BULOG Subdivisi Regional Banyumas, Jawa Tengah, menolak ratusan
ton beras dan gabah kering giling yang akan masuk ke gudang. Alasannya,
beras dan gabah dari petani tidak sesuai standar yang ditetapkan dalam
Inpres No 5 Tahun 2015. Akibatnya penyerapan beras yang masuk ke Bulog
Banyumas masih minim.
Humas Bulog Banyumas M Priyono
mengungkapkan, hingga kini pangan hasil panenan petani yang terserap dan
masuk ke gudang Bulog baru mencapai 295 ton, terdiri atas 150 ton GKG
dan 145 ton beras.
"Memang masih minim karena kami banyak menolak
beras dan gabah yang disetor. Bulog Banyumas sangat selektif dalam
menerima penyerapan. Semuanya harus sesuai dengan Inpres No 5 Tahun 2015
mengenai harga pembelian pemerintah (HPP)," jelas Priyono, kemarin.
Menurutnya,
sesuai aturan HPP, gabah kering panen Rp3.700 per kg dengan persyaratan
kadar air maksimal 25% dan hampa kotoran maksimal 10%. "Jika tidak
sesuai dengan itu, otomatis harga gabah lebih rendah. Setelah itu
nantinya mitra akan melakukan pengeringan dan disetor dalam bentuk gabah
kering giling. Itu pun masih banyak ditolak karena masih di bawah
standar," ujarnya.
Dia menambahkan, bila menerima gabah
asal-asalan, Bulog akan disalahkan pemerintah. Nasib serupa juga dialami
para petani di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Target pengadaan beras
Bulog Subdivre Madiun tahun ini mencapai 52 ribu ton.
Namun pada
triwulan pertama atau April baru mencapai 205 ton setara beras, dan 308
gabah kering giling atau 196 setara gabah. Minimnya penyerapan beras dan
gabah dari petani karena kualitas gabah kering panen sangat rendah.
Di Semarang, Bulog Drive Jawa Tengah juga kesulitan memenuhi target pengadaan beras dari petani.
"Saat
ini, petani cenderung menjual hasil panen di pasaran yang harganya
lebih tinggi dari HPP," kata Kepala Bulog Divre Jawa Tengah Damin
Hartono.
Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan beras 2015, Bulog
Jateng mematok target kebutuhan sebesar 525 ribu ton, tetapi faktanya
sampai saat ini baru terpenuhi 2600 ton.
Harga merosot
Di
Kabupaten Malang, para petani juga mengeluhkan merosotnya harga gabah
yang berlangsung cepat dari Rp4.300 menjadi Rp3.500 per kg. Harga beras
pun ikut turun. Selain harga gabah dan beras, para petani saat memasuki
musim tanam mulai kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.
Kualitas
gabah dan beras petani yang dianggap rendah, selain dipicu masalah
cuaca, juga penyuluhan yang tidak maksimal. Seperti di Tasikmalaya, Jawa
Barat, Bupati setempat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan produktivitas di
sektor pertanian belum maksimal. Para petani masih menggunakan metode
tradisional dalam menanam padi ataupun tanaman pangan lain. Hal itu
ditambah dengan minimnya tenaga penyuluh pertanian. "Tasikmalaya masih
membutuhkan 215 penyuluh pertanian," kata Uu.
Pada bagian lain,
hasil panen padi yang diperoleh petani di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten
Cianjur, tidak merata. Ada kemungkinan penyebabnya serangan hama
sehingga para petani merugi.
Staf Pengendali Organis-me
Pengganggu Tanaman, Balai Penyuluhan Pertanian Ciranjang, Adam Daniel,
menambahkan, para petani juga kurang mengoptimalkan lahan.
http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/10236/Bulog-Tolak-Gabah-Petani/2015/04/09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar