Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kejanggalan dalam
penyaluran beras miskin (raskin) untuk masyarakat berpenghasilan rendah,
mulai dari jumlah, sasaran sampai kepada mutu raskin yang
dibagikan.Kementerian Keuangan sebagai penyusun anggaran raskin
membeberkan hasil kajian yang mengindikasikan adanya kecurangan dalam
program tersebut.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengaku, tim
kajian yang berasal dari Bank Dunia, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
dan Universitas maupun Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyebut sejak
2004-2005, penyaluran raskin tidak tepat sasaran.
"Tidak tepat karena sudah dideteksi, karena kami menghitung raskin dari
jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) 15,5 juta kepala keluarga (KK)
dikalikan dengan jatah raskin 15 kilogram (kg) per KK lalu dikalikan
Harga Pokok Pembelian (HPP). Jadi didapatlah anggarannya," ujar dia di
Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Lebih jauh Askolani mengungkapkan, Badan Urusan Logistik (Bulog) telah
mendapat amanah untuk menyalurkan raskin sampai titik distribusi.
Sementara titik serah hingga ke tangan konsumen di ambil alih oleh
pemerintah daerah (pemda).
Sejak dipegang pemda, sambungnya, mereka mempunyai kelompok-kelompok
tertentu untuk menyalurkannya ke masyarakat. Namun faktanya, jatah beras
yang diterima konsumen bukan lagi 15 kg dengan sasaran lebih dari 15,5
juta KK.
"Jadi jumlah RTS lebih dari 15,5 juta KK atau tidak sesuai dengan target
pemerintah sehingga membuat jatah beras yang diterima bisa cuma 10 kg.
Jadi orang yang tidak miskin pun kebagian raskin," jelasnya.
Di samping itu, tambah Askolani, harga jual raskin di masyarakat pun
melonjak atau lebih dari patokan pemerintah sebesar Rp 1.600 per kg. Ini
karena ada biaya tambahan distribusi yang tidak ditanggung sepenuhnya
oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Padahal harusnya tanggung jawab penuh dari APBD. Tapi karena pemdanya
nggak mau pakai APBD penuh, jadi ada kenaikan harga bisa sekitar Rp
200-Rp 300 per liter. Jadi jualnya lebih dari Rp 1.600 per liter dan
akhirnya dibebankan ke konsumen," tuturnya.
Pemda, kata Askolani juga membagikan raskin tidak tepat waktu tergantung
jadwal masing-masing pemda. "Pemda membagikannya tergantung dia, kalau
Bulog kan selalu tepat waktu ke titik distribusi. Masing-masing pemda
punya ketentuan bulan. Sedangkan kualitas raskin juga menjadi catatan
KPK," tandasnya.
Kondisi tersebut, Askolani bilang, harus disikapi bersama antara pemda,
pemerintah pusat dan KPK. "Jadi ini masih harus dilakukan kajian dan
konsolidasi dengan KPK dan Menkokesra sebagai lead-nya," cetus dia.
http://bisnis.liputan6.com/read/2035375/ini-alur-penyelewengan-distribusi-beras-miskin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar