Mengenai kasus penculikan para aktifis dan sejumlah orang pada tahun
1997-1998, kami masih ingat persis bagaimana Gus Sholah menceritakan
kembali sekilas tentang isi dialog Jenderal Wiranto yang saat itu
Panglima TNI dengan Letjen Prabowo Subianto yang ketika itu menjabat
Pangkostrad.
Terkait tekanan publik yang menuntut penuntasan kasus penculikan aktifis
dan sejumlah warga, Panglima TNI Wiranto memanggil Pangkostrad Prabowo
ke ruang kerjanya.
Wiranto : “Prabowo, apa aktivis2 korban penculikan itu masih hidup ?
Prabowo :” Siap ! Masih Panglima !”
Wiranto : “Bebaskan mereka !
Prabowo : “Siap Panglima !”
Wiranto : “Siapa yang memberi perintah penculikan itu ?
Prabowo : “Siap ! Saya Panglima !”
Wiranto : “Apakah ada korban yang mati ?”
Prabowo :”Siap ! Tidak ada Panglima, semua masih hidup !”
Wiranto : “Bagus, bebaskan mereka semua !
Berdasarkan perintah Panglima TNI, Pangkostrad Prabowo kemudian
membebaskan semua korban penculikan. Sebagian dari korban penculikan
tersebut dititipkan di Markas Kodam Jaya dan sebagian lagi dititip di
tahanan Polda Metro Jaya.
Persolan mengemuka ketika terdapat perbedaan mengenai jumlah korban
penculikan yang dibebaskan Tim Mawar Kopassus dengan data jumlah orang
hilang berdasarkan catatan atau informasi yang dihimpun KONTRAS.
Selama kurun waktu 1997 - 1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah hilang. Para warga yang
hilang itu terdiri dari berbagai latar belakang profesi, di lokasi dan
waktu yang berbeda.
Berdasarkan temuan penyelidikan dan fakta - fakta, perisitiwa penculikan
23 warga itu berlangsung dalam kurun waktu 1-2 tahun dan dilakukan
dalam tiga tahap:
“Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu 2 bulan menjelang sidang MPR dan pada bulan Maret 1998″
Fakta menunjukan dari 23 warga yang hilang, 9 (sembilan) diantara mereka
diculik selama periode kedua oleh Tim Mawar Kopassus dan kemudian
dilepaskan / dibebaskan dalam keadaan hidup.
Fakta menunjukan tak satu pun dari mereka yang diculik atau hilang pada
tahap / periode pertama (menjelang pemilu 1997) dan tahap / periode
ketiga yang dibebaskan atau muncul kembali dalam keadaan hidup. Bahkan
sebagian besar di antara 13 warga yang hilang itu sampai kini tidak
pernah kembali. Diduga semua yang tidak kembali itu sudah meninggal
dunia.
Tim Mawar Terbukti Hanya Menculik 9 Aktifis dan Semua Dikembalikan Hidup
Prabowo dalam pemeriksaan terhadap dirinya, menegaskan bahwa Tim Mawar
yang dibawah komandonya hanya menculik 9 orang aktifis. Prabowo juga
menegaskan semua korban penculikan Tim Mawar telah dibebaskan dalam
keadaan hidup dan sehat wal afiat.
Penegasan Prabowo dalam kesaksiannya itu diperkuat oleh kesaksian
seluruh anggota Tim Mawar Kopassus yang mengatakan bahwa mereka mendapat
perintah dari komandan Tim Mawar (Kolonel Heriawan), hanya untuk
melakukan penangkapan dan penahanan atas sembilan orang aktifis yang
diduga dapat mengganggu keamanan dan berpotensi mengacaukan jalannya
sidang umum MPR pada Maret 1998.
Aksi Pihak Ketiga sebagai Pelaku Penghilangan 13 Warga
Melalui penelitian terhadap semua informasi terkait hilangnya 23 warga
tersebut, ditemukan sejumlah fakta yang dapat dijadikan dasar dalam
menganalisis sebab musabab dan para pelaku penghilangan 23 warga itu.
1. Berdasarkan informasi dan fakta yang ada, ditemukan perbedaan
mendasar mengenai waktu atau periode terjadinya penghilangan atau
penculikan.
2. Ditemukan juga perbedaan mengenai latar belakang para korban penculikan berdasarkan periode penghilangannya.
3. Ditemukan juga perbedaan modus operandi penghilangan / penculikan
4. Ditemukan juga perbedaan akhir dari nasib korban para korban penculikan / penghilangan.
Analisa terhadap informasi dan fakta - fakta tersebut di atas,
memberikan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,
sebagai berikut :
1. Semua dari sembilan orang korban penculikan tim mawar telah
dikembalikan dalam kondisi hidup. Mereka terbukti hanya “diamankan” oleh
Tim Mawar sesuai perintah komandan.
2. Tidak satu pun dari sembilan korban penculikan Tim Mawar yang dibunuh
atau dilenyapkan karena perintah yang diberikan komandan atau atasan
mereka hanya sebatas “mengamankan” para aktifis yang berpotensi
mengganggu jalannya sidang umum MPR Maret 1998.
3. Reputasi Kopassus, kesatuan di mana Tim Mawar berasal, yang sangat
kuat disiplin dalam menjalankan perintah atasan, menegaskan bahwa Tim
Mawar mustahil melakukan tindakan di luar perintah komandan /atasan.
Sehingga tidak mungkin ada anggota Kopassus yang berani melakukan
improvisasi dengan melanggar perintah yang diterima atau sudah
ditetapkan atasannya.
4. Pernyataan mantan Danjen Kopassus Prabowo ketika menjawab pertanyaan
Panglima TNI, yang dengan tegas, spontan dan tanpa ragu menjawab “SEMUA
masih hidup !” Merupakan indikasi atau petunjuk bahwa benar jumlah
korban yang diculik Tim Mawar adalah 9 (sembilan) orang.
5. Tidak pernah sekali pun Prabowo menjawab : “Sebagian”. Terkait dengan
jumlah korban penculikan yang masih hidup ketika ditanya Panglima TNI,
penyidik Puspom TNI dan TGPF. Prabowo tahu persis jumlah aktifis yang
dijadikan target penculikan dan rangka pengamanan SU MPR 1 - 11 Maret
1998.
6. Hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta & Tim Penyidik
Puspom TNI menyebutkan bahwa Tim investigasi TIDAK terdapat bukti yang
menunjukan bahwa Prabowo dan Tim Mawar Kopassus sebagai PELAKU
penculikan atau penghilangan 14 warga yang lain.
Fakta yang sangat menarik adalah temuan penyidik di mana meski sudah
diyakinkan kepada para anggota Tim Mawar, bahwa jika mereka mau mengakui
sebagai pelaku penghilangan 13 atau sebagian dari 13 warga itu,
kesalahan mereka akan dibebankan kepada komandan mereka dan kepada
Prabowo selaku Danjen Kopassus. Namun, mereka tetap bersikukuh membantah
sebagai pelaku penghilangan semua 13 warga atau sebagian dari 13 warga
yang lain.
Berdasarkan temuan tersebut, semakin memperkuat bahwa Tim Mawar Kopassus
hanya telah melakukan penculikan terhadap sembilan aktifis saja dan
tidak terhadap 13 (tiga belas) warga yang lain. Patut diduga,
penghilangan 13 warga yang lain itu, dilakukan oleh pihak ketiga, di
luar Tim Mawar Kopassus, atau terjebak menjadi korban dalam peristiwa
kerusuhan atau jadi korban kejahatan.
Siapakah Pelaku Penghilangan 13 Warga ?
Berdasarkan hasil temuan di atas dan profiling (analisa terhadap masing -
masing latar belang dan profil) korban penculikan dan penghilangan 23
warga tersebut, dapat disampaikan sebagai berikut :
Seluruh 13 warga yang hilang tersebut, tempus delicti atau waktu
kejadiannya adalah pada tahap atau periode I dan tahap atau periode III.
Penculikan atau penghilangan pada periode pertama dan ketiga tersebut TIDAK TERBUKTI telah dilakukan oleh Tim Mawar Kopassus.
TIM MAWAR maupun Prabowo telah bersumpah atas nama kehormatan TNI dan
sumpah prajurit bahwa mereka sama sekali TIDAK melakukan penculikan dan
penghilangan 13 warga dimaksud.
Dari profiling ke 13 warga, yakni :
1. Petrus B Anugrah, mahasiswa Unair Surabaya, hilang di Jakarta, 30 Maret 1998
2. Herman Hendarwan, mahasiswa Unair Surabaya, hilang di Jakarta, 30 Maret 1988
3. Suyat aktivis SMID, hilang di Solo pada 12 Februari 1998
4. Wiji Thukul, penyair, aktivis JAKER, hilang di Jakarta pada 10 Januari 1998
5. Yani Afri, seorang sopir PDI Mega, hilang di Jakarta pada 26 April 1997
6. Sonny, seorang sopir, teman Yani Afri, hilang di Jakarta pada 26 April 1997
7. Dedi Hamdun, seorang pengusaha, hilang di Jakarta, pada 29 Mei 1997
8. Noval Al Katiri, pengusaha, teman Dedi Hamdun, hilang di Jakarta 29 Mei 1997
9. Ismail, sopir Deddy Hamdun, hilang di Jakarta, pada 29 Mei 1997
10. Ucok M Siahaan, mahasiswa Perbanas, hilang di Jakarta, pada 14 Mei 1998
11. Hendra Hambali, siswa SMU, hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta 15 Mei 199
12. Yadin Muhidin, siswa Sekolah Pelayaran, hilang di Jakarta, pada 14 Mei 1998
13. Abdun Nasser, kontraktor, hilang saat kerusuhan di Jakarta, pada 14 Mei 1998,
Dan satu orang korban ;
14. Leonardus Gilang, ditemukan meninggal dunia.
Perhatikan dan cermati baik - baik latar belakang para korban (profile),
waktu kejadian (tempus delicti), tempat kejadian (locus delicti) dan
modus operandi terkait hilangnya 14 warga di atas.
Sekarang mari kita bandingkan dan analisa 9 korban penculikan Tim Mawar
Kopasssus yang hanya diamankan dan dikembalikan hidup - hidup.
1. Desmond Junaidi Mahesa, diculik di LBH, Jakarta, 4 Februari 1998 (aktifis)
2. Haryanto Taslam, 4 Februari 1998 (politisi PDI)
3. Pius Lustrilanang, 2 Februari 1998 (aktifis)
4. Faisol Reza, YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998 (aktifis)
5. Rahardjo W Djati, YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998 (aktifis)
6. Nezar Patria, 13 Maret 1998 (aktifis)
7. Aan Rusdianto,, 13 Maret 1998 (aktifis)
8. Mugianto, 13 Maret 1998 (aktifis)
9. Andi Arief, 28 Maret 1998 (aktifis)
Nah, sangat terlihat perbedaannya antara 9 orang korban penculikan Tim
Mawar Kopassus dengan 13 warga yang dinyatakan masih hilang.
Perbedaan itu antara lain :
1. Latar belakang ex korban penculikan Tim Mawar Kopassus berbeda bila dibandingkan dengan latar belakang 13 warga yang hilang.
2. Tim Mawar menculik 8 aktifis mahasiswa yang cukup menonjol peranannya
dalam kancah pergerakan menentang rezim orde baru, plus 1 orang yakni
Haryanto Taslam yang berprofesi sebagai politisi PDI yang oposan juga
menentang rezim orba.
3. Para korban penculikan Tim Mawar Kopassus terbukti TIDAK ACAK. Profil
mereka semuanya sama atau mirip, yakni para AKTIFIS mahasiswa. Kecuali
Haryanto Taslam. Apakah Haryanto Taslam mempunyai keterkaitan dengan 8
orang aktifis mahasiswa itu? Apakah ia adalah mentor atau donatur
/penyandang dana kegiatan para aktifis itu ? Masih merupakan tanda
tanya.
4. Waktu kejadian atau peristiwa penculikan para aktifis mahasiswa oleh
Tim Mawar dilakukan pada periode yang sama. Terbagi atas 2 gelombang
atau tahap penculikan : 2-4 Februari 1998 dan 12-13 Maret 1998. Kecuali
Andi Arief (28 Maret 1998).
5. Khusus untuk Andi Arief, perbedaan waktu penculikan terhadap dirinya,
berdasarkan kesaksian para pelaku (anggota Tim Mawar), dikarenakan Andi
Arief gagal ‘diamankan’ pada tanggal 12-13 Maret 1998. Andi Arief yang
dicari - cari Tim Mawar di beberapa tempat di Jakarta, gagal ditemukan
Tim Mawar.. Demikian juga ketika Tim Mawar memburu Andi Arief ke
Yogyakarta, juga tidak ditemukan. Andi Arief baru berhasil ditangkap
dari tempat persembunyiannya di suatu tempat di Lampung.
6. Diduga Andi Arief sudah keburu melarikan diri dan bersembunyi ketika
mengetahui beberapa temannya sesama aktifis menghilang dan tersiar
informasi bahwa mereka sedang dalam pengejaran tim khusus dalam rangka
pengamanan SU MPR. Perbedaan waktu sekitar 2 minggu antara penculikan 5
aktifis teman Andi Arief dengan waktu penangkapan paksa andi arif adalah
dikarenakan ia sudah terlebih dahulu melarikan diri dan bersembunyi di
berbagai tempat, sebelum ditangkap di Lampung.
7. Target sasaran atau target penculikan Tim Mawar sangat jelas, fokus
dan terarah, yakni para aktifis mahasiswa yang berpotensi “dapat
membahayakan negara dan mengganggu jalannya sidang umum MPR Maret 1998″.
8. Modus penculikan oleh Tim Mawar berdasarkan perintah atasan. Tangkap
dan amankan (tahan). Tidak ada sama sekali perintah untuk mengeksekusi
(membunuh atau melenyapkan) para aktifis yang sudah tertangkap.
9. Semua aktifis yang ditangkap Tim Mawar memberikan kesaksian yang
seragam atau setidak - tidaknya hampir sama antara satu dan lainnya.
Profiling, Modus Operandi, Tempus Delicti dan Locus Delicti pada 13 Warga
Berdasarkan analisis terhadap 13 warga korban yang hilang hingga kini, dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Ke 13 korban hilang terbukti terdapat perbedaan mendasar mengenai latar belakang dan profesinya.
2. Para korban terbukti hilang/ dihilangkan secara acak. Tidak ada kesamaan.
3. Terdapat perbedaan waktu hilang atau waktu saat dihilangkan.
4. Ke 14 warga yang hilang itu semuanya tidak memenuhi kriteria atau
kategori “berpotensi membahayakan negara dan atau mengganggu jalannya
sidang umum MPR Maret 1998″.
5. Sebagian di antara mereka, kemungkinan besar hilang atau tewas karena
peristiwa kerusuhan Mei 1998. Patut diduga, diantara mereka berada
dalam pusaran gejolak kerusuhan Mei 1998.
6. Penghilangan atas nama Suyat pada 12 Februari 1998, tidak sesuai
dengan tempus delicti saat aksi penculikan Tim Mawar Kopasssus dilakukan
(2-4 Februari 1998)
7. Penghilangan Widji Thukul, 10 Januari 1998 jauh sebelum perintah
pengamanan para aktifis oleh Tim Mawar diberikan. Widji Tukul juga tidak
sesuai profile aktifis yang menjadi target Tim Mawar.
8. Penghilangan Petrus Bima Anugerah dan Herman Hendarwan pada hari dan
tanggal yang sama yakni 30 Maret 1998, terbukti TIDAK dilakukan oleh Tim
Mawar. Bahkan terdapat indikasi kuat ada pihak ketiga yang membonceng /
menunggangi isu penculikan Tim Mawar yang terakhir kali adalah pada
target korban : Andi Arief (28 Maret 1998).
9. Pemboncengan isu penculikan oleh pihak ketiga terindikasi kuat karena
khusus pada peristiwa penculikan / penangkapan paksa Andi Arief oleh
Tim Mawar, aksi mereka (Tim Mawar) kepergok oleh aparat polisi yang
bertugas di penyeberangan Ferry Bakahueni, Lampung. Di mana pada saat
Andi Arief yang sudah tertangkap dan ditutup matanya, bersama Tim Mawar
Kopassus terlambat masuk kapal ferry penyeberangan dan sempat dilarang
/dicegah masuk oleh anggota polri yang bertugas di tempat.
Ketika petugas polisi mencegat Tim Mawar Kopassus (semua berpakaian
sipil) yang membawa Andi Arief masuk ke kapal Ferry, salah satu anggota
Tim Mawar menunjukan tanda pengenal anggota Kopassus kepada petugas
polisi yang menghadang.
Meski sudah diperlihatkan tanda pengenal oleh Tim Mawar dan diizinkan
masuk ke kapal Ferry, petugas polisi Bakauheni tersebut segera
melaporkan peristiwa itu kepada atasannya dan kemudian oleh atasan
polisi itu dilaporkan kepada Komandan Polisi Militer TNI (Dan Pomdam)
Lampung.
Informasi itulah yang kemudian secara berantai sampai ke DanPuspom TNI
Mayjen TNI Syamsu Djalal, di Jakarta. Penangkapan Andi Arief oleh Tim
Mawar yang sempat ‘bocor’ atau dipergoki inilah yang besar kemungkinan
juga diketahui oleh pihak ketiga yang kemudian memboncengi operasi Tim
Mawar dengan melakukan tindakan atau operasi penculikan lainnya, yang
seolah - olah atau memang sengaja dikesankan dilakukan oleh Tim Mawar.
Motif dan Tujuan Penghilangan 13 Warga
Motif : Membalas sakit hati atau dendam terkait persaingan antar
jenderal yang berbeda kubu atau faksi, yang terjadi selama beberapa
tahun dan menghasilkan kubu Prabowo (TNI Hijau) sebagai pemenang dan
kubu merah sebagai pihak yang kalah.
Tujuan antara : memfitnah dan menghancurkan Prabowo Subianto dan
jenderal / perwira dari faksi TNI Hijau, melalui pengkambinghitaman atau
fitnah kepada Tim Mawar Kopassus yang kebetulan sedang melaksanakan
perintah operasi pengamanan terhadap aktifis - aktifis mahasiswa.
Tujuan akhir : mengembalikan posisi kekuasaan dan pengaruh TNI Merah
seperti pada saat sebelum tahun 1990. Di mana Pemerintah dan TNI
bersikap represif terhadap Islam dan umat Islam Indonesia.
Kesimpulan dari uraian analisis di atas adalah sebagai berikut :
1. Waktu penculikan dan waktu penghilangan : berbeda
2. Target penculikan dan target penghilangan : berbeda
3. Modus Operandi penculikan dan modus operandi penghilangan : berbeda
4. Tindakan atau treatment terhadap korban penculikan dan penghilangan : berbeda
5. PELAKU penculikan dan pelaku penghilangan : PASTI BERBEDA
6. PELAKU penghilangan bertujuan mengkambinghitamkan / memfitnah Tim Mawar
7. Prabowo hanya sasaran antara, tujuan utama melemahkan TNI melalui pelemahan Kopassus.
8. PELAKU menggunakan rekayasa OPINI PUBLIK dan DISINFORMASI PUBLIK sebagai tekanan dan pembentuk persepsi.
9. PELAKU menggunakan jaringan media anti Islam sebagai lokomotif dan pionir pembuat isu atau opini palsu.
10. PELAKU memanfaatkan jaringan LSM dan aktifis serta mengusung isu
HAM, untuk memperkuat tekanan opini publik dan menghancurkan karakter
Prabowo, Kopassus dan TNI.
Berdasarkan analisis terhadap fakta dan informasi sebagaimana diuraikan di atas korban, maka dapat disimpulkan :
———– “Pelaku Penghilangan 13 Warga adalah BUKAN TIM MAWAR KOPASSUS” ———-
Analisa Terhadap Pelaku Penghilangan 13 Warga :
Siapakah pelaku penghilangan semua atau sebagian dari 14 orang hilang
yang sebenarnya? Pelaku yang pasti hingga kini : Tidak diketahui.
Namun, dapat disampaikan analisis sebagai berikut :
Terdapat sejumlah perbedaan yang material dan signifikan atas ;
1. Motif
2. Modus Operandi
3. Treatment atau tindakan terhadap para korban
4. Jejak Pelaku
5. Profile pihak yang diuntungkan atas isu 14 warga hilang
6. Profile pihak yang dirugikan atas isu 14 warga hilang
7. Analisa situasi saat peristiwa penghilangan terjadi
Pembahasan atas MOTIF
Motif dan Tujuan :
1. Fitnah dan mengkambinghitamkan Prabowo - Kopasssus - TNI
2. Melemahkan Kopassus - TNI - Pak Harto
3. Menarik perhatian dan tekanan dunia / internasional dengan isu - isu sensitif : HAM dan SARA
4. Pembalasan dendam sekaligus kembali pengaruh dan kekuasaan dari
kelompok atau elit Islam yang mulai mendapat peran proporsional setelah
tahun 1990.
5. Menciptakan chaos atau kekacauan sebagai pintu masuk atau alasan kuat intervensi pihak asing
Periode ‘Bulan Madu’ Pak Harto - TNI - Islam
Kenapa Pak Harto, TNI, Kopassus harus dilemahkan ?
Bagaimana posisi politik Pak Harto saat itu ?
Periode tahun 1990 - 1998 adalah masa bulan madu antara Pak Harto dengan
umat Islam Indonesia, setelah selama 24 tahun Pak Harto dan Orde Baru
berkuasa, umat Islam terpinggirkan dan termarginalkan.
Pemerintahan
Suharto selama 24 tahun sebelumnya lebih banyak mengakomodir kepentingan
umat non Islam, terutama di sektor pemerintahan/ birokrasi, TNI,
Politik dan Ekonomi.
Rezim Suharto selama 24 tahun disokong penuh oleh elit katolik di
pemerintahan dan TNI serta etnis Tionghoa (non pribumi) di sektor
ekonomi. Perlakuan pemerintah orba saat itu cenderung represif dan
curiga terhadap Islam Indonesia.
Perubahan besar dan radikal terjadi paska 1989, di mana Pak Harto dan
Ibu Tien Suharto menjadi muslim (mualaf) dan kemudian dilegitimasi
dengan keberangkatan mereka ke Tanah Suci untuk beribadah haji. Saat
yang sama, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) didirikan di
Universitas Brawajaya, Malang pada 7 Desember 1990, yang diketuai oleh.
Menristek BJ Habibie, anggota Kabinet Pembangunan V, yang dikenal sangat
dekat hubungannya dengan Pak. Harto dan keluarga Cendana.
Perubahan besar terhadap diri Pak Harto, Ibu Tien dan Keluarga Cendana,
tidak terlepas dari peran sentral Prabowo Subianto, menantu Pak Harto
dari putrinya Titik Suharto. Setelah ‘menghijaukan TNI’ dan
‘menghijaukan Cendana’, pengaruh dan kekuasaan Prabowo membesar sehingga
mengkhawatirkan pihak lain terutama kubu TNI Merah. Mereka terusik
hegemoni kekuasaannya karena ‘kebangkitan Islam Indonesia’.
Peristiwa - peristiwa itu menjadi tonggak sejarah kemajuan umat Islam
Indonesia, dalam hal peran serta dan keterlibatan aktif di pemerintahan
dan ekonomi nasional, setelah puluhan tahun menjadi umat mayoritas yang
terzalimi dan tertindas. Mulai muncul dan tersebar tokoh - tokoh Islam
menjadi pejabat tinggi negara dan pengusaha papan atas.
Perubahan sikap Pak Harto dan keluarga Cendana menjadi faktor utama
mendorong perubahan ekstrim di TNI, Pemerintahaan dan sektor Ekonomi RI,
yang menguntungkan umat Islam, dianggap sebagai ancaman oleh kelompok
tertentu, terutama bagi mereka yang merasa disingkirkan. Mereka inilah
yang menjadi otak dan dalang pelaku penghilangan 13 warga masyarakat,
sekaligus melancarkan serangan opini dan fitnah terhadap Prabowo dan
Kopassus.
Pelemahan terhadap Kopassus dan TNI pada akhirnya pasti akan melemahkan
kekuasaan Pak Harto, apalagi pada saat itu umat Islam Indonesia belum
cukup matang dalam berpolitik, tidak bersatu dan mudah diadudomba.
Sehingga akhirnya, Pak. Harto harus turun (mundur) dengan terpaksa,
setelah terjadinya rangkaian peristiwa besar, yakni : kasus penculikan,
krisis ekonomi, kerusuhan 13 Mei, kerusuhan di berbagai kota dan daerah,
peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti, dan demo jutaan massa di
Senayan, Jakarta.
Pak Harto akhirnya diturunkan oleh jutaan massa yang sebagian besar
adalah umat Islam, yang pada saat itu sedang mengalami kebangkitan
ekonomi dan politik sebagai konsekwensi perubahan sikap Pak Harto
terhadap umat Islam.
Sungguh sangat disesalkan, mayoritas elit dan tokoh Islam Indonesia
tidak menyadari adanya ‘Penumpang Gelap’ yang mengadudomba Pak Harto
& TNI dengan umat Islam sendiri !
Pelaku penghilangan 13 orang warga pada tahun 1997-1998 adalah pelaku
yang sama dengan pihak atau tokoh tertentu yang kini berada di kubu
salah satu calon presiden dan kembali berhadapan dengan calon presiden
lain : Prabowo Subianto.
Sekurang - kurangnya, mereka yang di kubu capres lain dan menghadapi
kubu capres Prabowo adalah para kader TNI Merah dan sekelompok elit yang
dulu mengadudomba rakyat Indonesia dengan Pak. Harto dan TNI.
Sadarlah … Bukalah mata dan pikiran anda selebar - lebarnya !
Jakarta, Mei 2014
http://politik.kompasiana.com/2014/05/30/mengungkap-misteri-hilangnya-13-warga-pada-1997-1998-661303.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar