Rabu, 26 Februari 2014

Profesionalisme Akan Menang

Dirut Bulog Saat Di Subdivre Bms


Sutarto Alimoeso memulai karier di birokrasi. Ia bahkan menghabiskan separuh usianya di pemerintahan. Toh, Sutarto jauh dari kesan birokrat kebanyakan. Setidaknya hal itu tercermin pada gaya bicaranya yang lugas, tegas, dan blak-blakan.

“Saya bekerja secara profesional. Saya juga tidak mau ditekan atau didikte siapa pun. Saya yakin profesionalisme akan menang,” ujar Direktur Utama Perum Bulog itu di Jakarta, baru-baru ini.

Demi menjadikan Perum Bulog profesional, Sutarto berani mendobrak tradisi lama yang dianggapnya menyimpang atau berseberangan dengan visi dan misi Bulog. Terobosan yang dilakukannya tak hanya menyangkut perbaikan internal, tapi juga yang terkait dengan pengadaan pangan.

Pria yang menakhodai Perum Bulog sejak November 2009 ini pun gencar menanamkan pemahaman tentang perlunya perubahan di setiap karyawan. Ia memulai perubahan dari hal-hal kecil, misalnya membatasi operasional lift serta melaksanakan tertib administrasi dan tertib jam kerja.

“Perubahan harus dilakukan dari masing-masing individu. Saya dikomentari, dirut kok mengurusi yang kecil-kecil. Saya bilang, tersandung itu oleh batu yang kecil. Kalau batu besar, itu namanya nabrak,” katanya.

Di balik sikapnya yang tegas dan berani, Sutarto Alimoeso adalah seorang "penurut" Ia tak pernah menolak bertugas.

“Di mana pun ditugaskan, saya akan memberikan yang terbaik. Tugas merupakan amanah, sehingga harus dilaksanakan secara ikhlas. Bekerja itu kan bagian dari ibadah. Jadi, saya tidak pernah menggerutu,” tandasnya. Berikut wawancara dengannya.

Bagaimana perjalanan karier Anda hingga bisa menjabat sebagai dirut Perum Bulog?
Saya memulai karier di Kementerian Pertanian (Kemtan) sejak November 1974. Saya lulus sarjana pada 31 Agustus 1974. Saya sempat bingung mau bekerja di mana, tapi akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke Kemtan. Karier saya hampir 35 tahun dihabiskan di Kemtan. Saya memulainya sebagai tenaga honorer. Pada Maret 1976, saya baru diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Begitu diangkat, pada 1977 saya mendapat tugas sebagai kepala seksi di Kemtan.

Saya sudah berganti-ganti menjadi kepala seksi, sampai empat kepala seksi. Pada 1986, saya diangkat menjadi kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura VIII di Banjarmasin, persisnya di Bajarbaru hingga awal 1989. Kemudian saya pindah 1 April 1989 ke Sumatera Utara. Saya menjabat sebagai kepala Balai Poteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura I. Pada 1995, saya ditarik ke Jakarta sebagai kepala Subdirektorat Pengendalian Hama.

Pada akhir 1996, saya diminta menjadi penjabat kepala Dinas Pertanian Kalimantan Barat. Pada 1997, saya diangkat menjadi kepala Dinas Pertanian Kalimantan Barat. Kemudian pada 1998 saya ditarik ke Jakarta untuk menempati posisi sebagai direktur perlindungan tanaman pangan sampai 2003. Lalu saya mendapat tugas sebagai Setditjen Tanaman Pangan sampai 2006. Pada April 2006, saya diangkat menjadi dirjen tanaman pangan Kemtan sampai April 2010. Pada 1 Maret 2010, saya pensiun. Saya ditarik ke Bulog pada 23 November 2009.

Apa yang Anda lakukan untuk bertransformasi dari seorang birokrat menjadi eksekutif?
Selama saya menjadi PNS, prinsip saya sampai sekarang adalah di mana pun bertugas, saya akan melaksanakannya. Tugas merupakan amanah dan bagian dari ibadah, sehingga harus dilaksanakan secara ikhlas. Saya tidak pernah menggerutu. Misalnya saat saya dipindahkan dari Jakarta ke Kalimantan, saya tetap berangkat. Sebab, niat saya seperti itu. Niat akan mewarnai sikap, tindakan, maupun perilaku yang keluar atau dilakukan seseorang.

Saya berupaya bekerja secara profesional, mengikuti aturan yang ada. Saya juga tidak mau ditekan siapa pun. Kalau ada intervensi dari siapa pun dan dari mana pun, tidak saya layani. Di mana pun bertugas, saya selalu berupaya melakukan perubahan-perubahan. Saya selalu berupaya profesional. Saya tidak bekerja atas dasar karena ditaruh di situ, karena utang budi, atau bagian dari suatu kelompok. Saya tidak pernah punya kelompok-kelompok tertentu. Kelompok saya adalah di mana saya menjadi satu unit. Saya tidak mau didikte.

Beberapa kali Anda dikabarkan akan diganti, tapi batal. Apa yang Anda rasakan?
Jabatan adalah amanah. Kalau mau dicabut, itu merupakan kehendak Yang Maha Kuasa. Contohnya pada awal 2011 saya diarahkan bakal diganti, tapi saya tetap bekerja. Ada faktor lain. Mestinya saya pensiun, tapi karena saya dianggap berhasil, presiden bilang ada perpres yang bisa memperpanjang hingga usia 62 tahun. Saya dinilai berhasil sampai diberi bintang jasa utama dari pemerintah.

Saya dari dulu tidak pernah minta jabatan. Ditempatkan di mana pun, saya tidak pernah menolak. Saya ikuti saja seperti air mengalir. Waktu di Madinah, umroh, ada sahabat yang menginformasikan bahwa saya akan diganti. Reaksi saya waktu itu biasa saja. Orang lain mungkin kaget. Itu karena sejak awal saya tahu bahwa presiden akan memperpanjangnya. Saya sudah berupaya sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Baik itu kan belum tentu benar.

Waktu itu teman saya berseloroh, mumpung dekat dengan Tuhan, berdoalah agar tidak jadi diganti. Saya bilang, saya memang mau berdoa. Doa saya, ya Allah ya Tuhan kami. Kalau amanah ini dicabut demi kebaikan bangsa, negara, dan masyarakat, maka cabutlah. Tapi kalau saya masih diberikan amanah, maka berikanlah petunjukMu. Berilah saya petunjuk yang baik dan benar di Bulog.

Waktu pulang, saya diberitahu Seskab Dipo Alam, bahwa saya akan diganti. Bagi saya tidak apa-apa. Tapi Tuhan menghendaki lain. Ada yang bertanya, Pak Tarto berdoa apa waktu di Mekah, kok batal diganti? Saya bilang, saya tidak pernah mendoakan orang lain jelek. Dan, saya tidak pernah takut diganti.

Perubahan apa yang Anda lakukan di Bulog?
Saat saya masuk pertama kali di Bulog, pada bulan pertama, saya ikuti irama mereka. Tapi saya tidak masuk iramanya. Pada bulan berikutnya, saya mulai perubahan itu. Saya mulai dari persoalan mendasar, yaitu jiwa korps yang tidak kokoh. Makanya saya perkenalkan Bulog Incorporated. Misalnya, dulu masalah kecil saja, beras kualitas jelek dikirim dari divre satu ke divre lain, tetapi duitnya tidak jelas ke mana. Ternyata duitnya diberikan ke mitra atau kepala gudang. Dengan adanya Bulog Incorporated tidak ada tawar-menawar. Semua itu harus diubah karena membuka peluang terjadinya kecurangan.

Kemudian, prinsip saya, perubahan harus dilakukan dari masing-masing individu. Maka konsep yang saya buat adalah saya harus bekerja secara detail agar menyangkut individu, mulai dari menulis surat dan efisiensi. Di sini, dulu, penutup surat saja tidak ada. Penggunaan fasilitas umum boros. Contohnya lift. Saya bilang, kalau pukul 08.30 WIB lift jangan dinyalakan semua karena yang memakainya sudah berkurang. Saya minta tertib administrasi dan jam kerja.

Saya bilang, kita jangan terlambat dua kali, nanti salah dua kali. Kalau datang terlambat, salah. Tapi atasan tidak berani ambil tindakan karena takut bawahan bernyanyi. Saya bilang, biarkan dia nyanyi, nanti terbuka semua.

Anda memilih perubahan secara radikal?
Saya bisa dikatakan radikal jika dikaitkan dengan budaya waktu itu. Saya juga dikomentari, dirut kok mengurusi yang kecil-kecil. Saya bilang, tersandung itu oleh batu yang kecil. Kalau batu besar, itu namanya nabrak. Kenapa mulai dari yang kecil-kecil? Karena yang kecil itu urusan di bawah, sedangkan yang bawah tidak mengurusnya.

Kesimpulan saya, kalau mau melakukan perubahan, tantangan terbesar ada di internal. Eksternal tentunya ada. Tapi tantangan terbesarnya dimulai dari internal. Mau tidak mau, internal harus dibereskan.

Saya minta teman-teman lebih profesional, tidak boleh berkelompok. Ada orang yang tidak punya kesempatan, tapi ada orang yang naik luar biasa karena punya jalur itu. Bulog memiliki dewan pengawas. Saat ada kekosongan jabatan, ada yang sudah tahu jabatan itu untuk siapa. Saya minta semua yang punya potensi dibuka, sehingga sekarang tidak lagi beredar nama saat ada yang kosong. Siapa yang berprestasi untuk memimpin, akan dikasih kesempatan.

Anda juga melakukan perubahan di sisi kebijakan perusahaan?
Ada paradigma lama yang saya ubah. Khitah Bulog, kalau harga beras atau gabah jatuh, Bulog harus beli. Kalau harga bagus pun beli. Kalau tidak, tidak apa-apa. Kalau harga terlalu tinggi, Bulog melakukan operasi pasar. Kalau stok kurang, Bulog impor. Saya diomeli kiri-kanan, seolah-olah Bulog suka impor. Makanya paradigma itu saya ubah. Yang kita kejar adalah pengadaan dalam negeri dengan stok yang cukup sesuai kebutuhan pemerintah, yaitu pada akhir tahun harus dua juta ton. Akhirnya pada 2012-2013 kita tidak impor. Pada 2010 banyak persoalan di dalam negeri, sehingga harus impor. Pada 2011 lebih parah karena produksi minus 1,07 persen, sehingga kita masih impor. Tapi pada 2012, produksi tumbuh 5 persen.

Ada aksioma di Bulog bahwa kalau kenaikan produksi di bawah 5 persen, Bulog tidak mampu melakukan pengadaan beras di atas dua juta ton. Makanya, pada tahun pertama dan kedua, berat. Tapi saya tidak percaya itu. Saya bilang, kejar dulu. Saya ingin pecahkan aksioma bahwa pertumbuhan produksi tidak harus di atas 5 persen agar dapat menyerap di atas dua juta ton. Pada 2012, saat produksi relatif bagus, kami bisa melakukan pengadaan tertinggi.

Pada 2013, saya tidak mau tergantung pada produksi. Waktu itu diumumkan bahwa produksi naik 2 persen. Ternyata pengadaan tercapai 3,55 juta ton, sehingga kita tidak impor. Pada 2013 terjadi bencana banjir. Ada aksioma lagi. Kalau pengadaan tahun sebelumnya tinggi, tahun berikutnya rendah. Padahal, tidak boleh seperti itu.

Bagaimana Anda menanamkan nilai-nilai positif dan menerapkan law enforcement?
Ada falsafah Jawa, hati-hati terhadap mo limo, yaitu madat (narkoba), mabuk (minum minuman keras), main (judi), maling (mencuri), dan madon (main wanita). Ini harus dihindari.

Dulu, di Bulog, kalau ada yang merampok tidak diberhentikan, hanya tidak diberi tugas dan tanggung jawab. Mereka hanya disuruh menyicil. Namanya tuntutan ganti rugi. Sekarang tidak, merampok berapa oun akan dipecat, kemudian diserahkan ke pihak berwajib. Kami sekarang tegas. Kalau ada yang korupsi atau maling, kami berhentikan. Sudah puluhan orang diberhentikan.

Cara Anda menyelaraskan misi komersial dan PSO?
Misi utama Bulog adalah sebagai stabilisator pangan. Tapi di lain pihak, Bulog juga harus mampu menjalankan misi komersial. Jadi, ada dua sisi, sehingga public service obligation (PSO) harus tetap dikerjakan. Tapi fungsi komersial bisa dihubungkan dengan fungsi Bulog. Orang bilang, tidak mudah dilaksanakan karena harus bekerja dari hulu hingga hilir. Hulu bekerja sama dengan produsen, hilir bekerja dengan konsumen. Bulog juga punya jaringan distribusi melalui kerja sama langsung dengan produsen. Kami punya unit usaha yang bergerak di bidang distribusi.

Apa filosofi hidup Anda?
Ikut saja seperti air mengalir. Saya kan tidak tahu mau di mana dan mau apa. Makanya saya tidak pernah menolak. Di mana pun dan kapan pun harus memberikan yang terbaik.

Obsesi Anda yang belum tercapai?
Cita-cita saya waktu kecil adalah ingin menjadi insinyur. Tapi kemudian saya ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Waktu menjadi PNS, cita-cita saya ingin menjadi pejabat eselon satu. Dari aspek itu sudah tercapai. Sekarang, saya ingin pensiun dengan selamat dan tidak ada macam-macam. Kalau tidak ada halangan, saya ingin menulis pengalaman tentang hal-hal yang bersifat filosofis untuk ditularkan kepada orang lain. Misalnya, kita bisa bekerja secara profesional karena hal itu nanti berguna. Kesimpulan saya, profesionalisme akan menang.

Dukungan keluarga?
Anak dan istri saya sudah terbiasa dan tahu persis bahwa sebagian besar hidup saya dihabiskan untuk bekerja. Tahun ini merupakan tahun ke-40 saya bekerja. Kami selalu berkomunikasi secara intens, minimal melalui telepon seluler.

http://www.beritasatu.com/figur/167966-profesionalisme-akan-menang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar