Rentetan kenaikan harga bahan pangan mewarnai perekonomian Indonesia
tahun ini. Dimulai dari beras, cabai, bawang merah, daging sapi, sampai
daging ayam. Banyak kalangan menyatakan penyebabnya adalah pasokan
kurang. Banyak pula yang menyebut karena ulah para spekulan yang
mengontrol harga dengan menimbun stok.
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memulihkan harga pangan. Mulai
dari operasi pasar (OP), memberikan izin impor daging sapi bagi Perum
Bulog, berdialog dengan pelaku usaha, hingga melibatkan Polri dan TNI
AD.
Sejumlah pedagang bermodal besar didatangi kalangan pemerintah dan
polisi. Ada sejumlah pelaku usaha yang diperiksa polisi karena diduga
menimbun sapi. Para pelaku usaha itu juga diminta melepas sapi ke pasar.
Para pelaku usaha juga diminta menurunkan harga sesuai harga ideal.
Dalam rangka stabilisasi harga beras pada musim paceklik tahun ini,
pemerintah mengerahkan aparat TNI AD dan Polri. Pemerintah meminta TNI
bersama dinas pertanian setempat mendatangi petani penerima bantuan dan
pengusaha penggilingan satu per satu. Mereka diminta menjual beras ke
Perum Bulog. Tujuan utamanya, mengejar kekurangan target stok beras
Bulog 2015. Stok beras Bulog per akhir Agustus 2015 sebanyak 1,4 juta
ton. Pemerintah meminta Bulog mempunyai cadangan beras 2,5 juta ton.
Hal itu menunjukkan selama ini, pemerintah tidak mempunyai kendali tata
niaga pangan. Tata niaga yang ada saat ini bergantung mekanisme pasar.
Akibatnya petani tidak mempunyai akses langsung ke pasar. Rantai pasokan
semakin panjang dan rawan terjadi spekulasi harga.
Pemerintah terbilang terlambat dalam perkuatan peran Bulog. Selama ini,
Bulog tidak mempunyai stok komoditas pangan guna memengaruhi harga pasar
yang bergejolak. Ketika tidak bisa lagi mengontrol harga pangan melalui
OP dan menghadapi spekulan, pemerintah mengambil jalan pintas. Polri
dan TNI AD dilibatkan.
Akankah langkah itu akan dilakukan terus setiap tahun? Itukah yang akan
menjadi arah tata niaga pangan Indonesia ke depan? Persoalan mendasar
pangan Indonesia adalah ketersediaan pasokan dan akurasi data produksi.
Kerap kali terjadi ketidaksinkronan antara pasokan dan data produksi.
Selama ini, pemerintah juga tak mempunyai stok bahan pangan penting yang
rawan bergejolak. Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia menyebutkan, 10
tahun terakhir, 61 persen stok beras dikuasai pedagang besar, Bulog
hanya 5-9 persen. Pemerintah perlu mengembalikan peran Bulog sebagai
penjaga stok pangan atau mempercepat pembentukan Badan Pangan Nasional.
Langkah itu perlu diperkuat dengan jaringan petani yang mampu menyuplai
stok pangan pemerintah. Pasalnya, selama ini petani terjerat pengijon.
Pemerintah juga perlu mendorong diversifikasi pangan berbasis potensi
daerah. Program itu bisa dilanjutkan dan diperkuat dengan perdagangan
antardaerah.
Pemerintah juga telah mempunyai Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015
tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang
Penting. Melalui regulasi itu, pemerintah memiliki wewenang menentukan
harga 14 bahan pokok ketika harga bergejolak. Hingga kini, Kementerian
Perdagangan belum merampungkan peraturan turunannya. Jika sudah selesai,
efektivitas regulasi itu akan diuji. Kita tunggu saja, berhasil atau
justru masih perlu campur tangan Polri dan TNI....
(HENDRIYO WIDI)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150904kompas/#/17/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar