Pemerintah harus mendukung Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam rangka
memperkuat ketahanan pangan khususnya beras. Sebab Bulog selama ini
menjadi pengendali ketersediaan kebutuhan pokok dan harga-harga agar
terjangkau oleh rakyat.
Selama Bulog tidak diperkuat dan pasar masih dikuasai oleh tengkulak,
calo, kartel dan sebagainya, maka sulit bisa mewujudkan ketahanan dan
kedaulatan pangan sekaligus tak bisa mensejahterakan petani.
“Meski produksi kita mencapai 100 juta ton pun per tahun, maka sulit
mensejahterakan petani dan juga sulit mengendalikan harga beras dan
kebutuhan pokok lainnya apabila Bulog tidak didukung,” kata Ketua Fraksi
Partai Gerindra MPR RI, Edhy Prabowo dalam Dialog bertajuk “Pelemahan
Nilai Rupiah dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pangan” di Gedung
DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).
Ketua Komisi IV DPR RI ini mengatakan sesungguhnya kita tidak perlu
khawatir dengan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS)
tersebut, sepanjang pangan rakyat terjaga dengan baik.
“Kalau swasembada pangan yang tidak saja terbatas untuk beras, tapi
juga jagung, gandum, kedelai dan lain-lain terwujud, maka tidak masalah
dengan dollar AS. Bayangkan kita impor 7 juta gandum pertahun, tapi satu
hektar pun tak ada lahan gandum di sini. Jadi, kita menjadi bangsa yang
konsumtif,” ujarnya.
Leih lanjut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini mengatakan ada
lima hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, diantaranya
infrastruktur pertanian yang buruk seperti irigasi yang hancur sejak
tahun 1980-an. Selain itu, benih sulit diterima petani kecuali yang
abal-abal, pupuk salah sasaran, penyuluh pertanian dari 75 ribu yang
dijanjikan menjadi PNS ternyata sampai hari ini malah ada moratorium
PNS, dan terakhir masalah alat pertanian yang modern.
Selain itu, kata Edhy, jumlah lahan pertanian sekarang sudah banyak
berubah menjadi mall, pertokoan, perumahan, pabrik dan sebagainya.
Meski begitu, Edhy mengapresiasi kepada Menteri Pertanian Andi Amran
Sulaiman, yang berkomitmen untuk tidak impor beras dari Thailand maupun
Vietnam. Bahkan jika ada yang mengizinkan impor, dia akan mundur.
“Komitmen itu yang kita perlukan, karena pada April ini ada panen raya,” katanya.
Untuk Jawa Timur saja yang semula targetnya 13 juta ton menjadi 15
juta ton, Jawa Barat 6 juta ton, Jawa Tengah juga surplus 3 juta ton dan
seterusnya. Karena itu, dia berharap kebijakan itu harus memiliki
standar dan strategi pangan yang tepat khususnya terkait data statistik
yang benar. Seperti bawang putih 95 persen adalah impor.
“Jangan sampai bawang merah yang melimpah di negeri ini juga impor.
Buruknya lagi importirnya bukan Bulog atau berdikari. Jadi, importirnya
juga harus dibenahi,” ucapnya.
Menurutnya, sektor perkebunan sawit dan karet juga besar, tapi kita
tak mempunyai satu pun pabrik ban. Padahal, menurut Edhy, Indonesia
setahunnya membutuhkan satu juta ban kendaraan roda empat, belum lagi
untuk kendaraan roda dua. Karena itu ke depan, asing yang berinvestasi
di Indonesia, uangnya harus ada di Indonesia, bukan di luar negeri, agar
kita tak tergantung impor. “Kalau mau bangkit itu tidak sulit,”
katanya.
Di tempat yang sama, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi
Andreas Santosa menyarankan kepada pemerintah agar memperkuat pelemahan
rupiah sekarang ini dengan meningkatkan ekspor. Pasalnya, hal itu
otomatis impor pangan akan menurun. Namun, dinamika itu tak bisa cepat
untuk merespon penguatan dollar AS.
“Yang penting pemerintah harus perkuat petani dengan menyubsidi yang
besar. Seperti Eropa yang menyubsidi 480 miliar dollar AS atau Rp 5.200
triliun untuk mewujudkan kedaulatan pangannya. Indonesia juga harus
demikian,” kata Dwi.
Menurut Dwi, data petani, lahan pertanian, produksi pertanian, jumlah
penduduk, komsumsi pangan dan lainnya harus tepat agar kebijakan yang
dikeluarkan juga tepat. Seperti data produksi gabah sebesar 70,8 juta
ton atau menjadi beras sebanyak 43,3 juta ton, maka seharusnya surplus 8
juta ton.
“Kalau terjadi kesalahan data antara produksi dan konsumsi, maka akan
menjadi masalah serius. Persoalannya yang berhak mengeluarkan data itu
hanya BPS, di luar BPS berarti melanggar UU Statistik,” kata Dwi.
http://e-tvberita.com/news/dukung-bulog-untuk-perkuat-ketahanan-pangan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar