Jumat, 24 April 2015

Dukung Bulog Untuk Ketahanan Pangan

Pemerintah harus mendukung Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam rangka memperkuat ketahanan pangan khususnya beras. Sebab Bulog selama ini menjadi pengendali ketersediaan kebutuhan pokok dan harga-harga agar terjangkau oleh rakyat.

Selama Bulog tidak diperkuat dan pasar masih dikuasai oleh tengkulak, calo, kartel dan sebagainya, maka sulit bisa mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan sekaligus tak bisa mensejahterakan petani.

“Meski produksi kita mencapai 100 juta ton pun per tahun, maka sulit mensejahterakan petani dan juga sulit mengendalikan harga beras dan kebutuhan pokok lainnya apabila Bulog tidak didukung,” kata Ketua Fraksi Partai Gerindra MPR RI, Edhy Prabowo dalam Dialog bertajuk “Pelemahan Nilai Rupiah dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pangan” di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).

Ketua Komisi IV DPR RI ini mengatakan sesungguhnya kita tidak perlu khawatir dengan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) tersebut, sepanjang pangan rakyat terjaga dengan baik.

“Kalau swasembada pangan yang tidak saja terbatas untuk beras, tapi juga jagung, gandum, kedelai dan lain-lain terwujud, maka tidak masalah dengan dollar AS. Bayangkan kita impor 7 juta gandum pertahun, tapi satu hektar pun tak ada lahan gandum di sini. Jadi, kita menjadi bangsa yang konsumtif,” ujarnya.

Leih lanjut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini mengatakan ada lima hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, diantaranya infrastruktur pertanian yang buruk seperti irigasi yang hancur sejak tahun 1980-an. Selain itu, benih sulit diterima petani kecuali yang abal-abal, pupuk salah sasaran, penyuluh pertanian dari 75 ribu yang dijanjikan menjadi PNS ternyata sampai hari ini malah ada moratorium PNS, dan terakhir masalah alat pertanian yang modern.

Selain itu, kata Edhy, jumlah lahan pertanian sekarang sudah banyak berubah menjadi mall, pertokoan, perumahan, pabrik dan sebagainya.

Meski begitu, Edhy mengapresiasi kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang berkomitmen untuk tidak impor beras dari Thailand maupun Vietnam. Bahkan jika ada yang mengizinkan impor, dia akan mundur.

“Komitmen itu yang kita perlukan, karena pada April ini ada panen raya,” katanya.
Untuk Jawa Timur saja yang semula targetnya 13 juta ton menjadi 15 juta ton, Jawa Barat 6 juta ton, Jawa Tengah juga surplus 3 juta ton dan seterusnya. Karena itu, dia berharap kebijakan itu harus memiliki standar dan strategi pangan yang tepat khususnya terkait data statistik yang benar. Seperti bawang putih 95 persen adalah impor.

“Jangan sampai bawang merah yang melimpah di negeri ini juga impor. Buruknya lagi importirnya bukan Bulog atau berdikari. Jadi, importirnya juga harus dibenahi,” ucapnya.

Menurutnya, sektor perkebunan sawit dan karet juga besar, tapi kita tak mempunyai satu pun pabrik ban. Padahal, menurut Edhy, Indonesia setahunnya membutuhkan satu juta ban kendaraan roda empat, belum lagi untuk kendaraan roda dua. Karena itu ke depan, asing yang berinvestasi di Indonesia, uangnya harus ada di Indonesia, bukan di luar negeri, agar kita tak tergantung impor. “Kalau mau bangkit itu tidak sulit,” katanya.

Di tempat yang sama, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyarankan kepada pemerintah agar memperkuat pelemahan rupiah sekarang ini dengan meningkatkan ekspor. Pasalnya, hal itu otomatis impor pangan akan menurun. Namun, dinamika itu tak bisa cepat untuk merespon penguatan dollar AS.

“Yang penting pemerintah harus perkuat petani dengan menyubsidi yang besar. Seperti Eropa yang menyubsidi 480 miliar dollar AS atau Rp 5.200 triliun untuk mewujudkan kedaulatan pangannya. Indonesia juga harus demikian,” kata Dwi.

Menurut Dwi, data petani, lahan pertanian, produksi pertanian, jumlah penduduk, komsumsi pangan dan lainnya harus tepat agar kebijakan yang dikeluarkan juga tepat. Seperti data produksi gabah sebesar 70,8 juta ton atau menjadi beras sebanyak 43,3 juta ton, maka seharusnya surplus 8 juta ton.

“Kalau terjadi kesalahan data antara produksi dan konsumsi, maka akan menjadi masalah serius. Persoalannya yang berhak mengeluarkan data itu hanya BPS, di luar BPS berarti melanggar UU Statistik,” kata Dwi.

http://e-tvberita.com/news/dukung-bulog-untuk-perkuat-ketahanan-pangan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar