Kamar Dagang dan Industri (Kadin versi Rizal Ramli) Indonesia dan
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) akan membentuk tim investigasi
untuk menyelidiki kasus impor beras ilegal. Hasil investigasi itu akan
segera diumumkan kepada publik, agar pemerintah tidak lagi bermain-main
dengan nasib puluhan juta petani.
“Impor beras premium dari Vietnam ini benar-benar tidak punya nurani.
Para pelakunya tega mengeruk keuntungan yang sangat besar di atas
penderitaan petani.” ujar Ketua Umum Kadin (Versi Rizal Ramli) Indonesia
DR Rizal Ramli, di Jakarta, Rabu (5/2).
Menurut ekonom senior yang gigih mengusung ekonomi konstitusi ini,
modus kasus impor beras ilegal dimulai dengan penggabungan nomor hamonized system
(HS) beras dari dua menjadi satu HS. Dari sini dalam dokumen impornya
dilaporkan beras kelas umum. Namun kenyataannya beras yang diimpor
adalah kualitas premium.
Harga beras di pasar internasional (4/2), beras Vietnam dengan kualitas 5% broken (premium) mencapai US$410/ton. Sedangkan beras kualitas 25% broken,
harganya US$375/ton. Beras ilegal yang diimpor itu konon hampir 20.000
ton. Biasanya, harga beras di Indonesia minimal 35% lebih mahal
dibandingkan harga internasional. Dengan kurs dolar Rp12.000/dolar, maka
ada selisih harga US$2,87juta atau sekitar Rp34,4 miliar. Uang inilah
yang kemudian dibagi-bagi para pelaku yang terdiri pengusaha dan
pejabat. Jumlah tersebut belum termasuk komisi yang biasa diterima
pejabat terkait.
“Sebetulnya aneh juga kalau Kementerian Perdagangan menerbikan izin
impor beras premium, ketika BPS justru menyatakan stok beras aman.
Akibatnya beras menumpuk di gudang. Karena manajemennya tidak bagus,
biasanya beras terlalu lama disimpan dan nyaris busuk. Nah beras nyaris
busuk inilah yang kemudian dibagikan kepada rakyat dalam bentuk beras
untuk warga miskin atau Raskin. Kok tega-teganya pejabat bermain-main
dengan nasib rakyat,” tukas Peserta Konvensi Rakyat Capres 2014 yang
biasa disapa RR1 ini dengan geram.
Sebagai orang yang pernah menjadi Menko Perekonomian, DR Rizal Ramli
tahu persis, bahwa soal pangan menjadi tanggung jawab Menko
Perekonomian. Menko inilah yang mengkoordinasikan masalah produksi,
kebutuhan, bea masuk, dan penjagaan arus keluar-masuknya dengan
Kementan, Kemendag, Bulog, Kemenkeu, dan Ditjen Bea & Cukai.
Tampaknya selama ini tidak ada check and balance, sehingga kejadian penyeludupan terjadi terus berulang-ulang.
“Tidak benar kalau Wakil Mendag mengatakan ini hanya soal persaingan
dagang. Kalau selisihnya Rp100-Rp200/kg itu oke soal persaingan dagang.
Tapi kalau bedanya mencapai Rp2.000/kg, ini jelas penyeludupan. Kita
harus menghentikan impor bertas, apalagi bila ilegal, yang
terus-menerus. Kasihan petani kita, harga makin anjlok. Sementara itu
rakyat mendapat beras nyaris busuk. Dulu waktu jadi Menko dan Kepala
Bulog, saya tidak pernah mengizinkan impor beras. Namun karena nafsu
serakah untuk mengumpulkan dana politik, di kemudian hari mereka kembali
tega bermain-main dengan nasib rakyat,” ungkapnya.
Sejatinya, Capres paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia
(LPI) ini, tidak sulit bagi Indonesia untuk kembali mengalami swasembada
pangan. Yang diperlukan cuma keberpihakan dan serangkaian program pro
rakyat. Di Sulawesi Selatan yang menjadi lumbung padi nomor tiga,
misalnya, produksi berasnya bisa ditingkatkan. Caranya, dengan membangun
4-5 waduk, memperbaiki irigasi, dan memberikan bibit unggul. Dari sini
bisa dihasilkan surplus beras yang bahkan dapat diekspor. Ditambah
dengan kebijakan harga yang berpihak kepada petani, maka swasembada
beras dan kedaulatan pangan bukanlah masalah yang sulit diwujudkan.
“Tapi karena mental pejabat kita banyak yang korup, akibatnya terus
saja impor beras. Cara ini hanya menguntungkan petani Thailand, Vietnam,
dan lainnya tapi mematikan petani kita sendiri. Impor beras menghambat
cita-cita Indonesia mencapai kedaulatan pangan. Benar-benar tidak punya
nurani,” tukasnya.
http://wartaekonomi.co.id/berita23957/kadin-versi-rizal-ramli-dan-hkti-bentuk-tim-investigasi-beras-impor-ilegal.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar