Selasa, 20 Mei 2014

Bulog Baru Realisasi Impor Gula 27 Ribu Ton



Masa Berlaku SPI Habis
Badan Urusan Logistik (Bulog) telah melakukan importasi gula kristal putih (GKP) sebanyak 27 ribu ton dari Thailand. Pada tahun ini, Bulog mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebanyak 350 ribu ton. Hal tersebut seperti diungkapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi di Jakarta, Jumat (16/5).

“Hingga saat ini, Bulog baru impor 27 ribu ton. Impornya dari Thailand,” ungkap Bachrul. Ia menyatakan bahwa Surat Persetujuan Impor (SPI) untuk Bulog telah habis masanya namun demikian, pihaknya telah melakukan rapat untuk memberikan pertimbangan kepada Bulog mengenai SPI tersebut.

Hal tersebut, sambung dia, dilakukan untuk memudahkan Bulog dalam melakukan importasi sebagai wujud memenuhi kekurangan stok gula di pasaran. “Bulog sampai hari ini izinnya belum diperpanjang untuk impor dan mereka mohon diperpanjang sampai Juli. Nanti sore pemutusannya berbagai hal soal pergulaan,” katanya.

Sementara itu, terkait perembesan gula rafinasi ke pasaran yang terjadi pada tahun lalu, Bachrul menegaskan Kemendag telah mengurangi jatah impor gula rafinasi sebesar 200 ribu ton sebagai sanksi kepada perusahaan yang melakukan perembesan.

“Tahun ini rafinasi sudah kita kurangi 200 ribu ton karena penalti, persisnya 191 ribu ton penalti yang sudah dieksekusi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk perusahaan-perusahan yang tahun lalu ditengarai melakukan perembesan gula rafinasi,” jelasnya.

Dengan adanya penalti ini, lanjut Bachrul, maka alokasi impor gula rafinasi untuk tahun ini lebih kecil dari tahun lalu, yaitu rencananya hanya sebesar 2,9 juta ton. “Lebih kecil dari tahun lalu karena dipotong penalti. Tapi itu sangat ketat dilakukan oleh Kemenperin dengan benar-benar melakukan audit untuk kontrak-kontrak yang menjadi dasar pemberian rekomendasi,” tandasnya.

Tidak Tepat

Pemberian izin impor gula kristal putih atau gula siap konsumsi kepada Bulog dinilai tidak tepat. Adanya izin impor ini membuat harga gula dari petani akan anjlok. Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Tito Pranoloh mengatakan, keinginan pemerintah untuk memenuhi stok gula nasional dianggap baik, namun harus berasal dari dalam negeri, bukan melalui impor.

“AGI sepakat stok nasional perlu, selama pememerintah tidak punya stok maka akan mengalami kesulitan stabilkan harga gula. Tetapi harus mengacu pada stok nasional lain misalnya beras, stok nasional utamanya pada produksi domestik, harusnya gula juga seperti itu,” ujar Tito.

Selain itu, dengan mengutamakan penyerapan dari produksi domestik, terutama dari gula yang dihasilkan oleh petani, maka petani dalam negeri juga memiliki jaminan pasar. “Pemerintah akan membeli gula untuk kepentingan stok nasional. Kalau pun perlu impor, itu sifatnya tambahan, sedang kekurangannya bisa diperoleh dari domestik,” lanjutnya.

Dia menjelaskan sebenarnya stok awal gula nasional telah mencapai 1,2 juta ton pada 2014. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan stok awal tahun lalu yang sebesar 920 ribu ton. Dengan total konsumsi nasional hanya sebesar 2,6 juta-2,7 juta ton dan produksi gula dalam negeri yang diperkirakan sama seperti tahun lalu yaitu sebesar 2,6 ton dan ditambah dengan stok awal tahun yang sebesar 1,2 juta ton maka seharusnya masih kelebihan yang bisa dijadikan stok sebesar 1,1 juta ton.

“Jadi ini sebenarnya cukup, kami tidak tahu kalau itu disebut defisit. Padahal pada tahun ini, stok awalnya saja sudah tinggi sekali, bahkan tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Pada Maret ini saja masih ada 900 ribu ton,” kata Tito.

Menurut Tito, yang menghambat Bulog untuk melakukan penyerapan gula dari dalam negeri adalah patokan harga lelang dari industri gula dalam negeri yang dianggap Bulog tidak sesuai sehingga lebih memilih untuk impor. Namun hal ini seharusnya tidak terjadi jika Bulog lebih memperhitungkan kapan harus membeli gula untuk memenuhi stok nasional.

“Kalau mau beli pas dipuncak (produksi) pada Mei tahun lalu, karena sekarang produksi sudah habis. Patokan harga lelang, Bulog mungkin keberatan, tapi industri juga keberatan. Jadi pemberian impor ke bulog harusnya sudah memperhitungkan hal itu,” jelasnya.

Selain itu, dengan adanya izin importasi oleh Bulog, maka akan membuat harga gula di pasaran menjadi tidak rasional. “Persoalannya juga, market reaksinya psikologis, artinya kalau kapal mendarat (membawa gula impor), harganya tidak akan naik atau malah turun. Karena pasar bereaksi kadang-kadang tidak rasional,” tandasnya.

Bahkan Menteri Pertanian, Suswono melarang kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk melakukan impor gula. Menurut Suswono, pertengahan tahun akan ada musim giling. Sehingga kalau ada impor akan menganggu harga pada petani. "Sekarang akan ada musim giling tebu, impor nggak usahlah," ujar Suswono.

Mantan Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat ini, mengatakan pernah Bulog mendapatkan izin impor gula. Dengan syarat bukan pada musim giling tebu. Impor gula oleh Bulog hanya berfungsi sebagai stok. "Bulog diputuskan rapat Menko perlu stok untuk suatu saat terjadi gejolak harga," kata Suswono.

Dewan Gula Indonesia (DGI) memperkirakan produksi gula nasional tahun ini mencapai 2,93 juta ton. Ini mengacu pada prognosa (taksasi) produksi gula tebu terbaru berdasarkan hasil rapat DGI dengan seluruh pabrik gula (PG) pada 28 Maret 2014. Produksi gula pada 2013 mencapai 2,54 juta ton, turun 50 ribu ton, tahun 2012 sebanyak 2,59 juta ton.

http://www.neraca.co.id/article/41575/Bulog-Baru-Realisasi-Impor-Gula-27-Ribu-Ton

Tidak ada komentar:

Posting Komentar