Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia Ismed Hasan Putro
mengatakan kesepakatan jual-beli gula dengan Perum Badan Urusan Logistik
(Bulog) dipicu maraknya gula rafinasi yang beredar di pasaran. Menurut
dia, kesepakatan dua perusahaan pelat merah ini tidak akan merusak harga
jual gula di tingkat petani. “Pada 2013, gula rafinasi bocor di
pasaran, tapi APTRI (Asosiasi Pengusaha Tebu Rakyat Indonesia) diam
saja. Yang merusak pasaran ini gula petani, bukan kesepakatan antara RNI
dan Bulog,” kata Ismed kepada Tempo, Rabu, 19 Maret 2014.
Bila ingin membentuk harga gula yang sehat, kata Ismed, pemerintah
harus menertibkan peredaran gula rafinasi dan gula selundupan. Di Batam,
misalnya, harga gula kristal putih selundupan Thailand hanya Rp 6.500
per kilogram. Adapun di Kupang, harga gula kristal putih dari Darwin,
Australia, senilai Rp 7.000 per kilogram.
Saat pasar bebas ASEAN dibuka pada 2015, Ismed mengingatkan harga
gula impor yang beredar di Indonesia bisa lebih rendah lagi. Kesepakatan
harga Rp 8.600 per kilogram, kata dia, didapat karena RNI berhasil
mengefisienkan pabrik-pabrik gulanya. “Ini murni bisnis, Bulog juga
tidak dirugikan. Kami berani Rp 8.600 karena berhasil mengefisiensikan
pabrik,” ujarnya.
Ia yakin kompetitor perusahaan gula lainnya paham dengan skema bisnis
yang dipilih RNI dan Perum Bulog. Pada 2014, RNI berencana memproduksi
gula kristal putih sebanyak 160 ribu ton dan 400 ribu ton gula milik
petani. Pihaknya siap memasok kebutuhan Bulog untuk menjaga stok. Kerja
sama ini, kata Ismed, untuk membantu pemerintah menstabilkan harga dan
menjaga stok gula di Bulog.
Ismed menampik tudingan bahwa kerja sama RNI-Bulog karena didorong
Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Dia menegaskan bahwa
harga Rp 8.600 per kilogram hanya untuk memenuhi 12 ribu ton gula.
“Harga bisa berubah lagi, tergantung pasar. Jangan terlena dengan harga
tinggi,” kata Ismed.
Ketua Umum APTRI Arum Sabil memprotes kesepakatan jual-beli gula tebu
antara RNI dan Bulog. Bila asumsi rendemen 7 persen dengan produksi
tebu 80 ton, kata Arum, biaya produksi gula petani tembus Rp 10 ribu per
kilogram.
Di lain pihak, Dewan Gula Indonesia mengusulkan harga patokan petani
senilai Rp 9.500 per kilogram. “Mengapa RNI dan Bulog melakukan
perjanjian jual-beli gula seharga Rp 8.600 per kilogram? Ini bisa
menjadi preseden buruk terhadap harga gula petani pada tahun giling
2014,” kata Arum Sabil.
Secara psikologis, ia mengatakan, kesepakatan itu akan menyeret
turunnya harga gula di tingkat petani. Arum mengecam keras tindakan PT
RNI dan Bulog tersebut. Ia menuding kesepakatan itu didorong oleh Dahlan
Iskan. “Tolong sampaikan kepada Ismed (Dirut RNI) kalau tindakannya
telah melukai petani,” kata Arum.
http://bewara.co/read/2014/04/kesepakatan-rni-bulog-dipicu-gula-rafinasi-3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar