Di atas tanah Indonesia yang luas, tumbuh beragam tanaman pangan
berlimpah. Namun karena luas, penyebaran pangan pokok strategis dari
sentra produksi ke perkotaan membutuhkan armada dan biaya. Dalam
sejumlah kasus, harga pangan di perkotaan jauh lebih mahal ketimbang di
sentra produksi lantaran ada ongkos distribusi dan logistik yang harus
diganti.
Jadilah keterjangkauan pangan di masyarakat menjadi
salah satu prioritas pemerintah. Tanpa terus menuding sesuatu bernama
'mafia', pemerintah pun mencoba menjaga harga pangan di pasar dengan
menjamin ketersediaan pasokan.
Keberadaan Perum Bulog sebagai
kepanjangan tangan pemerintah menjadi strategis. Tanggung jawab Bulog,
antara lain, menyerap sebagian beras petani agar masuk gudang Bulog dan
menjadi cadangan pemerintah. Beras yang terkumpul di gudang berguna
sebagai pengendali harga ketika melambung, menambal ketersediaan beras
ketika langka di pasar, atau menyokong pangan korban bencana.
Dengan perhitungan tertentu, beras jangan sampai kurang dari target
penyerapan setahun jika tak mau impor. Segala hambatan perlu serius
ditepis. Apalagi, pada 2016, Bulog diagendakan menyerap 11 komoditas
pangan strategis selain beras.
Kepada wartawan Republika Sonia
Fitri, Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu, menguraikan soal
pembenahan mekanisme logistik pangan nasional. Caranya dimulai dari
membenahi perangkat internal, termasuk menyiapkan infrastrukturnya.
Sebab faktanya, Indonesia masih belum lepas dari belenggu impor pangan
di tengah produksi yang berlimpah. Menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), Wahyu menginginkan pangan Indonesia lebih kuat. Hal ini
dilakukan, antara lain, melalui realisasi sistem penyerapan pangan yang
berpihak pada kesejahteraan petani nasional.
Akan ada panen raya padi serempak pada Maret 2016. Bagaimana Bulog menyiapkan diri untuk menyerap beras petani?
Penyerapan beras pada 2016 sudah kita tetapkan, yakni empat juta ton.
Bulog juga menargetkan terlaksana penyerapan gabah sebanyak 1,2 juta ton
atau 15-20 persen produksi gabah nasional. Target ini sama dengan tahun
sebelumnya, tapi realisasi penyerapan yang ingin kita optimalkan.
Pada 2015, realisasi hanya 70 persen dari target. Itu karena penyerapan
di musim panen rendengan (raya) 2015 tidak maksimal. Pengadaan 1,3 juta
ton sampai Juni, setelah itu dari Juni hingga akhir tahun ada 1,4 juta
ton.
Akan ada sejumlah pembenahan pada 2016. Kita ingin
menyerap beras petani hanya yang berkualitas baik, terdeteksi jelas asal
usul beras. Mitra Kerja Pengadaan (MKP) juga harus benar-benar petani
yang memiliki logistik pengadaan, bukan pedagang.
Kita hanya
beli beras dari petani. Pembenahan internal juga kita lakukan, perangkat
Bulog harus dekat dengan petani, itu jangan hanya jadi slogan. Yang tak
kalah penting, harga pembelian pemerintah (HPP) diusulkan dengan
mekanisme baru. Penetapan besarannya juga jangan sampai terlambat
ditetapkan. Kalau bisa, awal 2016 sudah diputuskan berapa HPP.
Menyoal HPP dengan mekanisme baru, bagaimana usulan Bulog?
Kita usulkan, penetapan harga lebih fleksibel menyesuaikan harga gabah
dan beras petani. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, nantinya akan
ada dua harga yang ditetapkan dalam praktik penyerapan beras petani.
Yakni, harga dasar yang ditetapkan jelas besaran harganya dan HPP yang
sifatnya fleksibel. HPP nantinya ditetapkan oleh kementerian teknis
menyesuaikan dengan kondisi harga di pasar juga mempertimbangkan data
BPS.
Harga dasar ditetapkan oleh pemerintah sebagai harga
terendah yang berlaku di tingkat petani. Ini akan menjaga harga beras
dan gabah ketika panen raya tidak terperosok. Penetapan harga dasar juga
akan mengoptimalkan penyerapan beras petani kala panen raya. Bulog
boleh membeli di atas harga dasar, tapi tidak boleh kurang dari harga
tersebut. Aturan nantinya akan tertuang dalam instruksi presiden.
Mohon diuraikan soal evaluasi penyerapan beras 2015?
Yang paling kita soroti adalah prosedur pemasukan beras dan
kualitasnya. Selama ini, Bulog mendapat tuduhan tidak pernah membeli
gabah, bahkan tidak pernah berhubungan dengan petani. Bukan hanya itu,
kualitas beras yang Bulog salurkan tidak layak konsumsi alias jelek.
Beragam keluhan tersebut harus dijawab dengan sejumlah perbaikan.
Kita akui, dalam pengadaan gabah dan beras banyak terkendala masalah.
Misalnya, masih ditemukan beras tidak sesuai standar masuk ke gudang
Bulog, mitra kerja tidak aktif dan loyal, pun sistem pemeriksaan
kualitas tidak standar.
Kendala lainnya, yakni jumlah petugas
yang melakukan pengawasan terhadap kualitas gabah dan beras tidak cukup
jumlah dan kualitas. Infrastruktur juga tidak memadai dan harga di
lapangan yang kerap terjadi gejolak.
Pengetatan prosedur
pemasukan gabah pun akan dilakukan pada 2016. Di samping itu, Bulog juga
akan mendesain pengaturan kemasan beras. Kemasan 15 kilogram (kg) hanya
untuk keperluan penyaluran dua bulan, sisanya dalam kemasan 50 kg.
Pengaturan tersebut dilakukan sebab jika Bulog menyimpan beras dalam
kemasan 15 kg dalam jumlah banyak seperti saat ini, akan sulit mengawal
dan mempertanggungjawabkan kualitasnya. Apalagi asal-usul beras sudah
kabur. Dengan cara tersebut diharapkan akan lebih terjaga kualitasnya.
Menyoal pengetatan pemasukan beras ke gudang, apakah sudah dilakukan koordinasi dengan Mitra Kerja Pengadaan (MKP)?
Sedang kita lakukan sosialisasi prosedur baru, dimulai dengan melakukan
evaluasi. Bulog memiliki 3.996 mitra kerja. Skalanya beragam,
didominasi oleh mitra yang juga merupakan pengusaha penggilingan skala
kecil. Mereka ada 90 persen. Hanya satu hingga dua persen MKP skala
besar dan sisanya skala menengah. Mereka harus dipastikan memiliki
infrastruktur, memproduksi gabah ke beras.
Bulog di pengadaan
beras 2016 akan membuat standardisasi proses pemeriksaan oleh tim
khusus, sebelum masuk ke gudang dan disimpan Bulog. Tim nantinya berada
di ruang khusus yang tertutup, sehingga tidak ada kontak langsung dan
kolusi dengan pemilik barang.
Selama ini pemeriksa beras
berada di gudang sehingga pemilik barang bisa bertemu langsung dengan
pemilik barang. Maka itu, saat ini perubahan dalam proses pemeriksaan
pun Bulog lakukan. Jadi tim pemeriksa juga tidak bisa berkomunikasi
dengan yang punya barang. Saat ini kita sedang menyiapkan petugas SDM
dari segi kualitas dan kuantitas.
Apakah hal tersebut tidak akan menghambat penyerapan beras?
Ini pertanyaan yang juga diajukan oleh para mitra. Tapi, pembenahan
harus dilakukan dan itu melibatkan semua pihak. Kerja sama dengan Bulog
harus profesional, tidak asal-asalan, karena menyangkut juga penyaluran
untuk Beras Sejahtera (Rastra) dan Operasi Pasar. Kita harus bekerja
keras melakukan pembenahan, tapi tidak untuk menghambat penyerapan.
Lagi pula, model kemitraan dengan petani akan intens dimulai dari
pemantauan di on farm. Ke depan, gabah atau beras tidak bisa keluar
masuk gudang Bulog dari satu daerah ke daerah lain. Jika di satu tempat
atau gudang tidak bisa masuk karena tidak memenuhi standar, beras itu
tidak bisa diterima di gudang Bulog seluruh Indonesia.
Untuk
mengatasi kendala infrastruktur, kita akan membantu memperbaiki
kemampuan penggilingan padi yang menjadi mitra Bulog. Kerja sama dengan
mitra Bulog nantinya juga akan dilengkapi beberapa dengan persyaratan
administrasi, termasuk kemampuan produksi, data pembelian gabah ke
petani, petani di mana, dan luasannya berapa. Target kami tahun depan
tidak ada lagi rakyat terima beras yang di bawah standar.
Ke
depan, sebelum beras disalurkan ke masyarakat melalui Rastra, akan
dilakukan reproses lagi untuk membersihkan kotoran seperti batu.
Kemudian baru dikemas dalam karung 15 kg. Memang akan ada tambahan biaya
bagi mitra kerja. Tapi, biaya tersebut akan ditanggung oleh Bulog.
Bisakah Bulog menjamin, tidak akan ada impor beras pada 2016?
Kita sedang berusaha. Faktanya, produksi beras petani berdasarkan data
Badan Pusat Statistik, melimpah. Kita cuma perlu menyerap 10 persennya.
Seharusnya kita bisa, dengan mekanisme penyerapan yang rapi,
professional, dan sesuai standar. Kita tidak bisa menjamin apa-apa, yang
penting kita harus berusaha dulu semaksimal mungkin.
Kabarnya Bulog akan diberi tugas menyerap komoditas lain selain beras, bagaimana kesiapannya?
Betul, kita diagendakan melakukan penjagaan pangan untuk 11 komoditas
strategis pada 2016. Di antaranya beras, jagung, kedelai, daging sapi,
gula, ayam, telur, cabai, bawang, terigu, dan minyak goreng. Sudah ada
rancangannya di meja presiden, tinggal ditandatangani beliau.
Kita siap. Bulog punya sejumlah infrastruktur dan gudang yang cukup,
tetapi tetap harus diperkuat. Nantinya kemitraan dimulai dengan
mengoptimalkan keberadaan mitra kerja Bulog yang terdiri atas petani.
Para mitra juga biasanya tidak hanya menanam padi di lahannya. Mereka
menyesuaikan musim tanam, ada pula yang menanam jagung, kedelai, dan
komoditas hortikulutra lainnya. Ini yang bisa kita manfaatkan. Termasuk
dengan pengadaan daging sapi dan ayam dan telur ayam. Jika pengadaan
tidak cukup dari dalam negeri, jalur impor terbuka dengan sejumlah
pengendalian. Contohnya jagung, kita diberi penugasan mengimpor 600 ribu
ton per Januari-Maret.
Dari segi infrastruktur, saat ini Bulog
memiliki 1.500 unit gudang penyimpanan terbesar se-Indonesia. Bulog
telah memenuhi standar minimal menjaga ketahanan pangan di luar beras,
tapi infrastruktur yang tersedia belum ideal.
Mempersiapkan
2016, kita telah menyiapkan proyeksi penguatan infrastruktur secara
mandiri. Di antaranya, membangun infrastruktur pascapanen, seperti
drying center, infrastruktur proses perawatan, juga infrastruktur
gudang, termasuk infrastruktur produksi. ed: mansyur faqih
***
Terbiasa Belanja
Kestabilan harga di pasar merupakan dampak dari lancar tidaknya alur
distribusi pangan di masyarakat. Oleh karena itu, keterjangkauan pangan
di pasar menjadi salah satu agenda pengawalan pemerintah. Sebagai salah
satu dewan direksi Perum Bulog, Wahyu selaku direktur pengadaan
menyadari hal tersebut.
Untungnya, Wahyu sudah terbiasa
berbelanja sejak kecil. Kebiasaan tersebut lantas menjadi hobi yang saat
ini mendukung agenda kerjanya di Bulog. Meski secara khusus bertugas
melakukan pengadaan beras dan sejumlah bahan pangan pokok, pemantauan
harga di pasar juga harus turut ia kawal.
"Sejak kecil saya
sudah biasa disuruh ibu membeli bahan makanan, bumbu masak, lalu saya
berangkat ke pasar pagi buta," kata pria kelahiran 2 September 1967
tersebut dalam wawancara khusus dengan Republika di kantornya di
Jakarta, belum lama ini.
Sembari memantau harga, kegemarannya
berbelanja juga menjadi pengisi liburan bersama keluarga. Biasanya ia
berbelanja bahan makanan tertentu untuk kemudian bersama anak-anak
tercinta membuat menu masakan baru di dapur sendiri.
Dalam
urusan pengadaan pangan, pria lulusan Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran ini mengaku menemui sejumlah tantangan. Tapi, seluruh
jajaran direksi harus menjawabnya dengan sejumlah langkah solusi. Salah
satunya dengan mengawal ketersediaan pangan langsung dari sawah.
Dalam menjalankan bisnis, kata dia, Bulog tidak terpaku hanya menyerap
gabah dan beras semata. Bulog juga harus bisa menghasilkan gabah hasil
budi daya sendiri. Sebelumnya, Bulog hanya mengandalkan serapan gabah
dari Unit Pengadaan Gabah Pemerintah (UPGB), mitra Bulog, kelompok tani,
dan koperasi.
Dengan hanya mengandalkan bisnis tersebut, Bulog
sulit menyerap gabah petani karena harga pembelian pemerintah (HPP)
kerap berada di bawah harga pasar. Hal tersebut membuat petani memilih
menjual ke pasar karena harganya lebih baik.
Bisnis on farm pun
dirambah menjelang 2016. Akan ada tiga pola, yakni pola mandiri,
kemitraan, dan sinergi. Pada pola mandiri, kegiatan usaha tani didanai
dan dikelola oleh Perum Bulog di lahan milik sendiri atau lahan yang
disewa. Target luas tanam program on farm Bulog ditetapkan satu juta
hektare (ha) sawah.
Telah diagendakan, seluas 250 ribu hektare
di antaranya akan dikelola Bulog sendiri, lalu seluas 250 ribu hektare
bersinergi dengan BUMN lain, dan 500 ribu hektare bermitra dengan petani
atau mitra kerja pengadaan (MKP). Kegiatan bisnis tersebut memungkinkan
Bulog melakukan budi daya padi di lahan sawah milik sendiri atau
menggandeng petani dengan memberi bantuan alat mesin pertanian dan
sarana produksi pertanian.
http://www.republika.co.id/berita/koran/wawasan/16/01/04/o0ezc853-wahyu-direktur-pengadaan-perum-bulog-berbenah-logistik-pangan-nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar