SISTEM bagi rata penerimaan raskin sudah menjadi rahasia umum. Pun
demikian kondisi itu terkesan dibiarkan begitu saja, padahal sasaran
pemberian subsidi beras ditujukan untuk warga kurang mampu.
Mengatasi hal itu dibutuhkan keberanian dari pemerintah desa untuk
mengawasi distribusi raskin sampai kepada rumah tangga sasaran. ”Kami
mendistribusikan beras dari gudang Bulog sampai titik lokasi, dalam hal
ini pemerintah desa. Dari desa kemudian diambil oleh pengurus RT untuk
dibagikan kepada warga penerima,” kata Kepala Seksi Perencanaan dan
Pengembangan Usaha Bulog Sub Divre Banyumas, M Priyono.
Rantai distribusi dari desa sampai kepada masyarakat ini terkadang
ada yang tidak tepat sasaran. Diakui, ada beberapa warga masyarakat
mampu tapi tetap menerima raskin, juga ada pula yang sudah menerima tapi
dijual kembali ke pasar. Tapi banyak juga yang dikonsumsi sendiri.
Persoalan itu, kata dia, yang menjadikan evalusi program raskin di
pemerintah pusat. Kekosongan jatah raskin pada November, Desember 2014
dan Januari 2015 salah satunya karena adanya laporan penerimaan raskin
dibagi rata.
”Kami sudah mengimbau kepada warga mampu untuk tidak
meminta jatah raskin. Sekarang model raskin bagi rata sudah mulai
berkurang, karena sudah banyak warga miskin yang mendapat sesuai
jatahnya, yaitu 15 kilogram,” paparnya.
Kabag Perekonomian Setda Kabupaten Banyumas, Sugiyanto, menambahkan
sistem bagi rata raskin yang dilakukan warga masyarakat untuk
menghindari sikap pasif warga terhadap program sosial yang ada di
lingkungannya seperti kerja bakti. ”Biasanya kalau tidak dibagi rata
akan menimbulkan kecemburuan bagi warga yang berdampak pada melunturnya
sikap gotong- royong antarwarga,” katanya.
Daerah Lain Ia menilai sistem ini tidak hanya terjadi di Kabupaten
Banyumas saja, melainkan di daerah-daerah lain juga tidak dipungkiri
terjadi sistem bagi rata. ”Kami kerap melakukan sosialisasi kepada
masyarakat, bahwa raskin hanya diperuntukkan bagi warga miskin. Dari
upaya itu sistem bagi rata sudah mulai berkurang,” katanya.
Persoalan lain yang kerap dihadapi Bulog adalah ketidaktepatan
pembayaran raskin. Padahal, tempo pembayaran beras raskin dari desa ke
Bulog H+7. Desa tidak diperbolehkan menunda pembayaran. ”Secara aturan
desa tidak boleh utang, kenyatannya tidak sedikit desa yang terlambat
membayar raskin,” tutur Priyono.
Keterlambatan pembayaran raskin, ujarnya, disebabkan uang raskin yang
dihimpun dari warga masyarakat parkir di perangkat. Disinyalir uang
tersebut kerap dipakai lebih dulu untuk kepentingan pribadi, sehingga
mengalami keterlambatan pelunasan. ”Tapi aparat desa yang nakal
jumlahnya terbilang sedikit. Hanya akan menjadi kebiasaan buruk bagi
perangkat desa,” katanya.
Priyono menjelaskan ketika pembayaran raskin mengalami keterlambatan,
maka akan merugikan para warga penerima raskin. Kerugian mereka adalah
penerimaan raskin tidak dapat tepat waktu, karena menunggu pelunasan
kemudian baru didistribusikan kembali raskin bulan berikutnya. ”Kami
sudah melakukan tindakan persuasif agar mereka taat membayar raskin
seperti aturan yang ditentukan. Apabila tindakan ini diabaikan, kami tak
segan-segan meminta bantuan aparat untuk menangani piutang raskin,”
tandasnya.
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/butuh-keberanian-dari-desa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar