Pada Juni lalu, pemerintah mengangkat Direktur
Utama dan Direktur Pengadaan Bulog yang baru, dengan harapan terwujudnya
pengadaan beras 4 juta ton. Targetnya tinggi dengan ”asumsi kuat”
keberhasilan peningkatan produksi beras.
Pemerintah sekarang menginginkan peran Bulog ”serba besar”: stok awal harus tinggi, pengadaan gabah/beras harus besar tanpa impor, harus mampubersaing dengan pedagang swasta, pengadaan gabah harus dominan dan langsung dari petani, kualitas pelayanan publik juga harus prima dengan beras berkualitas.
Pada minggu ketiga Agustus ini,Bulog baru mampu memperoleh pengadaan beras/gabah 1,78 juta ton setara beras, komersial hanya 233.000 ton. Kalau Bulog tetap mempertahankan kualitas gabah/beras standar harga pembelian pemerintah (HPP) dan tidak ada ”paksaan” terhadap petani/penggilingan padi dengan mengerahkan TNI/Polri (Kompas, 27/8), hampir tidak mungkin Bulog mampu menambah pengadaan beras PSO (public service obligation) lebih dari 300.000 ton hingga akhir tahun ini.
Harga gabah/beras di pasar telah jauh di atas HPP, cenderung naik dengan laju yang lebih cepat dalam periode puncak paceklik November-Januari.
Kuatkah Bulog/pemerintah untuk mengelola instabilitas harga beras? Stok beras Bulog kurang, hanya 1,5 juta ton dengan ketahanan stok enam bulan mendatang.Kalau tambahan pengadaan tercapai 300.000 ton, stok akhir tahun menjadi sekitar 800.000 ton (padahal seharusnya minimal 1,5 juta ton), atau terendah dalam 10 tahun terakhir.
Pada saat sekarang, posisi stok cadangan beras pemerintah (CBP) negatif, telah menguras stok operasional Bulog.Kalaupun pemerintah segera memperkuat volume CBP, posisi stok akhir tidak berubah, hanya memindahkan stok operasional Bulog ke CBP, tanpa perubahan volume dan kualitas beras CBP.
Intervensi Bulog
Di pihak lain, posisi pembeli gabah yaitu penggilingan padi (PP) ”relatif kuat”. Bulog berperan mengoreksi keadaan itu. Bulog membeli gabah/beras melalui Koperasi Unit Desa, bukan langsung dari individu petani. Koperasi dibangun untuk tujuan pemerataan dan menggerakkan ekonomi pedesaan.
Apabila pasar gabah telah berfungsi normal, harga gabah/beras telah terangkat di atas HPP, maka selesailah tugas Bulog. Bulog tidak dirancang untuk bersaing dengan PP/pedagang swasta dalam merebut gabah/beras di pasar. Kalau itu dilakukanBulog sebagai perusahaan besar dan pada musim panen gadu yang umumnya pasar gabah telah normal, harga gabah/beras pasti naik dengan laju yang lebih cepat. Maka, kegagalan pasar berpindah ke kegagalan pemerintah (government failure).
Kekeliruan respons pemerintah
Pemerintah meyakini,instabilitas harga beras sebagai ulah para spekulan. Pada saat yang sama, presiden mendeklarasikan ”tanpa impor” beras, membuang sebuah instrumen penting pengendali harga.
Oleh pelaku pasar, hal tersebut dijadikannya sebagai peluang mencari tambahan keuntungan karena ekspektasi kenaikan harga tinggi pada bulan-bulan mendatang melebihi cost of holding stock termasuk risiko lain seperti pendistribusian stok, ”mengamankannya” apabila diperiksa aparat hukum.Pada saat yang sama, mereka paham tentang situasi produksi, kekuatan stok beras Bulog/pemerintah rendah.
Oleh karena itu, masalah jangka pendek ini perlu diatasi segera oleh pemerintah. Pertama, sebelum ada perubahan kebijakan beras, pemerintah jangan ”memaksa” Bulog melakukan pengadaan besar atau menaikkan HPP pada musim gadu, seperti pernah dilakukan pemerintah pada puncak paceklik akhir 2006 atau awal 2007, diulangi pada periode April-Oktober 2011 tidak berpengaruh signifikan pada jumlah pengadaan.
Menaikkan HPP atau pengadaan di luar jumlah yang wajar pada musim gadu,atau menargetkan pengadaan beras 1,4 juta ton dalam sebulan mendatang (Kompas, 27/8) akan membuat eskalasi kenaikan harga lebih tinggi, memunculkan destabilisasi harga beras.Opsi pengerahan TNI/Polri untuk pengadaan beras perlu ditinjau ulang baik buruknya.
Kedua, segera putuskan plan B, buka pengadaan beras luar negeri untuk memperkuat jumlah dan kualitas stok Bulog dan CBP sehingga ”lebih ampuh” dalam meredam spekulasi harga. Instrumen ini paling ditakuti oleh para spekulan. Mereka hanya takut rugi.
Ketiga, intensifkan program aksi untuk menyelamatkan tanaman padi gadu ini dan program adaptasi untuk musim tanam mendatang.
M Husein Sawit, Senior Advisor Perum Bulog 2003-2010; Tim Ahli Kepala Bulog 1996-2002
http://print.kompas.com/baca/2015/09/16/Stok-Beras-Bulogdan-El-Nino
Tidak ada komentar:
Posting Komentar