PERNAH dengar istilah mikul dhuwur mendem jero? Ungkapan kuno dalam
bahasa Jawa itu bermakna harfiah ‘mengangkat tinggi memendam
dalam-dalam’. Namun, makna pokoknya merupakan ajaran filsafat, bagaimana
berperilaku terhadap orang yang berjasa. Balas budi. Sebaliknya, bila
ada salah atau kilaf dari orangtua, maka Si Anak wajib mengubur
dalam-dalam kekilafan tersebut. Itu ajaran budi pekerti yang berkembang
dalam kebudayaan Jawa. Ajaran itu berlaku bukan sebatas hubungan
anak-orangtua. Menjadi nilai sopan-santun.
Standar etikanya, yang dibantu wajib menghormati jasa yang membantu.
Sebutlah murid kepada guru di sekolah atau guru mengaji. Penerapan etika
itu bertujuan luhur. Supaya saling menghormati sekaligus menciptakan
keharmonisan dalam kehidupan bersama. Ajaran budaya itu berkembang kuat
di lingkungan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Bila ada orang Jawa
yang menyimpang dari etika itu, bisa menuai sanksi sosial. Bentuk
sanksinya penilaian miring. Bisa dijuluki orang tak tahu diri, tak
bermoral, kurang ajar, dan istilah macam-macam yang bersifat tidak baik.
Ajaran itu mestinya juga dipahami Joko Widodo alias Jokowi. Apalagi
dia orang Solo! Mungkin karena itu pula, seorang wartawati yang pernah
akrab dengan Jokowi menjadi dongkol berat. Nama wartawan itu Nanik S
Deyang. Perempuan berdarah tulen Jawa itu bekerja sebagai wartawan
tabloid The Politic yang berpusat di Jakarta. Sebagai peliput berita
politik, Nanik S Deyang akrab dengan Jokowi maupun Bos Partai Gerindra
Prabowo Subianto, terutama saat proses pencalonan Gubernur Jakarta akhir
2012.
Nanik tahu detil fakta, bagaimana Prabowo gigih berjuang agar Jokowi
berhasil menjadi Gubernur DKI. Prabowo sampai empat kali menemui Ketua
Umum PDI Perjuangan Megawati supaya partainya mengusung Jokowi menjadi
Cagub DKI Jakarta. Proses persetujuan alot karena semula PDI Perjuangan
sudah menyiapkan keputusan untuk mengusung Fauzi Bowo alias Foke. Bahkan
saat Megawati menyatakan partainya tak memiliki dana untuk memenangkan
Jokowi, Prabowo siap membiayai.
Jokowi setahun lebih sudah menjabat Gubernur DKI. Ambisi Prabowo
berhasil. Namun, menjelang penentuan Calon Presiden 2014, Jokowi yang
dulu diperjuangkannya, setelah tenar di jagad politik, menantang Prabowo
berebut kursi Presiden. Di titik itulah hati nurani Nanik Deyang
bergolak. Dari Prabowo, Nanik mendapat pengakuan menarik dan mengesankan
perilaku buruk Jokowi yang sejak dilantik menjadi Gubernur DKI ternyata
belum pernah menyampaikan ucapan terima kasih. Nanik juga pernah
mengingatkan hal itu kepada Jokowi, tapi mendapat jawaban yang terkesan
cuek, ”Yang mendukung saya jadi Gubernur kan banyak, bukan hanya
Prabowo.”
Fakta lain yang didapat Nanik dari sisi Prabowo, mantan Komandan
Jenderal Kopasus itu ternyata lebih peka dan kaya hati terhadap orang
yang telah dianggapnya berjasa. Setahu Nanik, bekas sopir dan ajudan
Prabowo yang sudah 13 tahun pensiun karena usia, mereka masih digaji.
Prabowo ingat peran mantan pembantunya. Begitu Jokowi deklarasi dengan
Jusuf Kalla untuk maju menjadi kandidat Presiden, Nanik menggugat
moralitas Jokowi melalui jagad internet. Agak menggemparkan karena
dilansir sebuah situs terkenal bereputasi bagus Kompasiana.com. “Mulai
hari ini saya mendukung Prabowo, karena saya menyaksikan ada seorang
calon Pemimpin Negara dalam pandangan saya sebagai orang Jawa minus
moral,” tulis Nanik.
Nanik mengungkapkan isi hatinya, jangankan Jokowi paham dengan
kesantuan ajaran budaya Jawa tadi, mengucapkan terimakasih saja tidak
dilakukan terhadap orang yang telah berjasa menjadikannya hebat dan
populer. “Saya berpandangan pemimpin itu harus memiliki keteladan
moral,” ujar Nanik.
Karena itu, Nanik menyampaikan rasa jengkelnya terhadap orang-orang
yang sesungguhnya belum mengenal dan tidak tahu betul dengan Prabowo,
tetapi seenak perut mengecam Prabowo kasar, maniak, kejam dan
sebagainya.
Sebab, di mata Nanik, justru Prabowo lebih memiliki hati mulia,
bahkan, “Jjauuuuuuh dibandingkan dengan yang secara fisik dianggap
santun, ramah, merakyat. Saya menyaksikan, bukan membaca berita.”
Mungkin sebelum menyatakan dukungan kepada Prabowo, hati Nanik diusik
pertanyaan besar: memilih yang populer dan terkesan merakyat, atau yang
berhati mulia?
Gugatan serupa terhadap Jokowi sebelumnya datang dari budayawan Betawi
Ridwan Saidi. Pencalonan Jokowi sebagai Presiden dianggap sebagai bentuk
sikap moral pemimpin yang tidak amanah terhadap rakyat Jakarta. Tinggal
gelanggang colong playu alias lari dari tanggungjawab terhadap janjinya
berdasarkan visi-misi semasa kampanye Gubernur untuk menuntaskan
beberapa masalah besar. “Katanya akan menyelesaikan masalah Jakarta
dulu, tidak akan nyapres. Berarti dia pemimpin yang tidak konsisten,”
semprot Ridwan di televisi.
Digugat ke Pengadilan karena Tak Amanah
BILA pencapresan Jokowi ada yang mengaitkan dengan soal moral ditilik
dari peran Prabowo yang memperjuangkannya menjadi Gubernur DKI, sebagian
warga Jakarta ada yang menyaolkannya sebagai norma pelanggaran hukum.
Karena itu, Jokowi digugat ke pengadilan atas kemauannya menjadi Capres.
Yang menggugat atas nama Sentral Pemberdayaan Masyarakat (SPM). SPM
menganggap pencalonan itu merupakan pengabaian amanah warga Jakarta yang
sudah memilihnya.
“Kami sudah melakukan kontrak politik dengan Jokowi dan ini mengikat
karena ini negara hukum. Dia telah meremehkan dan mengabaikan amanah
warga Jakarta yang telah memilihnya sebagai Gubernur DKI,” ujar Ketua
SPM Nelly Rosa Yulhiana Siringoringo, Rabu (19/3).
Nelly mengungkapkan, organisasinya sama sekali tidak menaruh dendam
terhadap Jokowi yang dinilai mengkhianati amanah warga Jakarta. “Kita
berharap Pak Jokowi masih mempunyai hati nurani, untuk menyelesaikan
tugasnya sebagai gubernur.”
Sebelumnya, Tim advokasi Jakarta Baru melayangkan gugatan perdata
melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Gubernur Jokowi. Tim
menilai keputusan Jokowi meninggalkan jabatannya dan maju sebagai
Presiden merupakan perbuatan melawan hukum. Tujuan penggugat untuk
mengingatkan Jokowi dengan tugasnya sampai selesai. “Selesaikan dulu
tanggungjawabnya sebagai Gubernur DKI Jakarta,” kata anggota tim
advokasi Jakarta Baru Ade Dwi Kurnia.
Hakim diminta memutuskan Jokowi bersalah telah melakukan perbuatan
melawan hukum, khususnya melanggar azas kepatutan karena lari dari
tanggungjawab sebelum merealisasikan janji-janji kampanye Pilgubnya. Tim
advokasi juga menuntut Jokowi untuk memenuhi semua janjinya yang sudah
dituangkan dalam kontrak politik dengan tim relawan dan berbagai macam
LSM.
Belakangan banyak warga Jakarta yang mendemo Jokowi karena dia maju jadi
Capres. “Hipotesa politik saya, warga bergerak secara natural, karena
masyarakat sudah kecewa dengan Jokowi. Mereka ingin menagih janjinya,”
ujar Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing. (TIM SApujagat)
http://yudisamara.org/2014/07/05/kemuliaan-hati-joko-widodo/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar