Selasa, 16 Desember 2014

Bulog Gelar OPK Beras 230.000 Ton

Perum Bulog menggelar Operasi Pasar Khusus (OPK) beras sebanyak 230.000 ton yang ditujukan bagi 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). OPK akan dimulai bulan ini selama sebulan, dengan harga tebus Rp1.600/kg.

OPK ini untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat berpendapatan rendah, terutama untuk mengantisipasi hari raya Natal dan tahun baru. “OPK ini diharapkan bisa mengisi kekosongan beras untuk rakyat miskin (raskin) yang programnya sudah berakhir pada Oktober silam,” ujar Pelaksana tugas sementara (Plt) Dirut Perum Bulog Budi Purwanto di sela mendampingi Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel ketika meninjau gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta dan Banten di Jakarta, kemarin.

Budi menambahkan, OPK beras dilakukan atas permintaan dari beberapa pemerintah daerah (pemda). Kendati demikian, OPK akan digelar merata di semua daerah dengan menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP). Sebagai catatan, realisasi penyaluran operasi pasar CBP sudah mencapai 51.944 ton, sebanyak 3.360 ton dioperasikan selama bulan Desember ini.

Budi menambahkan, saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 1,7 juta ton yang cukup untuk kebutuhan tujuh bulan ke depan. Mendag Rachmat Gobel tidak menampik adanya kemungkinan kenaikan harga beras menjelang Natal dan tahun baru. “Kalau naik (harga beras) ada lah, biasa pedagang yang ingin untung. Cuma, kita jaga kenaikan itu jangan sampai di luar batas yang ditentukan,” ujar Rachmat Gobel.

Berdasar catatan Kemendag, kenaikan harga beras saat ini masih berkisar 0,75% di tingkat ritel dan kurang dari 3% di tingkat grosir. Pantauan Kemendag di pasar-pasar seluruh Indonesia menunjukkan tidak terjadi kenaikan harga beras yang signifikan. Rata-rata harga beras medium secara nasional saat ini, dibandingkan minggu lalu, hanya naik 0,75% dari Rp9.274/kg menjadi Rp9.344/kg.

Mendag menambahkan, kenaikan harga jelang Natal dan Tahun Baru biasanya tidak signifikan dibanding kondisi harga jelang Puasa dan Idul Fitri. Kalaupun terjadi kenaikan harga pada periode Desember- Januari, biasanya dipicu minimnya pasokan ke pasar sebagai dampak dari panen yang mulai berkurang di sentrasentra produksi seperti komoditas hortikultura.

Di tempat terpisah, pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Koekoeh Santoso mengungkapkan bahwa para peneliti IPB telah meneliti pengaruh raskin terhadap indeks yang diterima dan dibayarkan petani serta pengaruh beras terhadap inflasi di Jawa Barat. Berdasarkan hasil estimasi menggunakan regresi berganda, keberadaan raskin berpengaruh signifikan terhadap penurunan harga beras yaitu peningkatan jumlah raskin sebesar 1% akan menurunkan harga beras sebesar 0,02%.

“Kalau dibalik, ketiadaan raskin sebesar 1%, berpengaruh pada kenaikan harga beras sebesar 0,02%. Jika raskin dihapuskan sepenuhnya, akan menimbulkan gejolak harga berasyangberimbasinflasi,” ujar Koekoeh dalam dialog publik bertajuk “Stop Liberalisasi Beras“ yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) di Jakarta kemarin.

Selain itu, program raskin bukan hanya menjadi jaring pengaman pangan bagi rakyat miskin dan mengendalikan inflasi namun juga memberikan dampak positif bagi petani. Karena, raskin menjadikan petani mempunyai jaminan kepastian harga dan serapan hasil produksi. Atas dasar itu, pemerintah harus berpikir seribu kali sebelum mencabut raskin yang bukan hanya memenuhi kebutuhan pokok rakyat miskin dan dampak sosial di negeri ini.

Koekoeuh juga menyebut, program raskin juga merupakan implementasi komitmen pemerintah untuk menaati kesepakatan internasional terkait pangan. “Kerangka operasional raskin ini tidak hanya efektif memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat miskin, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen ketahanan pangan, juga penjaga stabilitas harga beras dan mengendalikan populasi warga miskin,” paparnya.

Keberadaan raskin juga memberikan akses kepada warga miskin di mana pun mereka berada untuk memperoleh beras. Penghapusan raskin, dalam penelitian IPB, akan menutup 80% akses untuk mendapatkan beras bagi rumah tangga miskin, yang memiliki anak usia di bawah 18 tahun, di mana sebanyak 4,3 juta jiwa merupakan balita.

“Jadi, penghapusan raskin tidak hanya meningkatkan kerentanan yang tinggi terhadap kerawanan pangan,” paparnya. 


http://www.koran-sindo.com/read/937872/150/bulog-gelar-opk-beras-230-000-ton

Tidak ada komentar:

Posting Komentar