktiva tetap.
Pelanggaran:
• UU No. 1/ 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU ini menyebut
pengguna barang dan/ kuasa pengguna barang wajib mengelola &
menatausahakan barang milik negara/ daerah yang berada dalam
penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. PP ini menyebut Keuangan Daerah dikelola secara tertib,
taat aturan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
DAU & Dana Bantuan InGub Jadi Pinjaman
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Kas Daerah merupakan uang milik daerah yang dikelola oleh Kantor
Kas Daerah, dalam bentuk uang tunai maupun rekening bank. Pada tahun
anggaran 2006 Pemerintah Kota Surakarta melakukan penyimpanan dana
daerah dalam delapan rekening giro dan lima rekening deposito.
• Pengelolaan Kas tersebut dibawah Kantor Keuangan Daerah sebagai
Bendaharawan Umum Daerah. Sedangkan sisa dana, baik yang berasal dari
sisa DAK, DAU, Ingub maupun dari pendapatan bunga dimasukkan ke rekening
Kas Daerah Khusus. Akibatnya tidak ada dana yang tersisa pada Rekening
Kas Daerah Khusus.
• Pengelolaan dana yang berasal dari DAU dan dana bantuan Ingub
sebelum digunakan untuk belanja daerah dana digunakan terlebih dahulu
sebagai pinjaman. Pinjaman tersebut digunakan untuk pengeluaran belanja
yang anggarannya belum tersedia.
• Penggunaan uang daerah tersebut tidak mengikuti mekanisme
pengelolaan APBD, karena tidak melalui kendali anggaran serta tidak
menggunakan SPM. Rincian penggunaan uang daerah tersebut antara lain
digunakan sebagai pinjaman kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP)
sebesar Rp138 juta.
• Selain itu dana tersebut juga digunakan sebagai pinjaman kepada
Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya (Diparsenibud) sebesar Rp200
juta. Selain itu juga di gunakan sebagai pinjaman kepada Kantor
Keuangan Daerah (KKD) sebesar Rp30 juta.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta gagal mencapai tujuan pengendalian intern atas
kas tidak tercapai, seiring dengan penggunaan uang daerah yang tidak
terkendali dan menimbulkan peluang penyalahgunaan uang daerah.
• Wali Kota Surakarta tidak tegas terhadap Bendaharan Umum Daerah
yang mengelola kas tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Pelanggaran:
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Dalam Pasal 61 disebutkan bahwa setiap pengeluaran
harus didukung bukti lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh
pihak yang menagih.
• Selanjutnya juga disebutkan pengeluaran kas yang mengakibatkan
beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum raperda tentang APBD ditetapkan
dan ditempatkan dalam lembaran daerah. Berikutnya Pasal 65 menyebut
pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasar SPM yang
diterbitkan pengguna anggaran.
Dana Aspirasi Rp185 juta Terabas Aturan
Sumber: LHP BPK atas Kota Surakarta Tahun 2006 Nomor 93a/R/XIV.Yk/05/2007
Uraian:
• Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dianggarkan kegiatan Aspirasi Masyarakat. Anggaran itu
dibebankan pada Pos Belanja Operasional dan Pemeliharaan. Nilainya
sebesar Rp527 juta. Dari anggaran tersebut yang telah direalisasikan
sebesar Rp323 juta.
Penyerapan aspirasi masyarakat dilakukan pada bulan
April, Agustus, dan Desember 2006.
• Sekalipun begitu masih terdapat pengeluaran pada Agustus dan
Desember 2006 yang dilakukan oleh Pemegang Kas sebelum barang dan jasa
diterima. Nilainya sebesar Rp185 juta.
• Akibatnya pembayaran yang dilakukan tanpa melalui proses
penelitian kelengkapan bukti pembayaran dan proses pengujian kebenaran
perhitungan tagihan yang diterbitkan Pengendali Kegiatan atau
Pengguna Anggaran. Mekanisme pembayaran tersebut dapat melemahkan
pengendalian karena pengeluaran belanja menjadi tidak terkendali dan
tidak terukur.
• Selain itu mekanisme pembayaran tersebut juga mengakibatkan
tujuan pengendalian intern atas belanja tidak tercapai. Hal ini terjadi
karena Pemegang Kas tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai
ketentuan. Pengguna Anggaran yang telah melakukan otorisasi kegiatan
tidak sesuai ketentuan.
Kesimpulan:
• Wali Kota Surakarta tidak cermat dan lalai dalam mengarahkan aparat
pengelola keuangan daerah. Akibatnya, bagian Verifikasi yang tidak
melaksanakan fungsinya sesuai ketentuan.
• Wali Kota Surakarta juga tidak tegas terhadap para Pengguna
Anggaran, Pemegang Kas, dan Bagian Verifikasi, agar dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku.
Pelanggaran:
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Dalam Pasal 21 disebutkan pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh
dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah. Dalam Pasal 4,disebutkan bahwa Keuangan Daerah dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
http://yudisamara.wordpress.com/2014/07/04/daftar-korupsi-jokowi-tahun-2007-berdasarkan-temuan-bpk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar