Notulen berisi pertemuan “kelompok pro demokrasi” dengan penyandang dana
mereka yang berlangsung di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998 yang
dihadiri oleh 19 aktivis mewakili 9 organisasi terdiri dari kelompok
senior dan kelompok junior yang merencanakan revolusi. Anggota kelompok
senior adalah sebagai berikut:
Pertama, CSIS bertugas membuat analisis dan menyusun konsep perencanaan aktivitas ke depan.
Kedua, kekuatan militer yang diwakili oleh Benny Moerdani.
Ketiga, kekuatan massa yang pro Megawati Soekarnoputri.
Keempat, kekuatan ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh Sofjan Wanandi, Rudi Wanandi dan Yusuf Wanandi.
Atas penemuan dokumen di atas, Jusuf Wanandi, dan Sofyan Wanandi
didampingi pengacaranya Todung Mulya Lubis telah diperiksa Bakortanasda
Jaya.
Kemudian peristiwa tersebut ditambah fakta Sofyan Wanandi menolak
membantu negara yang terkena krisis moneter karena memikirkan diri
sendiri membuat kantor CSIS diterjang demonstrasi besar-besaran oleh
mahasiswa yang antara lain menuntut pembubaran lembaga ini.
Semua kejadian ini membuat klik CSIS menjadi panik dan terlihat dalam
tegangnya rapat konsolidasi pada hari Senin, 16 Februari 1998 di Wisma
Samedi, Klender, Jakarta Timur (dekat lokasi Kasebul) dan dihadiri oleh
Harry Tjan, Cosmas Batubara, Jusuf Wanandi, Sofyan Wanandi, J.
Kristiadi, Hadi Susastro, Clara Juwono, Danial Dakidae dan Fikri Jufri.
Ketegangan terjadi antara J. Kristiadi dengan Sofyan Wanandi sebab
Kristiadi menerima dana Rp. 5miliar untuk untuk menggalang massa anti
Soeharto tapi sekarang CSIS malah menjadi sasaran tembak karena ketahuan
mendanai gerakan makar. Akibatnya Sofyan dkk menuduh Kristiadi tidak
becus dan menggelapkan dana.
Tuduhan ini dijawab dengan membeberkan penggunaan dana terutama kepada
aktivis "kiri" di sekitar Jabotabek, misalnya Daniel Indrakusuma
menerima Rp. 1,5miliar dll. Kristiadi juga menunjukan berkali-kali
sukses menggalang massa anti Soeharto ke DPR, dan setelah CSIS didemo,
Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta (FKMIJ) yang setahun terakhir
digarap segera mengecam demo tersebut. Di akhir rapat disepakati bahwa
Kristiadi menerima dana tambahan Rp. 5miliar
(http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/02/21/0088.html).
Demi menyelamatkan CSIS yang sudah di ujung tanduk membuat klik CSIS
segera merencanakan untuk menjatuhkan Presiden Soeharto dan Prabowo
Soebianto. Hasil dari rencana tersebut adalah Kerusuhan 13-14 Mei 1998
sebagaimana direncanakan oleh Benny Moerdani di rumah Fahmi Idris yang
juga dihadiri oleh Sofyan Wanandi.
Menurut kesaksian George Junus Aditjondro, Jusuf dan Sofyan Wanandi
adalah ekstrim kanan yang tidak peduli ras atau agama, dan karena itu
Tionghoa, Kristen, dan Katolik bisa dihantam bila hal tersebut
menguntungkan mereka. Bukankah mereka yang menghancurkan Gereja Katolik
Timor Timur? Bukankah guru mereka, Ali Moertopo yang anak kiai itu
justru mendiskriditkan Islam melalui DI/TII dan GUPPI? Bukankah David
Jenkins, wartawan Australia dalam orbituari Benny Moerdani,
"Charismatic, Sinister Soeharto Man" menulis:
"Hardened in battle and no stranger to violence, Moerdani believed that
the ends justify the means...He once shocked members of an Indonesian
parliamentary committee by saying, in effect, that if he had to
sacrifice the lives of 2 million Indonesians to save the lives of 200
million Indonesians he would do so."
http://www.smh.com.au/articles/2004/09/09/1094530768057.html
Tidak heran beberapa pastur Katolik seperti Romo Mangunwijaya, Sandyawan
dan Mudji Sutrisno justru tidak menyukai Wanandi bersaudara padahal
saudara kandung mereka, Markus Wanandi adalah pastur.
Mengorbitkan Boneka Jokowi
16 tahun kemudian, Prabowo Soebianto, orang yang pernah mereka jatuhkan
karena memimpin penyelidikan atas bom Tanah Tinggi malah tidak memiliki
saingan untuk menjadi presiden Indonesia berikutnya. Tentu saja mereka
kembali panik sebab bila Prabowo memimpin negeri ini maka kemungkinan
besar semua kejahatan mereka di masa lalu khususnya periode 1998
terbongkar. Untuk itulah klik CSIS perlu menciptakan sosok lawan tanding
Prabowo dan sosok tersebut adalah Jokowi.
Proses penciptaan Jokowi oleh CSIS dimulai pada tahun 2008 setelah
mendapat masukan dari kader tercinta LB Moerdani, Hendropriyono mengenai
sosok Walikota Solo bernama Jokowi.
Hendropriyono pada tahun 2005-2006, lebih banyak memanfaatkan Jokowi
untuk membantu misi operasi rekayasa terorisme Islam di Solo. Namun,
Hendropriyono tidak begitu saja menggunakan jasa Jokowi, Hendropriyono
juga 'memasarkan' Jokowi kepada diplomat asing, terutama Australia dan
Amerika Serikat, yang disebutnya sebagai 'tokoh pemimpin yang layak
untuk diorbitkan' di masa depan.
Latar belakang Jokowi yang terkait erat dengan komunisme (PKI), di mana
ayah dan ibu kandung Jokowi yang bernama asli Widjiatno dan Sudjiatmi
adalah dua tokoh terkemuka PKI Boyolali, menjadi andalan utama
Hendropriyono untuk mendapatkan loyalitas mutlak Jokowi. Berkat bantuan
Hendropriyono, latar belakang komunis Jokowi dihapus jejaknya dan
diganti dengan latar belakang baru (palsu) yang memungkin Jokowi untul
dapat diorbitkan.
Rencana untuk mengorbitkan Jokowi ditindaklanjuti dengan mengirim Letjen
Purn Agus Widjojo untuk mematangkannya. Dan setelah itu penggarapan
Jokowi dilakukan oleh Luhut Panjaitan anak emas Benny Moerdani dengan
kedok PT Rakabu Sejahtera sedangkan kegiatan memoles citra Jokowi
diserahkan kepada Goenawan Mohamad dan grup Tempo.
Setelah periode ini, keterlibatan James Riady menopang popularitas
Jokowi mulai signifikan, di mana James Riady merupakan pihak yang
menpunyai pengaruh besar di Amerika Serikat, terutama kaitannya dengan
Arkansas Connection (kelompok elit AS yang merujuk pada teman-teman
terdekat Bill dan Hilary Clinton).
Stanley Bernard Greenberg, tokoh konsultan politik nomor 1 di dunia,
yang juga merupakan anggota elit Arkansas Connection, dilibatkan penuh
dalam perencanaan dan pelaksanaan mendorong popularitas dan
elektabilitas Jokowi hingga ke puncak tertinggi.
Selanjutnya dukungan negara-negara imperialis diatur oleh Jacob Soetoyo
dan Sofyan Wanandi bersama Marie Elka Pangestu sejak tahun 2013 sudah
melempar wacana duet Jokowi-JK dengan gelontoran dana minimal Rp.
2trilyun (http://m.rmol.co/news.php?id=129021).
Keterlibatan Surya Paloh dan Megawati dalam ledakan bom Tanah Tinggi
menjawab keanehan PDIP, dan NasDem begitu saja mendukung kursi presiden
kepada Jokowi dan wakil presiden kepada Jusuf Kalla.
(http://m.rimanews.com/read/20140413/147888/duet-jokowi-jusuf-kalla-didukung-sofyan-wanandi-apindocsiskompas-mau-diumumkan).
Sumber : http://www.gebraknews.com/2014/10/mengungkap-csis-wanandi-jokowi-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar