Setelah harga beras naik, harga kebutuhan pokok lainnya pun ikut naik
(Republika, 9/3). Kenaikan harga juga terjadi pada barang dan jasa
lainnya. Kenaikan harga itu bukan saat ini saja, namun sudah terjadi
sejak Jokowi menaikkan harga BBM pada 18 November 2014 lalu.
Akibat Kebijakan Kapitalistik
Harga beras naik sekitar 30% pada bulan Februari dan hanya sedikit turun
memasuki bulan Maret. Memasuki bulan Maret, harga cabai, bawang dan
sebagian sayuran juga naik lagi.
Harga gas juga naik. Pertamina menaikkan harga gas 12 kg menjadi Rp 134
ribu pertabung. Sebagian orang lantas beralih ke gas 3 kg. Gas 3 kg di
beberapa daerah pun langka. Harganya naik menjadi Rp 20 ribu pertabung.
Harga BBM mulai 1 Maret 2015 untuk jenis Premium juga naik. Di luar
Jawa-Madura-Bali, harga Premium naik dari Rp 6.600/liter menjadi Rp
6.800/liter. Di Jawa-Madura-Bali, harganya naik Rp 100/liter menjadi Rp
6.900/liter.
Seakan kurang, masih ada lagi yang akan dinaikkan oleh Pemerintah
seperti tarif listrik, tarif tol dan iuran BPJS. Dengan alasan defisit,
iuran BPJS diusulkan naik. Tarif listrik akan dinaikkan lagi agar sama
dengan harga keekonomian. Pemerintah pun akan mengenakan PPN 10% untuk
tarif tol per 1 April. Itu artinya per 1 April tarif semua ruas tol akan
naik 10%. Dipastikan hal itu akan menaikkan biaya logistik dan
transportasi. Berikutnya, lagi-lagi harga berbagai barang juga akan
naik. Ini akan makin parah sebab pada Oktober 2015 nanti tarif 20 ruas
tol akan dinaikkan lagi sekitar 15%.
Semua itu diperparah oleh nilai mata uang rupiah yang terus terpuruk.
Nilai rupiah malah terus terpuruk sejak beberapa hari setelah Jokowi
dilantik. Bahkan mengutip Reuters, Kamis (5/3/2015), dolar AS saat ini
tembus sampai Rp 13.020. Dolar AS berada di posisi terkuat dalam 17
tahun terakhir.
Jelas, penyebab utama kenaikan harga-harga itu adalah kebijakan
Pemerintah yang sangat kapitalistik. Akibatnya, rakyat makin tercekik.
Faktor Mendasar: Penerapan Sistem Kapitalisme Neoliberal
Kenaikan harga-harga itu bisa dipengaruhi oleh dua faktor: faktor
mekanisme pasar dan selain faktor mekanisme pasar. Faktor mekanisme
pasar adalah faktor penawaran dan permintaan. Ketika penawaran
berkurang, karena stok berkurang atau minim, atau karena permintaan naik
drastis, maka harga akan naik. Faktor itu memang ada, tetapi tampak
tidak terjadi secara alami.
Faktor lain justru lebih lebih besar. Dalam hal kenaikan harga beras,
misalnya, para pejabat Pemerintah termasuk Bulog menyatakan, stok beras
nasional cukup. Karena itu semestinya harga beras tidak melonjak
sedemikian rupa. Jika hal itu terjadi, kemungkinan besar ada pihak-pihak
yang bermain. Menurut sebagian pengamat, para pemain besar yang
jumlahnya 5-8 bisa memainkan harga.
Pemerintah secara tersirat juga mengakui kemungkinan adanya permainan
mafia beras. Jika itu terjadi mestinya segera dilakukan tindakan hukum
secara tegas. Sampai hari ini, Pemerintah baru sebatas mengancam, tetapi
tindakan tegas itu belum terdengar.
Kenaikan harga-harga tampaknya justru lebih banyak dipengaruhi oleh
selain faktor mekanisme pasar. Dalam hal ini adalah karena Pemerintah
mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme neo-liberal yang doktrinnya adalah
negara harus seminimal mungkin turut campur dalam perekonomian. Negara
cukup menjadi regulator (pengatur) saja. Menurut doktrin ideologi ini,
subsidi dianggap haram. Ketika subsidi dikurangi maka harga otomatis
naik. Rezim Jokowi malah mencabut subsidi untuk Premium dan menetapkan
subsidi tetap Rp 1.000 perliter untuk solar. Akibatnya, harga Premium
dan Solar naik-turun mengikuti harga pasar. Kenaikan per 1 Maret lalu
adalah konsekuensi dari hal itu. Doktrin ini pulalah yang ada di balik
kenaikan harga gas 12 kg dan kenaikan tarif kereta api jarak jauh mulai
April nanti.
Sistem kapitalisme itu juga memiliki doktrin bahwa negara tidak boleh
mengelola langsung kekayaan alam. Pengelolaan kekayaan alam itu harus
diserahkan kepada swasta. Akibatnya, negara kehilangan sumber pendapatan
yang besar sekali.
Di sisi lain, teori kontrak sosial dalam demokrasi mengharuskan rakyat
membiayai semua yang dilakukan Pemerintah yang diangkat untuk mengurusi
rakyat. Pembiayaan itu dilakukan oleh rakyat melalui pajak. Target
pendapatan pajak rezim Jokowi tahun 2015 ini naik seiring makin besarnya
APBN. Untuk memenuhi target tersebut setidaknya akan dilakukan dengan
tiga cara. Pertama: menaikkan besaran pajak. Kedua: memperluas penyetor
pajak yakni yang sebelumnya belum membayar pajak akan dikejar supaya
bayar pajak. Ketiga: memperluas obyek yang dikenai pajak. Dalam konteks
inilah, terjadi pengenaan PPN 10% atas tarif tol mulai April nanti.
Kenaikan harga juga karena pengaruh melemahnya nilai kurs rupiah. Ini
jelas berkaitan dengan banyak sistem, seperti sistem moneter dan fiskal;
juga berkaitan perdagangan, produksi, ekspor impor, investasi,
finansial dan lainnya.
Dengan demikian kenaikan harga itu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
penerapan ideologi dan sistem kapitalisme oleh Pemerintah selama ini.
Selama sistem kapitalisme itu diterapkan dan terus dipertahankan maka
kenaikan harga-harga akan terus terjadi.
Harga-harga Stabil Hanya dengan Sistem Islam
Sistem Islam, ketika diterapkan sepenuhnya, akan bisa mewujudkan
kestabilan harga-harga. Dengan sistem moneter Islam yang berbasis emas
dan perak, misalnya, nilai kurs mata uang menjadi stabil. Hal itu akan
berpengaruh pada kestabilan harga-harga.
Dalam sistem Islam, pajak dan cukai haram sehingga tidak boleh menjadi
sumber pemasukan negara. Dalam sistem Islam, sumber pemasukan negara di
antaranya dari pengelolaan harta milik umum, termasuk barang tambang dan
kekayaan alam lainnya, yang menjadi milik seluruh rakyat. Kepemilikan
umum ini wajib dikelola oleh negara. Semua hasilnya adalah untuk
kemaslahatan rakyat.
Islam pun melarang infrastruktur (sarana) yang menjadi hajat hidup
rakyat banyak dikuasai oleh swasta. Semua itu harus dibangun oleh negara
dan digunakan oleh seluruh rakyat tanpa bayaran. Dengan begitu biaya
logistik menjadi murah. Pada akhirnya, kestabilan harga akan bisa
diwujudkan.
Penerapan sistem ekonomi Islam akan bisa membuat mekanisme pasar
berjalan dengan baik. Jika ada penyimpangan pasar semisal penimbunan
maka pelakunya akan ditindak tegas. Sebab, menimbun adalah haram. Rasul
saw. bersabda:
« لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ »
Tidaklah menimbun kecuali orang yang berbuat salah (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).
Kejahatan penimbunan ini berkaitan dengan hak masyarakat sehingga tidak
harus menunggu adanya pengaduan. Qadhi (hakim) dan aparat penegak hukum
bisa langsung memeriksa dan menindak pelakunya seketika di tempat.
Islam juga mengharamkan praktik kartel dan adanya kesepakatan antar
pelaku ekonomi, baik produsen atau pedagang, untuk menetapkan harga
tertentu. Rasul saw. bersabda:
«مَنْ دَخَلَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَسْعَارِ الْمُسْلِمِينَ لِيُغْلِيَهُ
عَلَيْهِمْ، فَإِنَّ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُقْعِدَهُ بِعُظْمٍ مِنَ
النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Siapa saja yang campur tangan terhadap harga kaum Muslim untuk membuat
harga itu mahal atas mereka, maka Allah berhak mendudukkan dia di tempat
duduk dari neraka pada Hari Kiamat (HR Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi).
Namun, kestabilan harga itu tidak boleh dikontrol oleh Pemerintah dengan
jalan dipatok. Sebab, pematokan harga (at-tas’îr) juga haram meski
dilakukan oleh Pemerintah sekalipun.
Ketika syariah Islam diterapkan menyeluruh maka kontrol harga bisa
diwujudkan. Dengan semua itu maka gejolak harga tinggal disebabkan
faktor alami atau mekanisme pasar. Untuk mengontrol harga karena faktor
mekanisme pasar, negara akan menerapkan manajemen logistik termasuk
zonasi produksi, pemberian bantuan untuk berproduksi, sistem informasi
pasar dan manajemen distribusi yang baik. Selain itu juga dilakukan
kontrol keseimbangan penawaran dan permintaan. Untuk itu, institusi
negara penyangga harga (semacam Bulog sekarang) membeli hasil produksi
dan mengalirkan barang ke pasar secara kontinu sesuai kebutuhan dalam
rangka menstabilkan harga. Hal itu seperti yang dilakukan oleh Khalifah
Umar bin al-Khathab ketika di Hijaz harga-harga melambung dan terjadi
paceklik. Khalifah Umar lalu mendatangkan bahan makanan dan barang
lainnya dari Syam, Irak dan Mesir sehingga masalah bisa diatasi.
Begitulah karakter pemimpin dalam Islam. Dalam Islam, Pemerintah wajib
memelihara kepentingan umat dan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT
atas hal itu. Rasul saw. bersabda:
« كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالأَمِيرُ
الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ »
Setiap kalian adalah pengatur/pemelihara dan setiap kalian bertanggung
jawab atas pemeliharaannya. Seorang pemimpin yang memimpin masyarakat
adalah pengatur/pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan
rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Semua itu hanya bisa berjalan efektif jika syariah Islam diterapkan
secara total di bawah sistem Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj
kenabian yang memang menjadi kewajiban bagi kaum Muslim.
Karena itu umat Islam harus berjuang bersama secara sungguh-sungguh
untuk mewujudkan Khilafah itu sesegera mungkin dengan pertolongan Allah
SWT. Saat untuk itu sekarang telah tiba.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Al-Islam edisi 747, 22 Jumadul Awal 1436 H – 13 Maret 2015 M] [www.visimuslim.com]
http://www.visimuslim.com/2015/03/kebijakan-kapitalistik-penyebab-utama-harga-harga-naik.html