Para pelaku penimbunan bahan pokok dan atau barang
penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan
barang terancam terkena denda Rp50 miliar atau kurungan selama lima
tahun.
"Jika pelaku usaha menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang
penting itu termasuk pidana ekonomi," kata Kepala Biro Hukum Kementerian
Perdagangan, Lasminingsih, di Ciawi, Bogor, Sabtu.
Lasminingsih mengatakan, salah satu contoh kasus penimbunan adalah
penimbunan bahan bakar minyak (BBM), di mana para pelaku usaha dengan
sengaja menimbun dan baru menjual BBM tersebut saat harga sudah
mengalami kenaikan untuk memperoleh keuntungan besar.
Terhadap para pelaku penimbunan tersebut tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pada pasal 107
yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang atau
penimbunan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama lima
tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.
"Untuk jangka waktu masih dirumuskan," kata Lasminingsih.
Sementara pasal yang mengatur adanya larangan bagi para pelaku usaha
untuk melakukan menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting
diatur pada pasal 29 ayat 1.
Berdasarkan Undang-Undang Perdagangan yang baru disahkan pada Januari
2014 tersebut, para pelaku usaha diperbolehkan atau dapat melakukan
penyimpanan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah
dan waktu tertentu.
Penyimpanan tersebut diperbolehkan jika dipergunakan sebagai bahan
baku atau baham penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan
barang yang akan didistribusikan.
Untuk pengaturan lebih lanjut terkait pasal yang mengatur mengenai
penyimpanan barang tersebut akan diatur pada Peraturan Presiden yang
ditargetkan oleh Kementerian Perdagangan bisa terselesaikan bersama-sama
dengan aturan turunan lainnya.
Beberapa aturan turunan untuk UU Perdagangan yang harus diselesaikan
diantaranya adalah sembilan Peraturan Pemerintah, 14 Peraturan Presiden,
dan 20 Perarturan Menteri Perdagangan yang harus diselesaikan untuk
mendukung penerapan UU tersebut.
Barang yang dikategorikan sebagai `Barang Kebutuhan Pokok` dan
`Barang Penting` sendiri akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah (PP). Terdapat 18 jenis barang yang dimasukkan sebagai Barang
Kebutuhan Pokok dan 10 jenis barang yang dikategorikan sebagai Barang
Penting.
Sebanyak 18 jenis barang yang masuk kategori Barang Kebutuhan Pokok
adalah : beras medium, telur ayam ras, daging ayam ras, kedelai, susu,
minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, jagung pipi, garam beryodium,
gula kristal putih, bawang merah, bawang putih, semua jenis cabe, ikan
(ikan bandeng segar, ikan kembung segar, ikan tongkol), obat generik,
vaksin, dan LPG 3 kg.
Sedangkan 10 barang yang dimasukkan sebagai Barang Penting, terdiri
dari besi baja konstruksi, baja ringan, semen, aspal, pupuk, BBM dan
gas, rotan, triplek, benih (benih padi, jagung, kedelai), dan bijih
plastik.
https://id.berita.yahoo.com/penimbunan-bahan-pokok-terancam-denda-rp50-miliar-035053715--finance.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar