Ganti dengan Voucher E-Money
Pemerintah terus mematangkan rencana menghapus program
beras untuk masyarakat miskin (raskin). Menteri Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Rini Soemarno mengatakan, skema pembagian raskin seperti selama
ini akan dihapus dan diganti dengan uang elektronik atau e-money.
“Ini akan diintegrasikan dengan program pemerintah lainnya,” ujarnya saat ditemui di Kantor Wakil Presiden kemarin (15/12).
Menurut Rini, selama ini banyak masyarakat penerima raskin yang tidak
memakan beras yang diterimanya karena kualitasnya dinilai kurang bagus.
Karena itu, dengan skema e-money, masyarakat bisa menggunakannya untuk
membeli beras sesuai dengan selera atau keinginannya. “Beras itu kan
kualitasnya (ber)macam-macam, jadi nanti masyarakat sendiri yang
memilih,” katanya.
Bagaimana jika uang dalam bentuk e-money nantinya tidak digunakan untuk
membeli beras? Rini mengatakan, hal itu sudah diantisipasi. Karena itu,
e-money yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk kartu hanya bisa
dibelikan beras di cabang-cabang Bulog maupun toko kelontong yang
bekerjasama dengan Bulog.
“Jadi semacam voucher, uang dalam kartu itu tidak bisa digunakan beli
rokok, pulsa, atau lainnya, hanya bisa beli beras,” ucapnya.
Selama 16 tahun pelaksanaannya, program raskin memang banyak mendapat
sorotan. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2013 lalu
merilis dugaan penyimpangan program raskin yang disalurkan kepada 15,5
juta kepala keluarga tersebut.
Diantaranya, ada indikasi kartel yang melibatkan tengkulak untuk membeli
beras-beras yang diterima masyarakat miskin dengan harga murah, lalu
menjualnya kembali ke pasar. KPK juga menilai program raskin tidak
memenuhi unsur 6T, yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat
waktu, tepat harga, dan tepat administrasi. Karena itu, KPK sudah
meminta agar pemerintah mendesain ulang program ini.
Meski dinilai belum sempurna, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan
(KTNA) Winarno Tohir tidak setuju jika program raskin dihapus dan
diganti dengan e-money. Menurut dia, raskin selama ini tidak hanya
menjamin kebutuhan pangan masyarakat miskin, tapi juga menjaga harga
beras di pasaran. “Kalau harga beras menjadi mahal, uang yang diberikan
juga tidak akan cukup,” ujarnya.
Dia menyebut, masyarakat miskin menerima 15 kilogram raskin dengan harga
Rp 1.600 per kilogram. Sementara harga beras termurah di pasaran
sekitar Rp 6.000 per kilogram. Karena itu, jika alasan pemerintah ingin
memberikan uang agar masyarakat bisa membeli beras sesuai dengan
keinginannya, maka anggaran raskin harus ditambah.
“Apalagi di papua, selama ini raskin juga Rp 1.600 per kilogram. Kalau
beras biasa, bisa lebih dari Rp 10.000 (per kilogram),” katanya.
Selain itu, pemberian e-money yang bisa dibelikan beras juga bisa
menjadi kendala. Menurut Winarno, apakah uang tersebut bisa ditukarkan
di semua toko kelontong, atau hanya di Bulog dan toko-toko tertentu yang
jumlahnya terbatas, sehingga masyarakat kesulitan untuk membeli beras.
“Jadi, kami mohon pemerintah agar mempersiapkan dulu dengan matang,
jangan terburu-buru,” ucapnya.
Rini Soemarno sendiri mengakui, penghapusan raskin untuk diganti dengan
e-money memang ditargetkan bisa dilaksanakan pada 2015. Namun, dia
menyatakan jika detil waktu pelaksanaannya akan menunggu kesiapan,
termasuk kesiapan infrastruktur teknologi informasi dan e-money. “Juga
kesiapan kementerian lain seperti Kementerian Sosial,” ujarnya.
http://www.radarbanyumas.co.id/pemerintah-hapus-raskin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar