Kementerian Perdagangan tengah mengkaji
penempatan Bulog dan gerai di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia
dengan negara lain. Hal itu bertujuan mengurangi disparitas harga dan
memenuhi kebutuhan bahan pangan masyarakat setempat.
"Selama ini,
bahan pangan masyarakat di wilayah perbatasan banyak yang berasal dari
negara lain. Wilayah itu juga susah dijangkau sehingga harga bahan
pangan lebih mahal," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel di Jakarta,
Kamis (23/7).
Menurut Rachmat, gerai Bulog direncanakan
ditempatkan di pasar-pasar rakyat yang telah direvitalisasi atau
dibangun, termasuk di wilayah perbatasan. Bulog akan menyediakan bahan
pangan pokok yang akan dijual kepada pedagang kecil, bukan konsumen.
Adapun gerai perbatasan sesuai rencana berupa toko penyedia bahan pokok
dan ritel. Toko itu akan menjual bahan pangan, makanan, dan minuman
dengan harga yang sama dengan di Jawa. "Jika diperlukan payung hukum
akan dibuatkan. Jika membutuhkan subsidi akan diupayakan," ujarnya.
Rachmat
menambahkan, perbatasan Entikong, Kalimantan Barat, dengan Sarawak,
Malaysia, kemungkinan akan menjadi percontohan. Pemerintah setempat,
pengusaha lokal, dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan
dilibatkan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian
Perdagangan Srie Agustina mengatakan, tujuan utama bukan mencari
keuntungan ekonomis, melainkan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
perbatasan. Saat ini, konsepnya tengah dibahas dan dimatangkan. "Program
ini merupakan kelanjutan dari gerai maritim. Melalui gerai maritim,
bahan pangan bisa diangkut menggunakan kapal yang disubsidi dan
didistribusikan ke perbatasan," katanya.
Ketua Umum Aprindo Roy
N Mandey mengemukakan, untuk merealisasikan gerai perbatasan, perlu ada
studi kelayakan terlebih dahulu. Studi itu mencakup demografi atau
populasi penduduk yang merupakan pasar utama, jalur transportasi,
logistik, dan pusat distribusi. "Kami perlu mengetahui kemungkinan
dampak sosial-ekonomi. Jangan sampai keberadaan gerai justru bergesekan
dengan perdagangan yang sudah ada," katanya.
Roy menambahkan,
bentuk gerai itu lebih pada toko konvensional, ritel waralaba, atau
yang lain. Kalau waralaba, investasi diperkirakan Rp 450 juta-Rp 475
juta per toko. Insentif yang utama, ketersediaan infrastruktur dan
logistik. Selama ini, hal itu yang menjadi kendala ritel tak berkembang
di Indonesia timur dan perbatasan.
http://print.kompas.com/baca/2015/07/24/Bulog-dan-Gerai-Perbatasan-Dikaji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar