Jumat, 05 Desember 2014

Akademisi Tolak Penghapusan Program Raskin

Wacana pemerintahan Jokowi-JK untuk mengkonversi program beras untuk rakyat miskin (raskin) menjadi e-money, mendapat kritik dam kecaman publik. Penghapusan program ini, bisa berimbas pada kelangkaan beras di pasar dan inflasi cukup tinggi.

“Jika raskin hilang, bisa diperkirakan penyediaan beras di masyarakat berkurang sepuluh persen. Beras itu termasuk komoditas yang mendekati in-elastis, maka hilangnya raskin sangat berpengaruh pada harga beras umum,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Menurut dia, dari hasil penelitian BPS, diketahui karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Apalagi konsumsi raskin sejak 2003 lalu, mencapai 10 persen dari total konsumsi beras nasional.

Dengan komposisi tersebut, imbuh Sasmito, maka bisa dipastikan penghapusan raskin akan mendongkrak inflasi, sehingga menyebabkan kejutan bagi perekonomian masyarakat. “Ini perlu menjadi perhatian. Kami khawatir uang sebagai pengganti raskin, malah dapat membuat rakyat miskin tak bisa membeli beras karena harganya meningkat akibat inflasi,” tuturnya.

Sementara itu, ekonom UI Sulastri Surono menilai, rencana penghapusan raskin hanya akan menguntungkan kalangan perbankan dan belum tentu bisa mengentaskan sekitar 90 juta jiwa penduduk miskin. Padahal, sudah sangat jelas bahwa selama ini, mereka terbantu kebutuhan pangannya oleh program raskin.

Pemerintah Jokowi-JK, tegas dia, sepertinya ingin meniru program food stamp (kupon makanan) yang diberikan secara cuma-cuma di Amerika Serikat (AS). Warga AS diberi kartu dan bisa membeli susu, kacang, telur dan bahan makanan lain dengan disubsidi pemerintah. Tetapi kalau di AS itu, infrastukturnya telah siap tersedia.

Kualitas Raskin

Ia pun meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penggantian raskin dengan e-money. Alasannya, raskin cukup efektif dalam menjaga kebutuhan pangan masyarakat. “Hanya perlu dibenahi kualitas raskin dan pola distribusinya saja,” ujar Sulastri.

Sedangkan Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Arif Satria mengungkapkan, program raskin yang berjalan sejak tahun 2003 itu, merupakan jaringan pengaman sosial (JPS) yang mutli fungsi. Jika raskin dihapus, maka bukan hanya ancaman inflasi yang akan melanda Indonesia, tetapi juga kehancuran bagi para petani lokal.

Dirinya pun menyarankan, agar program raskin tetap dipertahankan. Kebijakan ini sebagai mekanisme perlindungan petani dan masyarakat miskin dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada  2015 nanti.

“Saya sangat mengkhawatirkan bahwa penghapusan raskin bakal meningkatkan permintaan beras di pasar. Dengan begitu, secara  otomatis akan memicu kenaikan harga beras. Bahkan, juga akan berakibat pada kelangkaan beras di pasaran. Makin terpuruk saja rakyat miskin,” tandasnya.

http://porosberita.com/2014/12/05/akademisi-tolak-penghapusan-program-raskin/#sthash.AFAinAy0.dpbs

Tidak ada komentar:

Posting Komentar