Meski tantangannya cukup berat, Perum Bulog diminta untuk tetap
berperan dalam menyerap gabah dan beras petani. Ketua Persatuan
Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) lampung Medi
Istianto mengatakan, salah satu tantangan itu adalah harga pasar yang
saat ini yang jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Menurut
Medi, dengan adanya perbedaan harga tersebut, petani tentu memilih
menjual kepada pembeli di luar Bulog karena Bulog tidak bisa membeli
dengan harga di atas HPP. Apalagi di Lampung, menurut Medi, banyak
sekali berkeliaran para spekulan yang membeli gabah dari petani dengan
cara ijon. Dengan begitu, langkah Bulog untuk mencapai target serapan
padi dan gabah sangat berat.
“Kami saja yang perusahaan penggilingan
merasakan benturan dengan para pembeli ijon, apalagi Bulog. Tentu
kendala yang mereka hadapi lebih besar. Tetapi di tengah kondisi seperti
itulah, Bulog memperlihatkan upaya yang luar biasa. Sesulit apapun
tantangan yang dihadapi, mereka terus berusaha memacu penyerapan,”
katanya, Jumat (24/4).
Tidak hanya turun ke petani, Bulog juga
melakukan jemput bola hingga ke perusahaan penggilingan padi. Bahkan,
Bulog juga kerap mendatangi penggilingan kecil yang memiliki peralatan
dan modal terbatas.
Begitupun, Medi mengaku bahwa tidak semua beras bisa
diserap Bulog. Karena sesuai Inpres Nomor 5 tahun 2015 tentang
penetapan HPP gabah dan dan beras petani, Bulog tidak bisa membeli harga
di atas HPP atau membeli gabah atau beras yang di bawah standar. Salah
satu syarat kualitas yang harus dipenuhi adalah kadar air 14%.
Di
tengah cuaca yang tidak menentu, dimana hujan sering turun, tak jarang
beras yang dihasilkan justru memiliki kadar air 15%-15,5%. “Ini kendala
buat penggilingan, karena Bulog tidak bisa menyerap beras dengan kadar
air tinggi. Makanya kami berharap, ada bantuan perlatan oven untuk
mempercepat proses pengeringan. Tidak usah terlalu besar, cukup yang
berukuran 15-20 ton,” kata Medi.
Guru Besar Fakultas Pertanian UGM
Profesor Mashuri tidak menepis bahwa saat ini Bulog menghadapi tantangan
yang sangat besar. Berbagai tantangan tersebut, membuat Bulog mau tidak
mau harus bekerja ekstra keras dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Mereka harus punya usaha yang lebih tinggi dan harus lebih gigih,”
katanya.
Mashuri bilang, setidaknya terdapat tiga hal yang membuat
perjuangan Bulog lebih berat. Pertama, karena penetapan HPP yang agak
terlambat. Jika saja HPP ditetapkan sejak awal, tentu Bulog bisa lebih
cepat bergerak. Kedua, adanya isu bahwa tidak boleh impor. Menurutnya,
isu tersebut sangat merugikan Bulog dan berpotensi mengundang spekulan.
Dan, ketiga, adanya usulan sebelum ini tentang penghapusan raskin.
“Semua kondisi tersebut sangat merugikan bagi Bulog dan berimbas sampai
sekarang,” katanya.
Menurut Mashuri, pemerintah seharusnya memberi
dukungan yang lebih besar kepada Bulog. Apalagi, di tengah masyarakat
yang masih menghendaki kondisi harga beras stabil, bukan harga yang
semata-mata ditentukan harga pasar. Dalam kaitan itu pula, Mashuri
menilai bahwa usulan Mendagri Tjahjo Kumolo bahwa Bulog akan dibubarkan,
sebagai usulan yang tidak masuk akal. “Itu kan ngalor ngidul. Ingin ke
utara, tetapi berjalan ke selatan. Inginnya harga stabil, namun malah
Bulog akan dibubarkan. Bagaimana mungkin. Kan Bulog yang memiliki peran
dalam stabilisasi harga,” kata Mashuri.
http://indonesia.shafaqna.com/ID/ID/321414-Serap-beras-petani-Bulog-bersaing-dengan-spekulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar