Selasa, 08 April 2014

PDIP Menang Telak di Cina!

PDIP menang telak di Cina, baik di Cina Daratan maupun di Hong Kong. Demikian klaim tersebut dinyatakan Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo berdasarkan sejumlah hasil hitung cepat. "Dari berbagai quickcount, kami unggul. Kami di Hong Kong 52 persen dan Cina 60 persen," kata Tjahjo di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Senin (7/4).

Klaim kemenangan PDIP di Cina tersebut mengusik ingatan akan hubungan mesra PDIP dengan Partai Komunis Cina. Pada 31 Oktober 2013 lalu, misalnya, Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Cina, Zhang Dejiang, melakukan kunjungan ke Ketua MPR RI, Sidarto Danusubroto. Seperti diketahui, posisi Zhang Dejiang sebagai petinggi Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Cina itu artinya yang bersangkutan juga petinggi di Partai Komunis Cina. Sementara itu,  Sidarto Danusubroto yang menggantikan Taufiq Kiemas sebagai Ketua MPR adalah politisi senior PDIP yang juga pernah menjadi ajudan Bung Karno.

Kemesraan PDIP dengan Cina bukan hanya dalam tataran nasional, tapi juga merambah ke tingkat lokal, yang kepala daerahnya adalah kader PDIP. Pemerintah Kota Sola, Jawa Tengah, yang berada di bawah kepemimpinin kader PDIP, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo, misalnya, pernah berkunjung ke Beijing, menemui pimpinan dan jajaran The Chinese People's Association for Friendship with Foreign Countries (CPAFFC). Kunjungan itu untuk menjalin kerja sama dengan Cina dalam bentuk kota kembar dengan salah satu kota di Cina.

Sebelumnya, Juli 2013 lalu, Duta Besar Republik Rakyat Cina untuk Indonesia, Liu Jianchao, telah mengunjungi Walikota Solo, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo, di Rumah Dinas Wali Kota Solo, Loji Gandrung, untuk membicarakan soal kerja sama Cina dan Solo.

Provinsi DKI Jakarta yang berada di bawah kepemimpinan Jokowi juga telah menunjuk kontraktor asal Cina untuk proyek pembangunan monorel, walaupun pada akhirnya proyek ini ternyata Cuma kibul semata. Rencananya malah sarana transportasi yang tadinya akan mulai beroperasi pada tahun 2016 itu akan menggunakan kereta buatan Cina juga.

Pada tahun lalu juga ada tiga angkatan kader PDIP yang belajar ke Partai Komunis Cina. Angkatan ketiga belajar dari tanggal 14 Oktober sampai 23 Oktober 2013, dengan Eva Kusuma Sundari sebagai pimpinan delegasinya.

Selain Eva yang juga anggota Komisi III DPR, kader PDIP lain yang berangkat belajar ke Partai Komunis Cina antara lain Vanda Sarundayang (anggota Komisi VI DPR yang sekaligus Ketua Taruna Merah Putih Sulawesi Utara), Bupati Ngawi Budi Sulistyo, Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin, dan Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bambang Kusriyanto.

"Selebihnya, anggota berbagai departemen di Dewan Pimpinan Pusat PDIP," kata Eva, yang juga anggota Departemen Kaderisasi DPP PDIP.

Tahun 2012, PDIP juga kedatangan kader Partai Komunis Cina. Kedatangan kader partai politik satu-satunya di Cina itu, menurut PDIP, merupakan kunjungan yang sangat penting. "Kedatangan delegasi sangat penting. Selain untuk melakukan pembelajaran mengenai pembangunan kader akar rumput serta pengentasan kemiskinan, pertemuan ini bisa mempererat hubungan persahabatan kedua partai," ujar Ketua Bidang Pertahanan dan Hubungan Luar Negeri Andreas Pareira di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa, 11 September 2012.

Saking mesranya hubungan PDIP dan Partai Komunis Cina, sampai-sampai ada yang menafsir keberanian Ketua DPD Banten PDIP dr. Ribka Tjiptaning meremehkan Wakil Gubernur Banten Rano Karno tak terlepas dari hal ini.

"Rano mesti ditanting dulu. Jadi wakil gubernur aja enggak pantes. Dia enggak pernah berstatemen apa-apa. Tanya orang Banten. Dia kan seniman, tapi enggak pernah ngomong soal budaya atau acara apa. Dia lebih di ketiaknya Atut. Dia enggak pernah bermanfaat untuk rakyat Banten. Pemerintahan Atut dan Rano tidak pro-rakyat," ungkap Ribka, yang pernah menulis buku Aku Bangga Jadi Anak PKI dan Anak PKI Masuk Parlemen.

Padahal, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas III PDIP di Ecopark, Ancol, Jakarta Utara, 6 September 2013, memuji Rano Karno sebagai salah satu pemimpin yang baik bagi masa depan Indonesia. "Pak Jokowi, Pak Ganjar, Pak Rano Karno, Pak Rustam, Puan Maharani, saya selalu berkeyakinan di tangan mereka kelak Indonesia akan lebih baik," tutur Megawati.

Padahal pula, seperti diketahui bersama, setidaknya Jokowi, Ganjar Pranowo, dan Rano Karno adalah pemimpin yang melarikan diri dari tanggung jawabnya untuk meraih kursi kekuasaan yang lebih tinggi atau lebih strategis. Jokowi meninggalkan kursi Walikota Solo untuk menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta dan belum lagi dua tahun sudah berambisi menduduki kursi kepresidenan; Ganjar meninggalkan amanah sebagai wakil rakyat untuk duduk di kursi empuk Gubernur Jawa Tengah, dan; Rano Karno meninggalkan Kabupaten Tangerang yang amburadul untuk bisa mendampingi Atut Chosiah sebagai Wakil Gubernur Banten.

Sementara itu, dalam tataran geopolitik regional, seperti ASATUNEWS.com beritakan pada akhir Februari lalu, Pemerintah Republik Rakyat Cina sedang melakukan aksi penjajahan di wilayah Asia Tenggara, sehingga pemerintah Filipina menyerukan agar negara-negara Asia Tenggara bersatu (baca beritanya di sini).
Belum lagi sebulan berita tersebut ditayangkan, rupanya, Pemerintah Republik Rakyat Cina telah memasukkan sebagian wilayah perairan laut Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau ke dalam peta wilayah mereka. Demikian diungkapkan Asisten Deputi I Kementrian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Bidang Dokrin Strategi Pertahanan, Masekal Pertama TNI Fahru Zaini.

"Cina telah mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai wilayah laut mereka. Klaim sepihak ini terkait sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel antara negara Cina dan Filipina. Sengketa ini akan berdampak besar terhadap keamanan laut Natuna," ungkap Fahru Zaini saat berkunjung ke Natuna, Rabu (12/3).
Ia menjelaskan, Cina telah menggambar peta laut Natuna di Laut Cina Selatan masuk peta wilayahnya dengan 9 dash line atau garis terputus. Bahkan, dalam paspor terbaru milik warga Cina juga sudah dicantumkan.  "Yang dilakukan Cina ini menyangkut zona wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Untuk itu, kami datang ke Natuna ini ingin melihat secara nyata strategi dari komponen utama pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Tentara Nasional Indonesia, terutama dalam kemampuan, kekuatan, dan gelar pasukan bila terjadi sesuatu di wilayah ini," ujarnya.

Menurut dia, bukan hanya wilayah Indonesia saja yang dipetakan Cina, tetapi juga wilayah negara lain yang berbatasan dengan perairan Laut Cina Selatan, seperti, Viet Nam, Malaysia, Brunei, Fhilipina, dan Taiwan. 

"Bukan wilayah negara Indonesia saja yang dipetakan oleh Cina, negara lain juga dipetakan. Namun, Cina tidak mau berterus terang terhadap koordinat mana yang masuk wilayah mereka," ujar Fahru Zaini.

Itu sebabnya, lanjut Fahru, demi terjaganya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebhinekaan kebangsaan di wilayah terdepan seperti Kabupaten Natuna perlu diperkukuh. "Wilayah yang berada di perbatasan, seperti Kabupaten Natuna, persatuan dan kesatuan antar warga dan etnis perlu diperkukuh. 

Persatuan antar-warga perlu dijunjung tinggi, ini dimaksudkan supaya tak mudah disusupi atau diadu domba oleh negara lain," tuturnya.

Ia mengatakan, letak Indonesia sangat strategis, baik lautnya maupun udaranya. Setiap hari selalu ramai dilewati oleh kapal dan pesawat negara lain yang dapat efek baik dan juga berdampak buruk. "Dari letak yang bagus ini bisa menjadi keuntungan, bahkan juga kerugian, itu tergantung pada kita dalam mengimpletasikannya dalam bernegara. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati,"  ungkapnya 

http://asatunews.com/?q=partai/2014/04/08/pdip-menang-telak-di-cina



Tidak ada komentar:

Posting Komentar