Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU PPh bahwa pemungut PPh Pasal 22 itu terdiri dari : bendahara, badan-badan tertentu yang memungut PPh Pasal 22, dan badan-badan tertentu yang memungut PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Golongan ketiga, Menteri Keuangan sudah terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015. Posting terkait peraturan ini dapat dilihat di postingan tanggal 26 Mei 2015.
Perubahan
golongan ketiga menyusul dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Keuangan nomor 107/PMK.010/2015. Kalau kita perhatikan, walaupun
sama-sama terkait PPh Pasal 22 tetapi kode nomenklatur pembuat
(pengusul) peraturan berbeda, yaitu 03 dari DJP sedangkan 010 dari BKF.
Karena pemungut PPh Pasal 22 makin banyak, maka penggolongan saya kembalikan ke Pasal 22 ayat (1) huruf a dan b UU PPh, yaitu:
- bendahara,
- badan-badan tertentu.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 107/PMK.010/2015, bendahara wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian, yaitu:
- bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
- bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
Sedangkan
badan-badan tertentu menurut penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU PPh bisa
badan pemerintah atau swasta. Badan pemerintah yang ditugaskan untuk
memungut adalah Direktoran Jenderal Bea dan Cukai atau impor dan ekspor
barang-barang tertentu yang ditentukan dalam Lampiran Peraturan Menteri nomor 107/PMK.010/2015. Jenis barangnya banyak banget. Bukang untuk dihapalkan.
Kemudian badan-badan tertentu dari golongan BUMN. Badan
usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya wajib memungut
PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian.
Badan tertentu dari golongan BUMN yang saya maksud, menurut bahasa peraturannya:
- Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
- Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara lainnya; dan
- badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah,
Golongan terakhir dari badan-badan tertentu adalah perusahaan swasta. Perusahaan swasta yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 dibagi dua:
- perusahaan yang memungut PPh Pasal 22 saat penjualan,
- perusahaan yang memungut PPh Pasal 22 saat pembelian.
Perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
- Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
- Badan usaha yang memproduksi emas batangan, atas penjualan emas batangan di dalam negeri.
Perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi
memungut PPh Pasal 22 sebesar:
- 0,25% dari penjualan semua jenis semen;
- 0,1% dari penjualan kertas
- 0,3% dari penjualan baja;
- 0,45% dari penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih;
- 0,3% penjualan semua jenis obat.
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45% atas penjualan kendaraan bermotor.
Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar:
- 0,25% dari penjualan bahan bakar minyak untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakan umum Pertamina,
- 0,3% dari penjualan bahan bakar minyak untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina,
- 0,3% dari penjualan bahan bakar minyak untuk penjualan kepada pihak selain diatas (bukan ke SPBU),
- 0,3% dari penjualan bahan bakar gas dan pelumas.
Badan usaha yang memproduksi emas batangan wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan.
Sedangkan perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat pembelian yaitu:
- Industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
- Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan;
Perusahaan sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir.
Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga beli dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Milik siapa PPh Pasal 22?
PPh Pasal 22 pada dasarnya adalah cicilan PPh pada tahun berjalan.
Artinya pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan sebagai kredit
pajak PPh badan atau PPh orang pribadi.
PPh Pasal 22 yang dikreditkan di SPT Tahunan ada dua bentuk:
- Surat Setoran Pajak (SSP),
- Bukti Pungut.
PPh Pasal 22 yang berbentuk SSP artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar
langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat
transaksi. Transaksi yang wajib dibayar langsung oleh yang bersangkutan
(artinya di SSP ditulis NPWP yang dapat mengkreditkan) adalah transaksi
yang terkait dengan impor dan bendahara.
Sedangkan selain impor oleh DJBC dan pembelian oleh bendahara, maka BUMN dan badan-badan tertentu dari swasta sebagai pemungut PPh Pasal 22. Dia wajib memungut PPh Pasal 22 orang lain dan wajib membuat Bukti Pungut.
Kewajiban membuat Bukti Pungut tertulis dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri nomor 107/PMK.010/2015.
Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat Bukti Pungut juga wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkan ke KPP terdaftar dalam SPT Masa PPh Pasal 22.
Sedangkan pihak yang terpungut mendapat Bukti Pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan.
Dari transaksi diatas, ada pengenaan PPh yang bersifat final
yaitu penjualan bahan bakan minyak dan bahan bakar gas ke agen atau
penyalur. Artinya, jika wajib pajak "semata-mata" hanya usaha tersebut,
maka kewajiban PPh-nya tinggal pelaporan SPT Tahunan yang dilampiri
Bukti Potong.
http://pajaktaxes.blogspot.com/2015/08/perubahan-pemungut-pph-pasal-22-tahun.html#more
Tidak ada komentar:
Posting Komentar