PDIP menang telak di Cina, baik di
Cina Daratan maupun di Hong Kong. Demikian klaim tersebut dinyatakan Sekretaris
Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo berdasarkan sejumlah hasil hitung cepat. "Dari
berbagai quickcount, kami unggul. Kami di Hong Kong 52 persen dan Cina 60
persen," kata Tjahjo di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Senin
(7/4).
Klaim kemenangan PDIP di Cina
tersebut mengusik ingatan akan hubungan mesra PDIP dengan Partai Komunis Cina.
Pada 31 Oktober 2013 lalu, misalnya, Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional
Cina, Zhang Dejiang, melakukan kunjungan ke Ketua MPR RI, Sidarto Danusubroto.
Seperti diketahui, posisi Zhang Dejiang sebagai petinggi Komite Tetap Kongres
Rakyat Nasional Cina itu artinya yang bersangkutan juga petinggi di Partai
Komunis Cina. Sementara itu, Sidarto Danusubroto yang menggantikan Taufiq
Kiemas sebagai Ketua MPR adalah politisi senior PDIP yang juga pernah menjadi
ajudan Bung Karno.
Kemesraan PDIP dengan Cina bukan
hanya dalam tataran nasional, tapi juga merambah ke tingkat lokal, yang kepala
daerahnya adalah kader PDIP. Pemerintah Kota Sola, Jawa Tengah, yang berada di
bawah kepemimpinin kader PDIP, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo, misalnya,
pernah berkunjung ke Beijing, menemui pimpinan dan jajaran The Chinese People's
Association for Friendship with Foreign Countries (CPAFFC). Kunjungan itu untuk
menjalin kerja sama dengan Cina dalam bentuk kota kembar dengan salah satu kota
di Cina.
Sebelumnya, Juli 2013 lalu, Duta
Besar Republik Rakyat Cina untuk Indonesia, Liu Jianchao, telah mengunjungi
Walikota Solo, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo, di Rumah Dinas Wali Kota
Solo, Loji Gandrung, untuk membicarakan soal kerja sama Cina dan Solo.
Provinsi DKI Jakarta yang berada di
bawah kepemimpinan Jokowi juga telah menunjuk kontraktor asal Cina untuk proyek
pembangunan monorel, walaupun pada akhirnya proyek ini ternyata Cuma kibul
semata. Rencananya malah sarana transportasi yang tadinya akan mulai beroperasi
pada tahun 2016 itu akan menggunakan kereta buatan Cina juga.
Pada tahun lalu juga ada tiga
angkatan kader PDIP yang belajar ke Partai Komunis Cina. Angkatan ketiga
belajar dari tanggal 14 Oktober sampai 23 Oktober 2013, dengan Eva Kusuma
Sundari sebagai pimpinan delegasinya.
Selain Eva yang juga anggota Komisi
III DPR, kader PDIP lain yang berangkat belajar ke Partai Komunis Cina antara
lain Vanda Sarundayang (anggota Komisi VI DPR yang sekaligus Ketua Taruna Merah
Putih Sulawesi Utara), Bupati Ngawi Budi Sulistyo, Bupati Flores Timur Yoseph
Lagadoni Herin, dan Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bambang Kusriyanto.
"Selebihnya, anggota berbagai
departemen di Dewan Pimpinan Pusat PDIP," kata Eva, yang juga anggota
Departemen Kaderisasi DPP PDIP.
Tahun 2012, PDIP juga
kedatangan kader Partai Komunis Cina. Kedatangan kader partai politik
satu-satunya di Cina itu, menurut PDIP, merupakan kunjungan yang sangat
penting. "Kedatangan delegasi sangat penting. Selain untuk melakukan
pembelajaran mengenai pembangunan kader akar rumput serta pengentasan
kemiskinan, pertemuan ini bisa mempererat hubungan persahabatan kedua partai,"
ujar Ketua Bidang Pertahanan dan Hubungan Luar Negeri Andreas Pareira di Kantor
DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa, 11 September 2012.
Saking mesranya hubungan PDIP dan
Partai Komunis Cina, sampai-sampai ada yang menafsir keberanian Ketua DPD
Banten PDIP dr. Ribka Tjiptaning meremehkan Wakil Gubernur Banten Rano Karno
tak terlepas dari hal ini.
"Rano mesti ditanting dulu.
Jadi wakil gubernur aja enggak pantes. Dia enggak
pernah berstatemen apa-apa. Tanya orang Banten. Dia kan seniman, tapi enggak
pernah ngomong soal budaya atau acara apa. Dia lebih di
ketiaknya Atut. Dia enggak pernah bermanfaat untuk rakyat Banten. Pemerintahan
Atut dan Rano tidak pro-rakyat," ungkap Ribka, yang pernah menulis
buku Aku Bangga Jadi Anak PKI dan Anak PKI Masuk
Parlemen.
Padahal, Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri dalam Rakernas III PDIP di Ecopark, Ancol, Jakarta Utara, 6
September 2013, memuji Rano Karno sebagai salah satu pemimpin yang baik bagi
masa depan Indonesia. "Pak Jokowi, Pak Ganjar, Pak Rano Karno, Pak
Rustam, Puan Maharani, saya selalu berkeyakinan di tangan mereka kelak
Indonesia akan lebih baik," tutur Megawati.
Padahal pula, seperti diketahui
bersama, setidaknya Jokowi, Ganjar Pranowo, dan Rano Karno adalah pemimpin yang
melarikan diri dari tanggung jawabnya untuk meraih kursi kekuasaan yang lebih
tinggi atau lebih strategis. Jokowi meninggalkan kursi Walikota Solo untuk
menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta dan belum lagi dua tahun sudah berambisi
menduduki kursi kepresidenan; Ganjar meninggalkan amanah sebagai wakil rakyat
untuk duduk di kursi empuk Gubernur Jawa Tengah, dan; Rano Karno meninggalkan
Kabupaten Tangerang yang amburadul untuk bisa mendampingi Atut Chosiah sebagai
Wakil Gubernur Banten.
Sementara itu, dalam tataran
geopolitik regional, seperti ASATUNEWS.com beritakan pada akhir Februari
lalu, Pemerintah Republik Rakyat Cina sedang melakukan aksi penjajahan di
wilayah Asia Tenggara, sehingga pemerintah Filipina menyerukan agar
negara-negara Asia Tenggara bersatu (baca beritanya di sini).
Belum lagi sebulan berita tersebut
ditayangkan, rupanya, Pemerintah Republik Rakyat Cina telah memasukkan sebagian
wilayah perairan laut Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau ke dalam peta
wilayah mereka. Demikian diungkapkan Asisten Deputi I Kementrian Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan Bidang Dokrin Strategi Pertahanan, Masekal Pertama
TNI Fahru Zaini.
"Cina telah mengklaim wilayah
perairan Natuna sebagai wilayah laut mereka. Klaim sepihak ini terkait sengketa
Kepulauan Spratly dan Paracel antara negara Cina dan Filipina. Sengketa ini
akan berdampak besar terhadap keamanan laut Natuna," ungkap Fahru Zaini
saat berkunjung ke Natuna, Rabu (12/3).
Ia menjelaskan, Cina telah
menggambar peta laut Natuna di Laut Cina Selatan masuk peta wilayahnya dengan
9 dash line atau garis terputus. Bahkan, dalam paspor terbaru
milik warga Cina juga sudah dicantumkan. "Yang dilakukan Cina ini
menyangkut zona wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk itu, kami
datang ke Natuna ini ingin melihat secara nyata strategi dari komponen utama
pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Tentara Nasional
Indonesia, terutama dalam kemampuan, kekuatan, dan gelar pasukan bila terjadi
sesuatu di wilayah ini," ujarnya.
Menurut dia, bukan hanya wilayah
Indonesia saja yang dipetakan Cina, tetapi juga wilayah negara lain yang
berbatasan dengan perairan Laut Cina Selatan, seperti, Viet Nam, Malaysia,
Brunei, Fhilipina, dan Taiwan.
"Bukan wilayah negara Indonesia saja yang
dipetakan oleh Cina, negara lain juga dipetakan. Namun, Cina tidak mau berterus
terang terhadap koordinat mana yang masuk wilayah mereka," ujar Fahru
Zaini.
Itu sebabnya, lanjut Fahru, demi
terjaganya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebhinekaan kebangsaan
di wilayah terdepan seperti Kabupaten Natuna perlu diperkukuh. "Wilayah
yang berada di perbatasan, seperti Kabupaten Natuna, persatuan dan kesatuan
antar warga dan etnis perlu diperkukuh.
Persatuan antar-warga perlu dijunjung
tinggi, ini dimaksudkan supaya tak mudah disusupi atau diadu domba oleh negara
lain," tuturnya.
Ia mengatakan, letak Indonesia
sangat strategis, baik lautnya maupun udaranya. Setiap hari selalu ramai
dilewati oleh kapal dan pesawat negara lain yang dapat efek baik dan juga
berdampak buruk. "Dari letak yang bagus ini bisa menjadi keuntungan,
bahkan juga kerugian, itu tergantung pada kita dalam mengimpletasikannya dalam
bernegara. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga
mati," ungkapnya
http://asatunews.com/?q=partai/2014/04/08/pdip-menang-telak-di-cina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar