VARIA.id, Jakarta — Sistem penyaluran beras bagi rakyat miskin (raskin)
melalui e-money harus dipersiapkan masak-masak. Jangan sampai masyarakat
yang disasar malah kebingungan memanfaatkannya.
Pengamat ekonomi digital Joseph Lumban Gaol mengatakan, pemerintah harus
mengecek betul peranti lunak hingga prosedur e-money dan memastikannya
tidak crash saat digunakan. Pemerintah juga mesti membentuk ekosistem
e-money karena sistem itu tak bisa berdiri sendiri. Konkretnya, perlu
penyediaan merchant-merchant yang bekerja sama untuk pelayanan e-money.
Misalnya, kantor pos sebagai tempat penukaran beras.
“Dengan begitu, masyarakat penerima raskin akan dapat mengakses e-money
dengan mudah,” kata Joseph, di Jakarta, Minggu, 7 Desember 2014.
Bila sistemnya lancar, e-money alias uang elektronik memang bisa jadi
solusi untuk menghindari kebocoran raskin. Selain karena si penerima
tidak mendapatkan uang tunai, rekam jejak pengggunaan e-money dapat
dilacak oleh server.
Namun, persoalan e-money bukan sekadar menyangkut hal teknis. Berkaca
pada kebijakan Joko Widodo saat masih menjabat gubernur DKI Jakarta,
berbagai kartu berbasis e-money yang dikeluarkan pemerintah justru
membingungkan masyarakat. Salah satu sebabnya, masyarakat kelas bawah
belum mendapatkan sosialisasi yang cukup tentang penggunaan hingga
teknis pelayanan kartu-kartu tersebut.
Pihak Bulog pun mengingatkan, pembagian raskin bakal kacau jika tak
dipersiapkan dengan baik. Apalagi kalau sistemnya diubah secara
mendadak. Menurut dia, sosialisasi pembagian raskin dengan sistem baru
membutuhkan waktu sedikitnya tiga bulan.
“Tidak boleh mendadak. Harus ada sosialisasi terlebih dahulu. Nanti
kalau mendadak akan membingungkan masyarakat penerima raskin,” kata
Agusdin Fariedh, Direktur Pelayanan Publik Bulog.
Agusdin mengatakan, pihaknya belum dihubungi kementerian dan lembaga
pemerintah lainnya terkait wacana ini. Alhasil, Bulog belum punya
gambaran jelas tentang metode pengucuran beras raskin yang diinginkan
pemerintah melalui sistem e-money. Padahal, kata dia, penanganan raskin
tak boleh dianggap remeh karena menyangkut upaya stabilisasi pangan.
Ia mengungkapkan, dalam satu tahun warga Indonesia membutuhkan beras 124
kilogram per kapita. Kebutuhan terhadap raskin mencapai sekitar 10
persen dari total kebutuhan beras nasional sebanyak 2,6 juta ton per
bulan. Sementara Bulog kebagian tugas menyalurkan 230 ribu ton setiap
bulan.
Menurut dia, raskin masih dibutuhkan untuk menekan laju inflasi.
Terlebih persediaan beras di masyarakat diperkirakan berkurang 10
persen. Selama ini inflasi di Indonesia dipengaruhi berbagai faktor,
mulai dari kebijakan pemerintah hingga gangguan distribusi. Tak heran,
banyak kalangan mempertanyakan maksud pemerintah menyalurkan raskin
melalui e-money.
Konsep yang didengungkan pemerintah adalah distribusi beras secara
konvensional diubah melalui e-money atau uang elektronik. Dengan uang
non-tunai, masyarakat dapat membeli beras yang mereka kehendaki untuk
dikonsumsi. Namun, uang tersebut tak boleh digunakan untuk membeli
kebutuhan rumah tangga selain beras.
Bulog jelas pikir-pikir panjang jika sistem distribusi raskin diganti
dengan e-money. Bukan apa, sekitar 70 ribu pegawai yang terlibat dalam
pengadaan raskin selama ini bakal terancam kehilangan pekerjaan. Meski
begitu, Agusdin menegaskan, Bulog siap saja mengikuti sistem baru bila
pemerintah menghendaki demikian.
Pengamat ekonomi Andreas Dwi Santosa menenangkan hati Bulog. Menurut
dia, Bulog tak perlu khawatir kehilangan fungsi jika raskin tak urung
disalurkan lewat e-money. Bulog justru bisa memanfaatkan jejaringnya di
seluruh Indonesia untuk menaikkan posisi tawar.
“Apa yang perlu dikhawatirkan? Bulog punya jaringan di seluruh
Indonesia. Tidak ada yang bakal menandingi Bulog dalam penyaluran
raskin,” kata Andreas, sapaan akrab Guru Besar Pertanian IPB ini, Senin,
8 Desember 2014.
Jejaring itu bisa digunakan Bulog untuk mengintervensi pasar. Dengan
begitu, fungsi kedaulatan pangan yang selama ini dijaga Bulog akan tetap
bisa dijalankan. Bulog masih dapat membeli beras dari petani, lalu
menjualnya kembali ke masyarakat. Tentu saja hal itu akan berjalan kalau
Bulog berani melakukan intervensi pasar dan mau berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga lain.
Lagi pula, mestinya Bulog tak perlu bergantung pada beras raskin yang
harganya rendah. Toh, masih ada komoditi lain seperti jagung dan kedelai
yang bisa disalurkan oleh Bulog. “Justru dengan adanya penyaluran
raskin lewat e-money, Bulog bisa melakukan kedaulatan pangan dari
komoditi lain,” katanya.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar