Perum Bulog
dipastikan sulit dalam menjalankan tugasnya sebagai stabilisator harga tujuh
komoditas pangan. Hal ini apabila lembaga tersebut masih berada di struktur
Kementerian BUMN dan sebatas berbentuk perusahaan umum (Perum). Pasalnya, untuk
bisa menstabilisasi harga beras, kedelai, jagung, gula, bawang merah, cabai,
dan daging sapi secara sekaligus, Perum Bulog harus dirombak secara
besar-besaran dengan mengubahnya menjadi Badan Otoritas Pangan (BOP) seperti
amanat UU Pangan.
Pengamat
Pertanian yang juga menjabat Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas
Santosa mengungkapkan, instruksi Menteri BUMN Rini Soemarno agar Bulog menjadi
stabilisator tujuh komoditas secara sekaligus adalah tidak mudah. Kendalanya,
selain memikul tanggung jawab yang lebih besar, Bulog juga harus tetap meraih
keuntungan yang harus di setor ke negara.
“Bulog diminta
kembali memainkan perannya seperti di zaman Orde Baru yang memiliki kewenangan
penuh. Tapi ini tidak akan terealisasi selama Bulog masih berada di bawah
Kementerian BUMN dan berstatus perum. Yang sangat mendasar harus ada perombakan
luar biasa besar. Harus kembali ke amanat UU Pangan dengan menjadikannya BOP,”
kata Dwi saat dihubungi Radarpena, Senin, (5/1).
Menurut Dwi, BOP
harus langsung dibentuk oleh presiden dan langsung berada di bawah
kewenangannya, sehingga Bulog benar-benar memiliki kewenangan yang lebih besar.
Dengan struktur Bulog seperti saat ini mustahil mewujudkan cita-cita untuk
mensejahterakan petani dan rakyat.
“Dengan status
perum, Bulog tidak bisa diharapkan untuk menjaga harga di level petani. Begitu
harga rendah mereka akan dengan mudah memutuskan impor. Apalagi Bulog masih
menerapkan prinsip perusahaan dengan mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya
di akhir tahun. Namanya juga di bawah badan usaha jadi harus untung,” ungkap
Dwi.
Sementara itu,
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir membantah,
pengalaman 30 tahun Lenny Sigihat (Direktur Utama Bulog yang baru) dalam
menangani kredit rakyat bukanlah representasi kuat akan kapasitasnya untuk
membawa Bulog menjadi lebih baik. Sebab, Lenny selama ini tidak pernah
bersentuhan langsung dengan pangan.
“Kemampuan
perbankan menangani kredit tidak bisa disamakan dengan mengelola produksi,
distribusi, maupun menjaga stok pangan. Beda kemampuan yang harus dimiliki
antara menghadapi angka dan produksi. Kredit hanya bagian kecil dari analisa
usaha. Beda dengan menangani produksi dan distribusi pangan,” kata Winarno.
Winarno juga
mengatakan, Bulog akan lebih tepat dipimpin orang yang mengerti politik dan
teknis pangan. Persoalan pangan tidak dapat ditangani bila nahkodanya tak
dilengkapi pengetahuan dan pengalaman yang cukup. Apalagi masalah pangan sangat
berkaitan dengan kesejahteraan petani kecil.
“Harusnya
dipercayakan kepada mereka yang lebih lama berkecimpung dan memahami
seluk-beluk masalah pangan. Tidak bisa level direktur utama dipilih hanya
karena punya pengalaman mengelola kredit pangan. Persoalan pangan itu sangat
besar tidak bisa diserahkan ala kadarnya pada pemimpin yang ala kadarnya.
Harusnya dipegang orang politik pertanian atau yang paham teknisnya. Lebih baik
lagi yang paham konvensi internasional terkait pangan,” kata Winarno.
Winarno juga
mengingatkan direktur utama Perum Bulog yang baru untuk bisa mengelola manajemen
logistik dan stok. Di antaranya dengan menempatkan orang-orang terbaik di
wilayah potensial yang menyuplai pangan terbesar, seperti Jawa Barat,
JawaTengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. “Bagaimana dari empat wilayah
produsen pangan terbesar itu bisa di distribusikan merata dan harga bisa sama
di seluruh Indonesia, ini tidak mudah,” ujar Winarno.
Terkait
problematika beras untuk rakyat miskin (raskin), Winarno mengharapkan Lenny
Sugihat mampu mempertahankan program tersebut. Raskin harus terus dilanjutkan
karena berkaitan erat dengan harga pembelian pemerintah (HPP) beras. KTNA
khawatir penghapusan raskin akan direalisasikan yang bisa berdampak pada harga
beras petani yang terjun bebas.
“Mengelola stok
raskin harus dicermati benar agar bisa tahan dalam jangka panjang dan tidak
rusak disimpan. Meski raskin hanya 5-8%, tapi punya pengaruh besar kepada
harga,” kata Winarno.
Seperti
diketahui, Kementerian BUMN menginstruksikan Bulog untuk menstabilkan harga
tujuh komoditas pangan, yakni beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah,
cabai, dan daging sapi.Selama ini, perusahaan plat merah tersebut hanya
bertugas menstabilkan harga beras. Melalui upaya tersebut, harga ketujuh
komoditas pangan itu diharapkan tetap bisa menguntungkan petani, namun di sisi
lain tidak membebani masyarakat.
Tugas tersebut
mulai dijalankan dengan ditunjuknya direktur utama Perum Bulog yang baru. Pada
Rabu (31/12), Menteri BUMN Rini Soemarno menunjuk Lenny Sugihat menjadi
Direktur Utama Perum Bulog yang baru menggantikan Budi Purwanto yang menjabat
sebagai Plt Direktur Utama Perum Bulog sejak 24 November 2014 lalu.
http://radarpena.com/read/2015/01/06/14502/18/1/Bulog-Harus-Dirombak-dan-Keluar-dari-BUMN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar