Perum Bulog mengusulkan agar Harga Pembelian Pemerintah (HPP) 2016 ditetapkan fleksibel. Agar bisa menyesuaikan dengan harga gabah dan beras petani.
Direktur Perum
Bulog, Djarot Kusumayakti mengatakan, saat ini, Bulog dihadapkan pada penetapan
harga HPP yang selalu di bawah harga pasar. Sehingga mempengaruhi upaya
pengadaan gabah/beras oleh BUMN tersebut.
"Sekarang
yang dihadapkan, Bulog dengan satu harga HPP. Ini menyulitkan ketika terjadi
gejolak harga. Kenapa? Beras itu keberadaannya fluktuatif. Harga ketika panen
dan tidak panen, sangatlah berbeda," kata Djarot di Jakarta, Kamis
(14/01/2016).
Menurut Djarot,
saat ini, sistem pengadaan beras di tanah air, terbagi menjadi 2 macam, yakni
pengadaan dalam negeri dan luar negeri. Dalam hal ini, Perum Bulog
memprioritaskan pengadaan di dalam negeri saja.
"Jadi
pengadaan ada dua. Apapapun pengadaan bisa dalam negeri dan luar negeri.
Prioritas kita pengadaan dalam negeri. Artinya tentu Bulog akan laksanakan
pengadaan luar negeri kalau pengadaan dalam negeri tidak memenuhi," papar
Djarot.
Asal tahu saja,
Perum Bulog acapkali kesulitan bersaing dengan swasta dalam menyerap beras dari
petani. Para petani lebih memilih menjual gabah hasil panen kepada swasta
karena harga lebih tinggi.
Harga yang dijadikan
acuan Perum Bulog dalam membeli beras atau gabah dari petani alias HPP,
dibatasi regulasi yang ketat. Karena serapan Perum Bulog minim maka berdampak
kepada rendahnya cadangan beras nasional yang mengganggu ketahanan pangan
nasional.
"Tentu supply beras dari sawah akan memengaruhi harga.
Kalau panen raya, supply melimpah, harga turun. Sementara pas kering harganya
naik," papar Djarot.
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2266921/target-bulog-sering-gagal-karena-kakunya-hpp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar